Jawaban Bilqis

97 16 2
                                    

“Sejauh mana kamu akan melangkah, jika dia jodohmu, ia pasti akan mendekat. Pun sedekat mana kamu menariknya, jika ia bukan jodohmu, pasti akan melangkah jauh.”
(NadyrPtr)

***

Zaidan kebingungan mendengar cerewatan Azra yang melebihi Zania. Pagi-pagi sekali, remaja 19 tahun itu sudah mengekorinya ke mana saja usai salat Subuh. Hal itu dilakukannya untuk merayu Zaidan agar mau menjadi supirnya dan Bilqis hari ini. Ia hendak mengajak Bilqis keliling Istanbul.

“Kenapa nggak kamu saja yang nyetir? ‘Kan kamu sudah sering ke Istanbul,” protes Zaidan yang sedang menjemur pakaiannya di halaman belakang rumah.

Azra memajukan bibirnya beberapa senti pertanda ia sedang manyum. Lantas ia berkata, “SIM-ku ketinggalan di rumah, Bang.”

“Ke mana saja?” tanya Zaidan yang tampak jengah diekori mulu.

Senyum Azra pun melebar luas. “Enggak jauh! Hanya ke Topkapi Palace Museum, Hagia Sophia Museum, terus salat Dzuhur di Suleymaniye Mosque. Pulangnya kita ke super market untuk beli bahan makanan soalnya Kak Iqis mau masak masakan Aceh. Ih, sedapnya,” khayal Azra di ujung penjelasannya membuat Zaidan mendengus dan Azra pun terkekeh. “Mau, ya?” tanya Azra untuk memastikan kesiapan Zaidan dan pria itu mengangguk.

Azra memekik tertahan kegirangan lantas meninggalkan Zaidan dan cuciannya begitu saja. Tanpa Zaidan ketahui, Azra tengah mempersiapkan sesuatu. Semalam ia tak sengaja menguping pembicaraan Zaidan dan Bilqis kala ia mencari keberadaan Bilqis. Dan ia hendak bermain-main dengan Zaidan dan Bilqis. Bermain dengan hal baik, yakni terus menyatukan Bilqis dan Zaidan. Walaupun ia tak tahu apakah setelah Bilqis kembali ke Aceh dan Zaidan kembali ke Bandung mereka akan bertemu lagi atau tidak. Setidaknya, dengan menyatukan mereka di sini, akan menyatukan mereka di Indonesia. Begitulah pemikiran Azra.

Tepat pukul sembilan pagi waktu Istanbul, Zaidan sudah siap dengan mobilnya. Ia menunggu dua penumpang tanpa bayaran di dalam mobilnya. Tak lama, Azra masuk bersama Bilqis di kursi penumpang bagian belakang. Melihat Azra yang duduk di belakang bersama dengan Bilqis, Zaidan pun mendengus.

“Memanglah aku supir,” cicit Zaidan menggunakan bahasa Indonesia yang tak dimengerti oleh Azra. Sengaja dilakukannya karena tak ingin membuat keributan bersama gadis yang sudah dianggapnya adik. Namun, Bilqis mendengarnya dan terkekeh geli. Ia mendengar dari Azra bahwa sebenarnya Zaidan sedari subuh tadi menolak. Namun karena rengekannya yang jelas Zaidan tak suka, jadinya pria itu bersedia membawa mereka ke mana saja.

Selama di perjalanan, Zaidan hanya diam dengan memokuskan diri dalam berkendara. Namun telinganya sesekali menangkap pembicaraan Bilqis dan Azra. Ah, bukan sesekali, tapi semuanya ia dengar. Ia pun mendengar curhatan Bilqis mengenai sosok pria bernama Sultan. Bilqis lupa bahwa ada Zaidan yang pasti akan menguping. Apalagi, pria itu baru saja menyatakan perasaannya semalam. Jelas, Zaidan merasa bersyukur saat tahu bahwa hati Bilqis sedang tidak dimiliki oleh siapapun.

Walaupun ia tidak tahu apakah cintanya terbalaskan, setidaknya ia tahu bahwa ia tak menyatakan cinta pada milik orang lain.

***

“Saya mau ke kamar mandi dulu, ya, Kak. Kebelet,” ujar Azra dan berlalu begitu saja meninggalkan Bilqis dan Zaidan berdua dalam keramaian. Suasana yang tadinya tampak cair, seketika langsung membeku.

Bilqis berjalan pelan namun mencoba tidak terlalu jauh dari tempat Azra meninggalkan mereka agar gadis itu mudah menemukan mereka kembali. Saat kaki Bilqis melangkah, kaki Zaidan pun ikut melangkah di belakangnya. Ia tak ingin Bilqis terlalu jauh dan tersesat dalam kerumunan. Ke mana kaki Bilqis melangkah, Zaidan pun ikut melangkah.

Malam Lailatul Qadar (Series Ramadan) [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang