24. Penyekapan Berdarah

2.4K 458 396
                                    

Mobil jenis Ford Escape keluaran Amerika warna hitam mengkilap tampak membelah jalanan menuju Cilacap

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Mobil jenis Ford Escape keluaran Amerika warna hitam mengkilap tampak membelah jalanan menuju Cilacap.

Suasana di dalam mobil hening karena yang biasanya berceloteh sedang terlelap sembari memegang bola karet hijau stabilonya dengan erat, Egini benar-benar cemas dengan perjalanan kali ini tapi ia tidak mengutarakan kegelisahan hatinya.

Setelah memasuki Kecamatan Sampang hampir tengah malam, Anggra meminta berhenti di depan sebuah mini market untuk membeli makanan. Saking bersemangatnya dengan misi ini, mereka sampai lupa untuk mengisi perut.

"Makan ini dulu, biar nggak kosong amat tuh perut."

"Aku cium bau onigiri!" Sena terlonjak kaget karena Egini yang sontak terbangun tanpa aba-aba.

"Dari tadi molor. Cium bau makanan melek lo ya." Ujar Brian setelah meneguk minuman soda kalengan. Dema hanya memperhatikan, merasa belum bisa terlalu membaur dengan anggota yang lain. Ia hanya berfokus pada makanan yang Anggra berikan dengan sesekali melirik Werel.

"Ya ampun banyak banget. Aku minta tiga boleh nggak?"

Sena menyemburkan onigiri yang sedang ia kunyah dan tersedak "Uhuk uhuk Uhuk!"

"Ih Pak Sena hati-hati dong! Kita tuh lagi melakukan misi penting nih, jadi nggak usah latihan jadi mbah dukun deh pake nyembur-nyembur segala." ujarnya polos sembari mengelus punggung Sena berkali-kali.

"Mbah dukun lo, Sen." Ledek Brian. Tawa pecah tanpa bisa terelakkan.

Tak butuh waktu lama untuk beristirahat, mereka kembali melanjutkan perjalanan ke Desa Sidasari.

Ternyata rumah peninggalan Eyang Egini cukup besar dan bersih, tiap sekali seminggu selalu ada yang datang membersihkannya, tentu ini sangat membantu tim G-110 karena mereka bisa langsung beristirahat.

Egini dan Werel satu kamar, kamar kedua ditempati oleh Brian karena itu adalah permintaan khusus, ia tak ingin diganggu jika sedang fokus melakukan riset online. Anggra, Sena dan Dema terpaksa mengangkat kasur ke ruang tamu dan tidur berjejeran seperti saat masa pendidikan dulu.

Karena kelelahan, semuanya terlelap kecuali Werel. Sebagai ketua tim tentu beban yang ia pikul terasa lebih berat, banyak kekhawatiran yang terlintas di kepalanya dan tentu saja hal itu tak akan ia bagi kepada anggota lain.

"Kopi?" Werel lumayan kaget dengan kedatangan Dema di teras rumah. Selain menyukai wine, Werel juga pecinta kopi. Namun ia cukup pemilih terhadap kopi yang ia minum, dulu saat masih di Leiden, kopi racikan Dema selalu menjadi favoritnya. Tapi sekarang, tenggorokannya seperti tak bisa menerima lagi kopi buatan lelaki itu.

"No, thanks." Tolaknya dengan cepat. Ia segera berbalik untuk kembali ke dalam namun kalimat Dema menghentikannya, "Aku bener-bener minta maaf, La."

"Udahlah, Dem." Werel segera menyembunyikan kedua tangannya di saku jaket yang ia kenakan, ia tak ingin Dema sadar bahwa tangannya sudah mulai sedikit bergetar dan berkeringat.

THE ANGEL NUMBER 110Where stories live. Discover now