Terbayang Kenangan Pahit

116 17 7
                                    

“Jika kamu ingin bahagia, jangan biarkan masa lalu mengusikmu. Kamu boleh melihat ke belakang, namun jangan membawanya kembali.”
(Nazil Irham)

***

Zaidan keluar dari ruang dosen dengan senyum yang mengembang. Di awal Ramadan kali ini ia mendapatkan nikmat yang begitu besar. Proposal tesis yang diajukannya diacc dan ia akan naik seminar tiga hari lagi. Dengan senyuman yang mengembangnya, ia langsung masuk ke musola fakultas dan menunaikan salat dzuhur secara berjamaah. Usai salat, ia mendapatkan permintaan para teman-teman himpunan mahasiwa S1 untuk memberi tausiah singkat kepada seluruh umat muslim yang saat itu ikut berjamaah. Tanpa menunggu lama, Zaidan pun duduk di depan mikrofon yang sudah menyala.

Dengan menggunakan bahasa Turki dan sedikit dicampur dengan bahasa Inggris, suara bas yang serak khas Zaidan mulai menggema.

“Sebelum lebih jauh saya bercerita, saya mengucapkan selamat menunaikan ibadah berpuasa bagi kita semua sebagai umat muslim. Mohon maaf jika saya memiliki banyak kesalahan selama ini. Baik itu dalam berbicara saya secara langsung maupun secara tidak langsung dan pengisian sosial media saya yang tersebar secara luas.”

Zaidan mulai bercerita dan membuka pencerahan hati tentang perjalanan Rasulullah. Ia juga menjelaskan dosa yang kita dapatkan jika melanggar sebuah hal yang membatalkan puasa dan pahala yang kita dapatkan jika menjalankan puasa dengan baik. Ia juga menjelaskan pahala apa saja yang kita dapatkan jika melaksanakan salat sunah tarawih. Orang-orang di sekelilingnya mendengar dengan khusyuk. Sebagian orang merekam dan melakukan siaran langsung di akun mereka masing-masing untuk menyebarluaskan ajaran Islam yang disampaikan oleh Zaidan.

“Seperti itulah dosa dan pahala yang akan kita dapatkan. Semoga di bulan yang penuh berkah ini, pahala terus dilimpahkan kepada kita dan dosa jauh dari catatan harian kita. Mohon maaf jika banyak kesalahan dan kekurangan dalam saya berbicara. Karena sesungguhnya kesalahan dan kekurangan adalah milik saya, kelebihan dan kesempurnaan adalah milik Allah yang menciptakan umat manusia, hewan, langit, dan bumi beserta dengan seluruh isi yang tak terlihat. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakautuh.”

Usai menutup tausiah singkatnya yang sudah berlangsung selama 20 menit, Zaidan duduk berkumpul bersama para mahasiswa dari S1 maupun S2 beserta para dosen yang sebagian sudah bergelar profesor. Mereka mengobrol ringan seputar ilmu kuliah maupun ilmu lainnya sampai tak terasa satu jam berlalu dengan cepat. Zaidan pamit undur diri, ia sungguh letih hari ini. Dirinya belum sempat tidur dari kemarin saat ia ke Ankara dan kembali lagi ke Istanbul tadi pagi. Jadinya, ia memutuskan untuk pulang dan beristirahat.

Zaidan melajukan mobilnya dengan kecepatan standar. Mulutnya berkomat-kamit mengucapkan dzikir dengan beraturan. Matanya memandang lurus ke jalanan yang sangat lapang. Sampai, pandangannya tertembus ke masa lalu. Gerakan mulutnya pun berhenti seketika. Zaidan terus terbayang hal yang menyakiti hatinya. Fitnah yang masih bertebaran saat ini, ternyata tak bisa membuat ia tenang di negara lain. Ia memang tegar, tapi hatinya tetap saja teriris sampai saat ini. Apa lagi saat melihat banyak komentar dan postingan yang mencemoohkan keluarganya di Indonesia. Hati keluarganya yang menangislah membuat hati dan jantung semakin teriris.

Lima tahun yang lalu, sebelum semuanya hancur, hidup Zaidan sangatlah indah. Segalanya berjalan dengan amat indah. Tak ada yang kurang dari kehidupannya. Ia menyelesaikan S1 dengan lulusan terbaik dan bergelar cum loude yang amat jelas membanggakan orang tua. Ia kembali ke Indonesia dengan gelar sarjana yang amat diimpikannya. Ia bertausiah ke sana-kemari dan menjadi guru teladan di pesantren abinya maupun madrasah aliyah yang tak jauh dari rumahnya dan di bawah naungan yayasan sang abi. Hidupnya nyaris sempurna saat ia bertemu dengan sosok murid yang berhasil mencuri hatinya.

Malam Lailatul Qadar (Series Ramadan) [Terbit]Where stories live. Discover now