Tujuh - Pasukan Lantai Dua

69 26 43
                                    

Ingat! Sambil baca, sambil voment gengs! Happy reading!

――――――――――

S E T E L A H membersihkan toilet, Ara membersihkan tangannya serta membenahi pakaiannya yang tampak kusut. Mahatra datang menghampirinya.

"Mau ke kantin?" tanyanya.

Ara menghentikan aktivitasnya. "Kamu duluan aja, deh. Aku nyusul nanti sama teman-teman aku."

"Kenapa?" tanya Mahatra tidak suka dengan jawaban Ara.

"Ya, kan, aku punya teman. Kamu juga. Ramai malah," sahut Ara santai.

"Ya, udah kalau gitu. Kamu jangan lupa makan!" pesan Mahatra lalu mengacak-acak rambut Ara sekilas.

Ara hanya tersenyum sambil memperbaiki rambutnya agar telinganya yang perlahan memerah tertutupi. Ara berbelok ke kanan. Sedangkan Mahatra sudah membelah lapangan sekolah. Ara harus ke kelasnya lebih dulu.

Ara kembali menjadi pusat perhatian saat melewati koridor satu hingga dua. Bisik-bisik pun terdengar kala mereka tahu, siswi pindahan dan selalu juara umum dari jurusan bahasa baru kali ini mendapat hukuman. Ara yang mendengar, hanya menggendikkan bahunya acuh. Gosipan baginya hanya cerita receh yang malah hanya membuatnya mengantuk.

"Araaa!" Ara sontak menutup telinganya. Ketiga sahabat katroknya berlari beringin hendak memeluknya, namun Ara langsung mengangkat tangannya tanda tak mau.

Rosa, Nada, dan Jesika langsung merengut. Ia membuka jalan untuk Ara menuju kursi duduknya.

"Gimana hukumannya?" tanya Nada berceletuk. Ara hanya melirik sekilas lalu mengangkat bahunya. Tangannya membuka tas dan mengeluarkan sebotol minyak telon yang menjadi parfum favoritnya.

"Serius, ih! Ini hukuman pertama kamu, heh!" Jesika bersuara. Ia menarik kursi di depan Ara.

"Enggak gimana-gimana. Ya, gitu. Masak sedap? Namanya hukuman pasti enggak enak. Tapi―" Belum selesai berbicara, Rosa langsung menyelah ucapannya membuat Ara berdecak kesal.

"Tapi apa?"

"Saya juga baru mau ngomong, dodol! Main nyambar aja kayak petir." Rosa hanya menyengir bagai kuda.

"Nah, terus?" tanya Rosa polos lagi.

"Ada Mahatra," jawab Ara membuat ketiganya tampak kaget.

"Kamu seriusan? Kok, bisa?" tanya Jesika penasaran. Rosa dan Nada juga sudah duduk; seperti sudah siap mendengar cerita Ara.

"Dia juga dihukum," jawab Ara santai. "Jadi, kita berdua bersihin toilet," tambahnya.

"What?!" Ketiganya terperangah.

"Eh, tunggu dulu! Kamu dihukum bersihin toilet karena bolos hari kemarin. Jangan-jangan Atra bolos bareng kamu, ya!" Jesika menatap Ara dengan horor. Ara berusaha menetralkan wajahnya. Jesika selalu pandai meramal.

"Kemarin aku dijemput dia. Panjanglah ceritanya. Malas kalau mau cerita dari awal. Kalian udah pada tahu orang tua aku itu gimana. Kebetulan Mahatra jemput aku dan bersamaan dengan orang tuaku yang lagi ribut. Aku minta tolong sama dia buat bawa aku segera menjauh dari rumah. Tahu-tahunya dia bawa aku ke taman," papar Ara.

"Ih! Enak banget jadi kamu, sih! Lagian kenapa gitu Atra bawa kamu ke taman? Bukannya ke sekolah, jadinya enggak dihukum kayak gini, kan?" Ara melarikan pandangannya pada Nada yang sedang bertopang dagu.

"Entah. Katanya enggak mungkin aku bisa fokus belajar kalau pikiranku lagi kacau." Ara kembali merapikan rambutnya yang sudah diikat satu.

"So sweet banget, tuh, Atra. Untung hati aku udah kebal yang kayak gini. Kayaknya Atra suka, deh, sama kamu. Jarang-jarang, lho, dia mau dekat sama cewek," ucap Jesika dengan raut wajah murung. Dia adalah salah satu fens berat dari seorang Mahatra Destrajingga.

GEMINTANG AKSARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang