23 | B a g a s k a r a

168 9 0
                                    

 Kamu masih ingin berlama-lama terluka olehnya, sementara di dekatmu ada aku yang siap menyembuhkanmu dari luka.

Sorot mata Althaf menangkap seorang lelaki dengan setelan seragam yang sama dengan Zara tengah berjalan mendekat. Matanya mengedar seperti mencari seseorang sampai tatapan kedua lelaki itu bertemu. Althaf sempat dibuat terkejut sebelum akhirnya mengerti siapa yang sedang dicari olehnya.

"Cepet abisin makanannya. Dijemput tuh."

Mendengar itu, Zara langsung menolehkan kepala mengikuti arah pandang Althaf.

Belum sepenuhnya menoleh, Ken sudah menemukan mereka dan mengomel tiada tara, "Kenapa jadi sama Althaf padahal kemarin-kemarin sama gue, hah?"

"Tadi gue cariin lo gak ada, ya udah pulang duluan aja lah gue," cicit Zara merasa bersalah sebab telah mengabaikan hal itu begitu saja. Remeh baginya tapi mengkhawatirkan banyak orang.

"Pulang duluan tapi sama pacar. Iya? Fungsinya otak tuh buat apa sih, Zara?" omel Ken lengkap dengan ketukan pelan pada kepala Zara. "Fungsinya hp tuh buat apa sih, sekalian aja pake speaker sekolah kalo mau nyariin gue."

Risih karena ini kali kedua ia mendapat toyoran di kepala hari ini, Zara segera menepis kasar tangan Ken yang masih bersarang di kepalanya. "Yaudah sih ih bawel banget! Kan gue bisa pulang sama Althaf, ngapain dijemput. Ganggu aja."

"Lo balik gak pamit, Nazla aja gak tahu. Gimana gak khawatir?! Pulang, gue gak mau dibantah."

Sementara itu, Althaf jadi gemas sendiri melihat tingkah dua anak manusia yang hanya berstatus sahabat itu, sudah seperti musuh bebuyutan dari orok.

"Pulang sana," perintah Althaf lembut yang langsung mendapat anggukan paham dari Zara.

Sebenarnya jika boleh membantah Ken, Zara akan melakukannya. Tapi ia rasa ini akan memalukan jika tetap ingin melakukannya, terlebih Ken sedang dalam mode emak-emak seperti ini. Bisa-bisa ia diomeli habis-habisan di depan para pengunjung kafe. Siapa yang malu?

"Aku sayang kamu," ujar Zara masih sempat-sempatnya. Senyumnya merekah, kedua lesung di pipinya tercetak.

"Gue lebih sayang," balas Althaf dengan suara kecilnya, lebih seperti berbisik. Namun, hal itu tidak serta-merta lepas dari pendengaran Ken. Cowok itu masih bisa mendengarnya dengan jelas, sangat jelas bahkan, sampai-sampai membuatnya muak tidak sabar ingin membawa Zara pergi dari sana.

"Thanks," ucap Zara pada akhirnya dengan posisi lengan yang mulai diseret oleh Ken bak anak kambing.

"Ih apaan sih, Ken! Sabaran dikit dong, gue bisa jalan sendiri. Ribet amat lo cowok," racau Zara keras-keras sampai mendapat tatapan orang-orang yang pada menahan tawanya.

"Gue lebih sayang," cicit Althaf mengulang kembali ucapannya. Detik pertama ia tersenyum karenanya; manis. Lalu detik berikutnya ia geli, demi apa pun geli, mengutuk diri mengapa harus berkata hal demikian diantara banyaknya kata yang dapat diucapkan.

***

Melepas Zara bersama Ken tak lantas membuat Althaf tenang begitu saja. Ia semakin uring-uringan. Mulutnya memang bisa semudah itu memberi Zara izin untuk pulang tanpa dengannya, tapi hatinya, sungguh siapa pun mungkin tidak akan bisa menebaknya.

Jika boleh, Althaf ingin posesif saja pada cewek itu. Tapi posesif bukanlah Althaf. Ia tidak senang diberi banyak aturan dan dikekang, maka dari itu ia berusaha untuk tidak memberi banyak aturan dan mengekang Zara. Gadis itu sudah memahaminya dengan baik, sudah memberinya pengertian lebih, karenanya ia tidak sampai hati untuk melukai.

BAGASKARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang