Hodie

1.8K 268 43
                                    

Bismillah...

"Jesya, teman kamu yang ke sini itu ada rencana jadi menantu Papa gak?"

"Jesya, kamu mau gak Papa kenalin sama anak temannya Papa? Dia kuliah di luar negri lho!"

"Jesya, anak sahabat Mama ada yang jomblo lho, besok dia mau main ke sini, kamu jangan kemana-mana ya!"

"Jesya!"

"Jesya!"

BRAK!

Sagara berjengit saat mendengar suara pintu kamar yang ditutup keras. Memandang papanya yang berdiri di depan pintu kamar kakaknya dengan kasihan. Pemuda itu menghela napas.

Semenjak menjadi perwakilan keluarga Alesha di acara lamaran Ales dan Alesha hari itu, Diego, papa Sagara, mendadak jadi pak comblang untuk Jesya.

Iya, papanya baper dan ingin cepat-cepat punya menantu juga. Apalagi Sean juga memperkeruh suasana dengan memamerkan kedekatannya dengan Ales, sang calon menantu, yang suka olahraga bareng di akhir pekan bersamanya, membuat Diego  makin merasa panas.

Diego ingin juga punya menantu yang bisa diajak main catur seperti Sean. Diego ingin juga punya menantu yang bisa diajak main bulutangkis seperti Sean. Diego ingin ini, ingin itu, sampai lupa dengan apa yang Jesya inginkan.

Sebenarnya Jesya tidak bisa disalahkan juga. Bukan salah Jesya jika semua calon yang diberikan papanya berakhir gagal dengannya.

Dimulai dari teman Jesya yang diharapkan Diego menjadi menantunya. Awalnya teman laki-laki Jesya itu sering main ke rumah karena Jesya rekan kerjanya. Wajahnya lumayan tampan dan tubuhnya proporsional. Mereka berada dalam satu divisi yang sama di kantor, jadi mau tak mau keduanya jadi sering bertemu.

Tapi teman kantor Jesya itu tidak memiliki perasaan khusus pada Jesya, karena dia menyukai laki-laki. DIA MENYUKAI LAKI-LAKI.

Jadi mana mungkin Jesya dan temannya itu bisa bersatu. Yang lebih parahnya, teman Jesya itu ternyata menaruh hati pada Sagara. Bahkan alasannya sering main ke rumah bukan untuk mengerjakan tugas kantor tapi untuk menemui Sagara.

Kedua, anak teman papanya yang sekolah di luar negri. Orangnya memang pintar dan berwawasan luas. Tapi sikapnya sangat tidak sopan. Bahkan saat pertama kali bertemu Jesya ia dengan berani hendak mengecup pipi Jesya, membuat Diego langsung mengusirnya di hari pertama mereka bertemu.

Ketiga, anak sahabat mamanya yang ternyata tidak jomblo tapi sudah bertunangan. Yang hari itu ke rumah mereka bukan untuk main tapi untuk mengantarkan uang arisan mamanya.

"Papa pengen banget ya punya menantu?" tanya Sagara sambil menaruh segelas teh hangat di atas meja. Lalu duduk di sebelah papanya yang duduk menyandar di kursi sofa.  Diego tersenyum tipis.

"Iya Ga," jawab Diego lalu menagakkan tubuh dan menyesap teh hangatnya sejenak. Sagara bergumam.

"Tapi kasihan juga Pa kalau kak Jesya didesak terus. Lagian bukan kak Jesyanya yang gak mau, tapi emang belum nemu yang pas aja," ujar Sagara pelan.

Diego menghembuskan napas panjang sambil menaruh gelas ke atas meja.

"Iya sih, Papa rasa Papa juga berlebihan," lirihnya. Matanya lalu melirik Sagara.

"Kalau gitu kamu aja gimana?"

Sagara yang awalnya tersenyum lebar karena papanya sudah hendak menghentikan aksi pak comblangnya seketika mendelik. Menatap papanya dengan mulut ternganga.

Diego tertawa melihat ekspresi Sagara.

"Bercanda," ujar Diego membuat Sagara segera menarik napas lega.

Gara-Gara Sagara [SELESAI]Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora