"Hyung," panggil Namjoon, "ada sesuatu yang ingin kukatakan padamu."
Yoongi mengangguk, tetapi perhatiannya masih terfokus pada pemandangan di depan matanya, "Katakan saja."
Ini dia, Namjoon.
Namjoon menarik napas panjang, lalu menghembuskannya perlahan.
"Yoongi-hyung, aku menyukaimu."
Setelah mengatakan itu, Namjoon dapat melihat Yoongi yang tertawa kecil sambil menggelengkan kepalanya.
"Aku juga, Namjoon-ah. Kau kan tahu itu."
Sadar bahwa Yoongi belum memahami perkataannya, Namjoon cepat-cepat mengoreksi dirinya, "Bukan... bukan yang seperti itu, Hyung. Ini berbeda. Mungkin aku perlu mengulanginya."
Mendengar itu, Yoongi kini menolehkan kepalanya, menatap Namjoon dengan tampang yang kebingungan. Kalau bukan yang seperti itu lalu apa? Benci? Yoongi bertanya-tanya dalam hati, padahal sudah jelas ia mendengar dengan telinganya sendiri bahwa Namjoon mengatakan bahwa ia menyukainya. Tentu saja Yoongi menyukainya juga. Bagaimana tidak, Namjoon adalah sahabat baiknya sejak kecil.
Kini ia melihat wajah Namjoon yang sebelumnya kaku dan gugup, berubah menjadi lebih lembut. Yoongi bahkan tidak sanggup terus menatap mata Namjoon yang berwarna hitam yang segelap malam, memantulkan cahaya dan bayangan, yang membuat jantungnya berdegup kencang seberapa lamanya Namjoon kembali menatapnya dengan kedua mata tersebut.
Dan senyuman Namjoon, yang terlihat tulus dan rendah hati memperlihatkan lesung pipinya sedikit walaupun ia tidak tersenyum lebar.
Yoongi pun mengalihkan pandangannya dari Namjoon menuju sungai di depannya. Seberapa gugupnya ia, tetap saja tidak ingin ditunjukkannya. Memang, malam membuat segalanya tidak terlihat sejelas matahari menyinari, tetapi sinar bulan malam itu membuat segalanya cukup jelas.
Bahwa sahabatnya, Kim Namjoon...
"Yoongi-hyung, aku mencintaimu."
Ah.
Yoongi sempat merasa napasnya berhenti sebentar, baru menyadarinya setelah ia menarik napas karena membutuhkan udara. Kedua tangannya meremas pelan tali yang memagari pinggir jalan dan sungai, dan jantungnya semakin berdegup lebih kencang dari sebelumnya.
Merasakannya, Yoongi pun merasa takut. Ia tidak pernah merasakan hal ini sebelumnya. Jantung yang berdetak kencang itu membuat dirinya ketakutan, bagaimana kalau dia sampai jantungan? Walaupun itu memang tidak cukup memungkinkan, tetapi bukan berarti ia tidak takut.
Lalu, cinta? Terakhir kali ia berpacaran, saat ia duduk di bangku SMA, ia bahkan tidak dapat mempertahankannya. Gadis itu memang baik dan manis, tetapi Yoongi yang masih baru dalam menjalin sebuah hubungan pun tidak yakin akan dirinya sendiri. Lagipula, ia bahkan tidak percaya dengan kata itu lagi.
... Cinta? Yoongi sempat melihatnya, sempat mempercayainya, yakni yang dimiliki oleh orang tuanya. Namun, yang selalu teringat di kepalanya adalah suara teriakan kedua belah pihak, gebrakan meja, dan kursi yang jatuh tak karuan. Walaupun kini hubungan kedua orang tuanya mulai membaik, tetapi ia telah melihat "retakan" yang sempat terjadi, dan ia telah memandang buruk kata tersebut.
Mengapa repot-repot memilikinya, jika pada akhirnya akan hilang?
Yoongi masih belum dapat menerima perkataan Namjoon bahwa sahabatnya sendiri mencintai dirinya, dan Yoongi tidak pernah mengetahuinya sampai saat ini. Semua situasi ini sangat membingungkan, dan Yoongi tidak tahu harus menjawab apa dan bagaimana. Yoongi pun mengatupkan kedua bibirnya dengan erat, merasakan keheningan yang dingin dan mencekam.
YOU ARE READING
With Golden String
Fanfiction[COMPLETED] "Maaf aku tidak punya apa pun, Hyung. Maksudku... jika aku seorang pelukis, aku akan melukiskan dunia untukmu, dan jika aku seorang penyanyi, aku akan menyanyikan lagu untukmu. Namun, aku hanya... aku. Aku hanya bisa memberikanmu puis...
Chapter 3
Start from the beginning
