Kejahilan Agung.

569 54 1
                                    

"Wassup, guys!" Ucap Abie setelah sampai dirumah Bu Rini. Dengan earphone yang hampir setiap hari nyantol ditelinga-nya.

"Lepas ngapa sih earphone-nya, eneg gue tau nggak lo." Gerutu Zanna yang mulai kesal karena Abie yang tak ada henti-hentinya mengenakan earphone pink-nya.

"Iya, warnanya kayak gitu lagi. Lo mau jadi bences?" Celetuk Agung sambil memainkan tangan-nya meniru banci Taman Lawang.

"Lebih cocok lo kali Gung." Kata Resti meniru gerakan Agung tadi.

"Lo salah server Bie. Tempat lo di Taman Lawang, bukan disini." Kata Ocha yang sedang mencoret-coret meja tulis yang disediakan.

"Yang lagi diomongin juga palingan nggak denger." Celetuk Putra yang sedang bermain game online di handphone-nya.

"Ocha love Nandy." Baca Resti yang duduk disebelah Ocha setelah melihat dan membaca hasil coretan tangan Ocha.

"Res, lo. Awas ya!" Tukas Ocha sembari menabok kencang pipi Resti.

"Aduh, gue cuma bercanda anjir!" Kata Resti sambil menabok pipi Ocha tak mau kalah.

"Assalamualaikum." Ucapan salam Nadine menggelegar diseluruh penjuru. Lantas, suaranya membuat semua menoleh.

"Waalaikumsalam." Ucap semua serentak. Takut dimarahin Zanna kalau tidak menjawab salam.

Tak lama setelah itu. Bu Rini keluar dari kamar-nya. Fyi, mereka semua ini mengadakan kegiatan belajar dirumah Bu Rini. Tepatnya, di ruang tamu dengan meja dan bangku yang disusun rapi.

"Sudah ada semua?" Tanya Bu Rini sambil mengambil kacamata-nya di laci meja.

"Sudah, Bu."

"Bentar Bu!" Celetuk Agung sambil mengangkat tangan-nya.

Aroma tak sedap mulai tercium. Seperti aroma-aroma...jengkol?

"Najis, Agung kentut!" Tukas Putra yang duduk bersebelahan dengan Agung.

"Hoek hoek hoek." Abie menutup hidung-nya dan berlagak seperti orang mau muntah.

"Makan apaan sih lo?!" Gerutu Nadine yang mulai tak tahan dengan bau ini.

Resti dan Ocha memilih untuk keluar. Sedangkan Zanna, hanya merem sambil menutup hidung-nya dengan tangan.

"Ya elah, maap. Nggak sengaja gue." Ucap Agung tanpa rasa bersalah.

"Alay lo semua. Nggak bau, wangi ini mah!" Lanjut Agung sambil meniru gaya andalan Roy Kiyoshi. Yang seperti sedang menghirup bau dalam-dalam.

Lagi dan lagi. Hanya Rama yang tidak bereaksi, ia juga tidak menutup hidung-nya seperti murid lain. Rama hanya fokus mengerjakan soal dari buku yang diperkirakan setebal 500 halaman itu.

"Agung, lain kali jangan begitu. Nggak sopan." Ucap Bu Rini yang juga sedang menutup hidung-nya.

"Hehe, maaf Bu." Ucap Agung dengan eye smile-nya.

"Sudah, semuanya masuk." Kata Bu Rini sambil mengambil buku paket Matematika.

"Kentut lagi gue gampar lo Gung." Ucap Nadine sambil melirik sinis Agung yang hanya terkekeh.

➖➖➖

"Yah, Bie. Nggak bisa diem amat dah. Kecoret kan!" Gerutu Putra disela-sela kegiatan mereka yang sedang mengerjakan soal.

"Cete mana cete." Teriak Agung menggelegar.

"Correction tape Gung. Bahasa apa itu cete." Celetuk Resti yang juga sedang mengerjakan soal.

"Nad, cete dong!" Kata Agung sambil mencolek kepala Nadine.

"Ck apaan sih? Ambil di tas." Kata Nadine yang masih berkutat dengan soal.

Agung membuka tas Nadine. Mengobrak-abrik isinya berniat mencari benda yang ia namakan cete itu. Agung tak semgaja menemukan sebuah amplop. Diam-diam, Agung membuka amplop itu dan membawa-nya ke genggaman.

"Wih, apaan nih." Kata Agung sambil membuka amplop yang ia tak tau isinya apa.

Nadine yang merasa terusik menbalikkan badan. Mendapati Agung yang sedang memegang sebuah amplop yang Nadine ingat merupakan amplop surat dari...Reza!

"Gung, siniin!" Ucap Nadine sambil berusaha mengambil amplop itu dari tangan Agung. Tapi sudah terlambat, Agung sudah terlanjur membuka surat itu.

Matilah Nadine.

Agung berdiri dan membenarkan letak baju yang ia kenakan.

"Gengs, bentar dong. Babang Agung mau baca surat." Ucap Agung bak orang yang sedang ingin presentasi.

"Gung sumpah, mati ya lo!" Tukas Nadine sambil ikut berdiri. Jangan sampai surat-nya dibaca!

Yang lain hanya bisa tertawa melihat kelakuan mereka. Tanpa ada niatan untuk membantu Nadine. Dan Nadine mengutuk akan hal itu.

"Gung, ah!" Nadine berjinjit, menyamakan tinggi-nya dengan Agung yang bisa dibilang jauh. Maklum, Agung itu anak basket disekolah-nya. Tak heran kenapa badan-nya tinggi menjulang.

"Untuk Nadine, dari Reza. Waduh, pembukaannya aja udah bikin gue baper. Aw!" Ucap Agung tak tau malu. Sedangkan Nadine, masih berusaha untuk mengambil surat-nya meski sulit.

"Hari ini, di Jakarta tanggal 4 September 2018. Udah tua ini surat ternyata."

"Gung, bangsat lo!" Ucapan Nadine tidak digubris oleh Agung.

"Kita bagaikan sepasang mata. Jika satu hilang, maka tak akan pernah lengkap." Ucap Agung dengan tangan keatas bak pembaca puisi pro.

"Kita bagaikan sepasang telinga. Jika satu hilang, maka tak akan pernah lengkap."

"Apaan nih? Kita bagaikan sepasang lubang hidung. Jika satu hilang, maka tak akan pernah lengkap." Ucap Agung diiringi gelak tawa semua orang. Kecuali Rama, tentunya.

"Nadine Khansa Purnama. Mau kan, jadi pacar aku?" Ucap Agung mengakhiri surat yang ia baca.

"Tuh Nad. Mau nggak?" Kata Putra tak tau situasi.

Nadine hanya diam. Berusaha memendam lebih kuat amarah yang sedari tadi menerpa-nya.

"Udah puas, Gung?" Tanya Nadine dengan suara yang dingin. Sama seperti logat Rama.

"Udah dong!" Jawab Agung benar-benar tak tau situasi.

Nadine merampas surat yang dipegang Agung dengan sekali tarikan paksa. Tatapan datar dan tajam-nya ia hunuskan pada teman-nya yang satu itu.

"Gue kurang suka, kalo ada yang buka-buka privasi orang lain." Ucap Nadine dingin lalu kembali ke tempat duduk-nya. Mengerjakan kembali soal dengan tatapan yang tak biasa.

Menyisakan Agung dengan logika-nya. Dan juga teman-temannya yang lain, yang sedang mengumpati kejahilan Agung lewat tatapan mata.

➖➖➖

To be continue.

Jangan lupa vote dan comment.

Love youu all.

The Seken One (SELESAI) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang