29. - Don't go away

Mulai dari awal
                                    

"Gue gak akan macam-macam, tapi gue bakal nunggu Maura sampai dia mau balik lagi ke gue"

Adrian tertawa mendengar perkataan Malvin. "Jangan terlalu menghayal deh lo, Maura gak akan pernah balik ke lo" balas Adrian sekenanya.

Suasana pun mendadak hening, Adrian yang tengah memainkan ponselnya dan Malvin yang masih berdiri memandangi foto bingkai Maura.

Adrian memasukkan ponselnya ke saku celananya dan menatap Malvin. "Jadi, kenapa lo gak pergi dari rumah gue? Hukuman lo udah gak berlaku lagi sejak enam bulan yang lalu"

Malvin menoleh sekilas. "Lo udah tau jawabannya, bukan?"

"Lo bisa tinggal di apartement atau beli rumah"

Malvin terdiam sejenak. "Gue ... gak terbiasa sendiri"

Mendengar itu Adrian pun terdiam, ini pertama kalinya ia mendengar suara Malvin yang terdengar begitu lirih dan putus asa. Adrian sadar jika Malvin tidak punya siapa-siapa lagi selain dirinya, jadi mungkin itu alasan mengapa Malvin tidak mau angkat kaki dari rumahnya.

"Adek gue bakal marah kalo dia liat lo nanti"

"Siapa?" tanya Malvin.

"Lo gak tau siapa adek gue?"

Malvin menggeleng, karena memang selama ia tinggal di rumah ini Malvin tidak pernah melihat foto adik Adrian terpajang di sekitar rumah besar ini. Kecuali foto Adrian sendiri, lalu foto Adrian bersama Maura dan Alvarel, dan foto Maura yang di hadapannya saat ini.

"Lo kenal dia, Vin. Dan lo bakal kaget kalo liat dia" Adrian lalu berdiri.

"Jangan macem-macem sama adek gue, atau kepala lo bakal bolong detik itu juga" lanjutnya lalu melangkah ke arah pintu.

"Sialan!" umpat Malvin.

Langkah Adrian terhenti di ambang pintu, pria itu berbalik menatap Malvin.

"Gue izinin lo tinggal di sini selama yang lo mau, asal lo mau berubah lebih baik lagi dan lupain Maura" ujarnya lalu berbalik dan menutup pintu kamar meninggalkan Malvin yang terdiam kaku menatap pintu kamar yang telah tertutup rapat.

☃☃☃

Arkan kini tengah duduk di balkon kamarnya, membaca lembar demi lembar halaman buku diary Maura sekaligus berusaha mengingat-ingat adegan yang Maura tulis di sana. Dua jam sudah berlalu namun Arkan tak mendapatkan sedikitpun ingatan tentang masa lalunya dengan Maura.

Arkan menutup buku diary Maura lalu menyandarkan punggungnya dengan mata terpejam dan menghela napas panjang. Merasa kesal dan kecewa pada dirinya sendiri yang merasa tak bisa mengingat apapun tentang Maura.

Bagaimana lagi cara agar ingatannya kembali? Ia tidak ingin melihat Maura menangis lagi.

Arkan meraih gelasnya yang sudah terlihat kosong. Cowok itu lalu bangkit dan melangkah masuk ke dalam, berniat untuk mengisi kembali gelasnya namun langkahnya terhenti di tengah-tengah ketika rasa sakit itu kembali menyerang kepalanya.

Arkan mengerang pelan, satu tangannya yang bebas terangkat memijit kepalanya guna untuk meredakan rasa sakit di kepalanya. Namun bukannya mereda, justru sakit itu malah semakin terasa hingga gelas yang di pegangnya pun terlepas dan pecah.

Tubuh Arkan terhuyung, cowok itu segera melangkah dan mendudukkan dirinya di pinggiran kasur.

Tiba-tiba sekelebat bayangan pun muncul di otaknya. Pecahan-pecahan memori yang memperlihatkan setiap Arkan menguncir rambut Maura dan bagaimana gadis itu tersenyum sipu dan berkata jika ia sangat menyukai aroma tubuhnya.

Pintu kamarnya pun terbuka menampilkan sosok Reyhan yang masuk dengan wajah paniknya saat mendengar suara pecahan yang berasal dari kamar Arkan. Lalu di susul Alex di belakangnya yang terkejut melihat keadaan kamar Arkan. Reyhan segera melangkah dan naik ke kasur mendekati Arkan.

My Cold Prince 2 || (T A M A T)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang