Ekspresinya tidak berubah banyak. "Dia baik-baik saja, Jihoon-ssi. Kau tidak perlu khawatir lagi tentang keadaan Jiyeon."

Lelaki dengan rambut hitam kecoklatan itu memang tidak asing lagi bagi Jihoonㅡ terutama Jiyeon. Hubungan keluarga Jiyeon dan Dokter Mark Lee sangat akrab hingga rasanya laki-laki itulah yang lebih dipercaya akan menjadi pendamping Jiyeon bahkan sejak saat Jihoon sedang berusaha keras memenangkan hati Shin Jiyeon, dulu.

Dokter Mark sangat paham bagaimana hubungan Jihoon dan Jiyeon sehingga ia memilih tidak memaksakan namun saat ini, ia pasti sudah mengetahui keadaannya telah berubah. Jihoon dan Jiyeon tidak seperti dulu. Laki-laki itu justru memiliki peluang lebih besar lagi.

"Dia akan pulih. Aku bisa memastikannya karena aku akan mengerahkan semua kemampuanku untuk merawatnya dengan baik," sambungnya lagi lalu tanpa mendengar tanggapan Jihoon ia pamit beranjak, nampak ada kesibukan lain dari gesturnyaㅡmasih dengan senyuman hangat penuh arti terpatri di bibirnya.

Kata-kata terakhirnya bergema di dalam kepala Jihoon, mengandung impuls khusus yang mengindikasikan ia juga tahu status terbaru tentang Jihoon. Apa senyumannya tadi menandakan ia telah merasa menang? Apapun itu, bukannya menghangatkan justru membuat Jihoon panas.

Jihoon akhirnya masuk ke kamar tempat Jiyeon dirawat. Gadis itu terkejut melihat kehadirannya, lalu mengarahkan tatapan tajam pada Woojin di belakangnyaㅡyang langsung mengedikkan bahu karena ia tidak kuasa menahan Jihoon yang memang menuruti kemauannya sendiri. Akhirnya lelaki itu berjingkat keluar ruangan, meninggalkan kedua orang dengan perasaan rumit satu sama lain itu.

"Bagaimana keadaanmu?"

"Kau tidak seharusnya di sini, Jihoon-ah."

"Kau baik-baik saja?"

"Kau seharusnya pergi, Han Sera menunggumu."

"Aku akan pergi setelah memastikan kau baik-baik saja."

Jiyeon menunduk, berusaha keras menahan air matanya yang mulai melumasi matanya yang mendadak perih. "Jihoon-ah, berhentilah," ujarnya lirih. "Kau telah menyerah, kan? Awalnya memang berat ketika keadaannya seperti ini. Tapi aku sadar, langkahmu sudah benar. Kau menyerah mempertahankanku jadi, lepaskan saja aku sepenuhnya. Sekarang kau tak perlu lagi melindungiku."

"Aku tidak bisa, Jiyeon-ah."

"Aku juga tidak bisa melihatmu terus seperti ini. Kau tidak bisa menggenggamku lagi, Jihoon-ah. Sadar atau tidak, kau menyakitinya dan juga aku." Setetes air mata jatuh tak terbendung lagi namun langsung diusap oleh Jiyeon. Gadis itu masih berusaha keras menguatkan diri sendiri. "Sekarang pergilah. Dia pasti menunggumu. Kau tidak seharusnya datang padaku, karena aku tidak lagi menunggumu."

Hati Jihoon mencelos, setelah terombang-ambing di antara dua pilihan kini seolah tergugah. Dia egois jika tetap mempertahankan Jiyeon di saat Sera sudah bersamanya. Dia baru sadar hal itu tidak hanya menyakiti salah satunya, tetapi keduanya. Dua gadis itu tersakiti dan secara otomatis, Jihoon juga menyakiti dirinya sendiri.

"Kau telah melakukan apapun untuk orang lain, Jihoon-ah. Sekarang giliranmu, bebaskan dirimu. Aku juga ingin melihatmu bahagia." Lagi-lagi Jiyeon mengusap pipinya dengan sebelah tangan yang dipasang infus. "Mulai saat ini, sadarlah. Bahagiamu bukan bersamaku lagi, tapi dengan Han Seraㅡistrimu."

Akhirnya Jihoon memang harus pergi. Lagipula ia memang tidak memiliki banyak waktu sejak awal. Setelah berkali-kali Woojin mengingatkannya akan waktu yang terus tergerus, Jihoon meninggalkan ruangan Jiyeon dengan pemikiran yang semakin rumit. Ia juga masih ragu dengan jawaban yang tercetus di hatinya.

Tanpa sengaja pandangannya menangkap sesosok laki-laki berhodie yang kemarin sempat berduel dengannya juga ada di rumah sakit ini. Luka-luka di wajahnya yang mulai pulih semakin meyakinkan. Lelaki itu tersenyum sinis ketika pandangan mereka bertemu tanpa sengaja dalam sepersekian detik.

Tell Me Why ▪ Park JihoonDonde viven las historias. Descúbrelo ahora