Ujian Tengah Semester

2.5K 341 30
                                    

Bismillah..

"Gue gak habis pikir sih, ada orang seegois ini, padahal selama ini Sabina yang selalu nemenin dia, tapi dimintain tolong sama sahabat sendiri aja gak mau."

Celetukan itu berasal dari bangku depan yang langsung berhasil menjadi pusat perhatian seisi kelas.

Alesha yang sedang bermain ludo dengan Sagara dan Fani pun jadi ikut menoleh ke sana. Clara sudah berdiri di depan kelas sambil besedekap.

"Ada apa sih Ra?" tanya Tyas yang duduk di depan juga. Memasang tampang pura-pura tak paham.

Clara melirik Fani. Lalu tersenyum miring.

"Gue sebenarnya gak pengen ikut campur sama masalah ini," kata Clara seakan tak terlalu peduli.

"Tapi gue kasihan sama Sabina."

Bisik-bisik mulai terdengar. Fani yang seperti biasa duduk di pojokan kelas jadi menghela napas. Tangannya bergetar. Alesha yang memperhatikan itu jadi menoleh pada Sagara yang mengedikkan bahu tanda tak tau.

"Bina, ada apa sih, ceritain aja ..." bujuk Tyas yang duduk di dekat gadis itu.

Seisi kelas jadi mengalihkan pusat perhatian pada Sabina yang duduk di gerombolan genk Clara. Gadis itu sedang menangis sesenggukan sambil dipeluk Sisil.

"Gue ... gue gak mau, gue takut kalau Fani ... Fani yang disalahin gara-gara ini ... udahlah Clara, biarin aja," kata Sabina dengan suara serak karena menangis.

Tangisan gadis itu tentu membuat seisi kelas jadi kepo. Mereka jadi kompak memaksa Sabina untuk bercerita apa yang sebenarnya terjadi. Akhirnya -dengan dalih- karena dipaksa, Sabina ikut berdiri di depan kelas. Rambutnya terlihat kusut dan wajahnya merah karena menangis. Terlihat sangat memprihatinkan.

"Seperti yang kalian tau, gue sama Fani itu sahabatan," kata Sabina, menarik napas sejenak lalu menghembuskannya perlahan. Air matanya mengalir kembali.

"Gue sayang banget sama Fani, bahkan meski banyak yang gak mau temenan sama dia, gue selalu ada untuk dia," kata Sabina sambil menatap Fani yang hanya menunduk di sudut kelas.

"Tapi pas ujian kemarin, dia satu kalipun gak menoleh ke gue, padahal gue butuh banget bantuan dia," kata Sabina. Lalu langsung menambahkan,

"Gue tau akhir-akhir ini gue sering gak masuk kelas dan itu bikin gue ketinggalan materi banyak banget, tapi gue gak masuk karena gue kerja part time, gue gak kayak Fani yang terlahir dari keluarga berada sehingga kerjaannya cuma belajar doang," jelas Sabina, sudah terisak kembali di depan kelas. Clara mengusap bahunya menenangkan. Sedangkan Fani sekarang sudah menatapnya nanar.

Bohong.

Bohong.

Sabina tidak pernah kerja part time. Bahkan gadis itu sangat kaya bila dibandingkan dengan Fani yang terlahir dari keluarga sederhana.

Gadis itu sudah jelas memfitnahnya.

"Gue tau nyontek itu gak baik. Itu gak jujur. Tapi gimana lagi? Gue benar-benar butuh bantuan saat itu, gue gak ngerti, gue takut nilai gue jelek banget, gue sangat berharap uluran tangan Fani hari itu, seenggaknya menolong gue satu atau dua nomor, tapi Fani-"

Sabina tidak lagi melanjutkan kalimatnya. Tangisnya semakin keras. Clara memeluk gadis itu erat dan mengusap punggung gadis itu untuk menenangkan.

Seisi kelas jadi heboh gara-gara itu. Para anak kelas yang selama ujian tidak ditolong Fani pun semakin memanas-manasi suasana.

"Iya sih, Fani egois banget selama ujian."

"Iya banget, gue tau sih nyontek itu gak baik, tapi kan gue gak nyontek semuanya, cuma nanya satu dua nomor, egois banget sih, takut banget nilainya kesaing."

Gara-Gara Sagara [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang