Pulang Bareng.

381 45 8
                                    

Happy Reading, peepz! 💪

Sudah hampir 15 menit Rama menanyakan soal yang sebenarnya bisa dengan mudah ia kerjakan sendiri pada Bu Rini. Sambil mendengarkan penjelasan, mata Rama selalu melirik kedepan gerbang.

Perempuan itu masih disana.

“Rama?” Cowok itu menoleh.

“Ya?”

“Sudah ngerti?” tanya Bu Rini.

“Ya, kalau yang ini, Bu?” Rama kembali bertanya. Lagi-lagi, soal yang ia bisa kerjakan sendiri.

Sambil terus menerus melihat keadaan, tentunya.

Tak lama, seorang perempuan masuk dengan wajah murungnya. “Ibu, kok supir saya nggak datang-datang, ya?” tanyanya gelisah.

Rama tak menoleh sama sekali.

Sama sekali.

Sepertinya, jika ada nominasi manusia dengan karakter yang tak tertebak, Rama akan jadi pemenang utamanya. Lihat saja, air mukanya bisa berubah hanya dalam sepersekian detik.

“Sudah ditelfon belum, Oliv?” tanya Bu Rini lembut, berbeda sekali jika dengan cara beliau bertanya pada Agung.

Ya memang sih, Agung itu memang tak pantas jika diajak bicara dengan lembut. Logat betawinya akan selalu keluar.

“Udah beberapa kali, cuma belum diangkat.” Oliv melepas alas kakinya lalu kembali masuk kedalam rumah Bu Rini. “Saya mau duduk sebentar ya, Bu!” ucapnya lalu duduk.

Tepat disamping Rama.

“Coba ditelfon dulu, ya. Rama, sudah selesai belum? Ibu tinggal ke kamar mandi sebentar ya.”

Dan sekarang, yang tersisa hanya Oliv dan Rama.

Oliv menopang dagunya dengan tangan, memfokuskan seluruh pandangannya pada Rama yang sedang serius mengerjakan soal. Merasa terganggu, Rama mengeluarkan tatapan sinisnya pada Oliv.

Namun, cewek itu tak gentar.

“Lo lagi ngerjain apa?” tanya Oliv memulai percakapan.

“Emangnya nggak bisa liat?”

Ini sebabnya mengapa Nadine curiga, apakah Rama tak mendapat pendidikan cara mengatakan sesuatu dengan baik dan halus tanpa menyakiti orang lain saat di sekolah dasar dahulu?

Atau mungkin Rama bolos saat pelajaran itu berlangsung?

“Emangnya susah jawab kayak gitu doang?” tanya Oliv lagi.

Rama mendecak, “kalau cuma mau ganggu, mending lo pulang.”

Benar-benar ya.

“Sensi banget, lo lagi dapet, ya?” Bukannya berhenti lalu pergi, Oliv malah makin gencar untuk menarik hati manusia judes ini.

“Bukan urusan lo.”

Sampai 5 menit kemudian, supir yang biasa menjemput Oliv tak datang.

“Gimana Rama, sudah?” tanya Bu Rini yang baru saja kembali.

“Ya,” jawab Rama singkat. Cowok itu maju dan menyerahkan hasil pekerjaannya pada Bu Rini. Setelah dikoreksi dan dirasa jawabannya benar, Rama kembali dan membereskan tas hitamnya.

“Oliv masih belum dijemput juga?”

“Belum, Bu.”

“Memang rumahnya dimana? Nggak jauh, kan?”

“Enggak terlalu sih,” jawab Oliv.

“Kalau gitu...”

Bu Rini nampak berfikir sejenak.

“Pulang sama Rama saja. Boleh kan, Rama?”

o0o

“Saya pulang ya Bu, makasih!” pamit Oliv dengan senyuman. Ia senang bukan main, kapan lagi ia bisa berjalan berdua dengan Rama?

Tanpa ada gangguan dari teman-teman lesnya yang sangat mengganggu.

Maksud Oliv, tak sepenuhnya teman, sih.

“Rama?” panggil Oliv.

Rama hanya berdehem sebagai jawaban.

“Lo nggak sakit mata baca buku terus? Ini di jalanan loh, kalo misalnya lo baca buku kayak gini terus tiba-tiba mobil lewat gimana?” cerocos Oliv namun tak ada jawaban apapun dari Rama.

Oliv berpikir keras bagaimana cara agar bisa menarik perhatian laki-laki berkarakter dingin dan jutek itu.

“Oh ya, lo sekolah dimana sih?” tanya Oliv. Kini, mereka sudah berada dijalan besar, lumayan banyak kendaraan yang berlalu lalang disekitar sini. Dan posisi Oliv berada tepat disamping jalan raya, sedangkan Rama ada disebelah kirinya.

Bukannya menjawab, Rama justru menarik tas pink Oliv mendekat kepada dirinya.

Sedetik kemudian, sebuah motor berkecepatan tinggi melesat dengan begitu cepat.

Kini, jarak Oliv dan Rama tak kurang dari 10cm. Rama memperhatikan motor tadi dan berusaha mengingat plat nomornya.

Sedangkan Oliv? Jantungnya sudah tak bisa dikondisikan lagi.

Dikarenakan tinggi badan Oliv dan Rama yang terpaut agak jauh, maka kini wajah Oliv tepat berada didepan—

Ini perkara yang tak perlu dijelaskan sepertinya.

Rama sedikit menunduk, melihat wajah Oliv dari dekat ternyata semenyenangkan ini rupanya.

Bisa dilihat wajah Oliv yang mulai memerah.

Rama mati-matian menahan senyumnya agar tak terbit.

“SMA Kencana Jakarta.”

o0o

To be continue.

Jangan lupa vote dan comment.

With Love, Aulia🔔

The Seken One (SELESAI) حيث تعيش القصص. اكتشف الآن