13. rahasia

260 91 7
                                    

Malam yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba, setelah kemarin malam kami mendapatkan pengumuman tentang susunan anggota osis, akhirnya sebentar lagi kami resmi dilantik. Sebentar lagi kamilah yang akan menjadi penerus kepengurusan osis setelah para anggota osis tahun lalu habis masa jabatannya.

Aku mematut-matut wajahku didepan cermin yang ada dikamarku. Memakai jas almamater dengan bangga malam itu. Senyumku tak kunjung padam dimalam yang indah ini. Membayangkan bagaimana nanti namaku akan terpanggil sebagai salah satu anggota osis dan naik ke atas panggung.

Zea yang berdiri disebelahku juga sudah siap melangkah untuk menyambut malam minggu dengan kesan yang berbeda kali ini.

Jangan tanya Adena, dia sudah siap sedari tadi. Meski wajahnya sedikit gugup karena nanti akan berdiri dibarisan depan tapi sekuat tenaga ia berusaha menenangkan pikirannya.

Oh, iya. Ternyata dugaanku tentang Julian yang ditunjuk sebagai ketua osis salah besar, meski tidak terlalu jauh melesat karena malam ini dia akan menempati kursi wakil ketua osis. Sedangkan Adena akan berdiri anggun disebelahnya sebagai sekretaris osis.

Jangan tanya aku dan Zea, kami hanya sebagai anggota yang kurang penting di salah satu bagian dari osis. But, it's okay.
Selama kita menjalaninya dengan iklas pasti akan ada hikamh yang berkah yang kita dapatkan kelak.

"Jangan gugup, De. Nanti cantiknya luntur lho!" Zea menenangkan Adena yang masih sibuk bergelut dengan pikirannya.

Adena tersenyum simpul, mengangguk. "Yaudah kita langsung ke panggung utama yuk!"

●●●

"Hai, De." Lambain tangan Julian mengarah kepada kami, tidak bukan kami. Lebih tepatnya lambaian itu mengarah hanya untuk Adena.

"Julian, Mi. Ini kesempatan." Adena menyikutku.

Kesempatan apa sih? Jelas-jelas Julian memberinya lambaian, menyapanya. Bukan aku. Tidak akan pernah mungkin dia menyapaku. Haruskah aku yang menyapanya? Tidak mau, ah!

Julian mendekat ke arah kami dengan senyuman yang merekah kepada seorang gadis yang berdiri disampingku, seorang gadis yang ayu dengan kesempurnaannya.

"Mau ke panggung, kan?"

Adena hanya mengangguki pertanyaan yang keluar dari mulut Julian.

"Yaudah, bareng-bareng, ya." Julian langsung mengambil alih untuk berjalan beriringan dengan Adena.

Aku dan Zea beraungut-sungut menatap kedua insan didekat kami. Ah! Bagaimana mungkin aku mengharapkan balasan cinta dari seseorang yang jelas dari matanya terpancara cinta untuk orang lain, orang lain yang setingkat dengannya.

Apalah arti Arumi jika dibandingkan dengan Adena. Tidak ada bandingannya.

Tapi, baru dua langkah berjalan Adena menghentikan langkahnya. Ia berbalik menatapku dan Zea yang belum melanjutkan langkah mengekori mereka.

"Kenapa, De?" Julian sadar bahwa Adena tak lagi melangkah.

Adena sedikit kelihatan sedang berpikir.

"Eemmm... anu... aku mules, aku kemar mandi dulu ya sama Zea. Kamu duluan aja sama Arumi. Daahhh." Adena langsung ngancir sambil memegang perutnya dan menarik pergelangan tangan Zea, Zea yang ditarik justru hanya mengikuti tarikan tersebut.

BALASAN [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang