1. awal cerita

2.5K 216 66
                                    

Aku memasukkan baju-bajuku ke dalam lemari, menyusun satu persatu hingga tak tersisa didalam tas besar itu dan tertata rapi ke dalam lemari yang ku buka lebar-lebar pintunya.

Setelah semuanya selesai aku menghirup nafas dalam-dalam, menutup mataku sejenak, mengingat baik-baik pelukan mama tadi sore sebelum beranjak pulang meninggalkanku.

"Baik-baik ya sayang! belajar yang rajin! Bikin mama bangga! Mama janji bakalan sering jengukin kamu."

Mama memelukku erat. Sangat erat. Sebelum akhirnya mencium keningku kemudian kembali memelukku erat.
Lalu Pelukan itu harus kembali dilepas lagi ketika mama harus beranjak pulang. Meninggalkanku di tempat yang asing ini.

Ya, ditempat ini sekarang aku harus melanjutkan sekolah ku. Sekolah Menengah Atas. Kata orang masa SMA adalah masa paling indah, masa dimana kita akan mulai mengerti banyak hal tentang perasaan, perasaan... yang dinamakan cinta oleh orang-orang.

Hehe.

"Iya ma, Arumi janji bakalan belajar yang rajin disini, bakalan banggain mama." aku membalas pelukan mama, pelukan yang sangat erat, yang belum pernah ku berikan sebelumnya.

Setelah puas berpelukan, mama mulai melajukan mobilnya, beranjak meninggalkan area sekolahku, sekolah swasta yang mengharuskan siswa siswinya untuk tinggal di asrama yang telah ditentukan oleh pihak yayasan.

Sulit memang untuk meninggalkan mama sendirian di rumah, tapi ini sudah menjadi keputusanku yang tidak bisa diganggu oleh siapapun dan oleh apapun.

Keputusan besar ini ku rasa tidak akan menjadi masalah. Ah, sudah lah aku belum bisa menentukannya sekarang. benar atau salahnya keputusan yang telah ku pilih ini biarlah waktu yang menjawabnya.

Jika kalian bertanya tentang mengapa aku memilih untuk pergi dari kotaku dan tinggal di asrama, jawabannya mudah sekali tapi jawaban yang mudah itu akan membuatku kembali ke dalam lubang masa lalu, masa lalu kelam yang digores oleh rasa bersalah yang terus mencuam.

Sudahlah, aku lelah jika harus membahas itu. Biarlah aku menjalani kehidupan baruku dengan tenang tanpa gangguan. Aku benar-benar lelah.

●●●

"Kita sekelas kan?" Zea teman sekamarku bertanya antusias.

Aku mengangguk sambil tersenyum sebagai jawaban.

Besok sekolah akan dimulai, setelah menjalani masa pengenalan sekolah beberapa hari lalu, akhirnya susunan anggota kelas diumumkan. Aku dan Zea akan belajar di kelas paling ujung selama kelas sepuluh, selama setahun.

Disini aku memilih jurusan IPS untuk ku pelajari. Jika ditanya kenapa IPS? Kalian bisa tebak jawabannya. Karena aku tidak suka berhitung. Otakku langsung akan pingsan jika kalian mengajaknya untuk berhitung. Tapi jika kalian ingin mengajaknya jalan-jalan maka tanpa pamitan ia akan mengekori kalian kemanapun.

Di sekolah swasta ini hanya terdapat dua jurusan, IPA dan IPS. Muridnya tidak seramai di sekolah negeri yang ada diluar sana. Letaknya di ujung desa yang jauh dari lautan, suasananya begitu damai dan tentram, tak jarang aku harus berselimut dan memeluk diri sendiri jika malam tiba. Sejuk sekali

●●●

Hari-hari berikutnya terlewat tanpa ku sadari, tiba-tiba saja waktu yang bergulir tanpa henti telah membawaku nyaman dan betah disini, juga membawaku pergi lebih jauh lagi dari ruang gelap menuju gemerlap cahaya.

"Ke kantin yok!" Zea berseru setelah menutup bukunya ketika istirahat tiba.

Aku yang masih setia duduk dikursiku sambil menatap ke luar jendela menoleh ke arah Zea. Ah, dia merusak lamunanku.

Meski sekarang melamun masih menjadi temanku tapi perlahan Zea mulai menggantikan posisinya. Zea menjadi teman baikku selain melamun, tak jarang ia mencarikan topik pembicaraan agar keheningan terpecahkan. Pokoknya seru, deh, punya teman seperti Zea.

Perlahan ia mulai menarikku naik, naik untuk kembali ke dalam kehidupan yang harus terus dijalankan, dan tidak terpaku pada satu titik.

Aku mengangguk, memberi jawaban atas ajakan Zea.

"Enak ya, tau gini maunya aku beli dua tadi." Zea berseru sambil mencomot tahu isi yang hanya sempat ia beli satu.

Kami memutuskan untuk memakan jajanan kami dikelas. Di kantin terlalu ramai, aku tidak suka. Dan aku langsung saja menarik tangan Zea untuk keluar dari kantin agar Zea tidak duduk di keramaian itu.

"Iya Ze, ini enak." aku mengangguk, menyetujui komentar Zea tentang tahu isi yang telah ku lahap beberapa saat lalu.

"Kamu tau gak sih, katanya dikelas tengah sana ada cowok ganteng!" Zea antusias membahas topik pembicaraannya kali ini.

Aku menatap Zea tanpa ekspresi, datar tanpa makna, kemudian kembali sibuk dengan jajananku.

"Arumi, aku serius. Kamu gak tertarik gitu buat kenalan?"

"Zea, kita udah bahas ini. Please, stop it!"

Zea terdiam dengan kesal mendengar jawabanku. Aku memang telah bercerita kepada Zea tentang ini, tentang hati yang mati dan mungkin tak bisa hidup lagi.

"Semua itu masa lalu arumi, kamu harus berdamai dengannya. Bagaimana pun juga itu semua adalah bagian dari dirimu sendiri." Zea menatapku sendu kala aku bercerita panjang lebar tentang itu, tentang luka yang aku buka kembali jahitannya.

Aku hanya menunduk, tanpa ekspresi sama sekali. Berusaha menenangkan diri sebisaku, tanpa mau mengeluarkan air mata.

●●●

"Arumiiii! ayok kita ke lapangan basket!" Zea menarik tanganku tanpa ampun untuk mengikuti langkahnya.

Aku yang seperti biasanya hanya duduk termenung didepan jendela menatap sekitar untuk menghabiskan waktu istirahat, terpaksa mengekori langkah Zea menuju lapangan basket. Entah untuk apa, aku tidak tau. Palingan aku hanya akan betah lima menit untuk ikut serta meramaikan lapangan basket. Lalu tanpa mau tau langsung melangkah pergi menemani kesepianku lagi.

Siang itu, lapangan tampak ramai sekali, siswa siswi duduk bergerombolan, beramai-ramai menyoraki para pemain basket yang sedang sibuk menggiring bola, dan sesekali mengopernya ke teman satu tim untuk mencetak poin.

Aku duduk disamping Zea yang sudah sibuk berbicara degan teman-teman lain yang tampaknya sudah duduk disini sedari tadi. Mereka memperhatikan para pemain dengan antusias. Jangan tanya tentangku. Aku hanya menatap kosong kearah lapangan yang dipenuhi para pemain dengan sorakan yang terus bersahut-sahutan.

"Mi, liat deh yang lagi giring bola sekarang, itu dia cowok ganteng yang pernah aku bilang." Zea berbisik.

Aku hanya menoleh sebentar tanpa peduli. Tidak menarik perhatianku sama sekali. Wajahnya tidak terlihat begitu jelas karna aku hanya bisa melihatnya dari samping. Dia sedang sibuk dengan gerakan assist-nya yang bertujuan agar bola bisa masuk ke dalam ring.

Aku beranjak pergi ketika Zea sudah semakin antusias dengan tontonannya yang tak berhasil menarik perhatianku yang katanya mahal itu. Aku tidak suka keramaian.

Teriakan Zea yang memanggil namaku dan memintaku untuk kembali hanya ku acuhkan, aku ingin kembali ke kelas dan duduk didepan jendela sekarang juga. Tidak mau melakukan hal bodoh seperti tadi lagi. Tidak penting sama sekali. Tidak ada hubungannya dengan hidupku secuilpun.

●●●

Holaaaa my lovely readers, makasi banyak udah mampir diceritaku. Jangan lupa vote teman-teman:) sampai jumpa di part selanjutnya.

BALASAN [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang