22 B | B a g a s k a r a

176 13 1
                                    

Bagaimana aku tidak curiga, mereka genit semua- Zara

Althaf
Pulangnya sama gue, tungguin.

Althaf
Jangan kemana-mana, di halte biasanya aja, inget!

Dua notifikasi muncul di ponsel Zara setelah sepersekian menit yang lalu kegiatan belajar mengajar di kelasnya telah usai. Ia mengedarkan pandangan ke seisi kelas; nihil, tidak ada siapa pun selain dirinya dan juga- tas Ken tapi tanpa pemiliknya.

Mencatat materi segudang yang ada di papan serta meresume materi hari ini sudah menjadi alasannya setiap hari untuk pulang lebih lambat dari teman-temannya. Berada di dalam kelas sendirian tak membuat gadis berbadan mungil itu bernyali kecil, ia sudah kebal. Pernah dulu ia meminta Nazla untuk menemaninya, tapi Nazla sudah mencak-mencak ingin segera pulang saja. Karena prinsipnya ‘Suka terburu-buru pulang untuk tidak melakukan apa-apa’.

Karena itu Ken yang selalu menemani Zara, pun membawa Zara pulang bersamanya dan memastikan bahwa gadis itu sampai di rumah dengan selamat. Setiap hari? Iya. Namun, kali ini mengapa lelaki itu hanya menyisakan tas di dalam kelas, tanpa raganya seperti biasa.

Bodolah, Zara tidak terlalu ambil pusing. Mungkin masih ada kegiatan bersama anak-anak eksktrakurikuler sepak bola.

Ia segera mengemasi barang-barangnya dan langsung melenggang dari dalam kelas. Untuk urusan memberitahu Ken jika ia akan pulang lebih dulu kali ini, itu bisa diatur nanti. Ken tidak secerewet itu orangnya, cerewet sih, dikit.

Ini Zara yang terlalu lama di dalam kelas atau Althaf yang terlalu niat menjemput Zara, sih. Setibanya Zara di halte, Althaf sudah siap sedia di sana. Bahkan cowok itu sudah melepaskan helmnya, apa sudah terlalu lama?

“Laper?” tanya Althaf mengawali obrolan begitu gadisnya telah berdiri tepat di sisi kiri.

“Enggak.”

“Gak pinter boong jangan dipaksain boong, ketahuan,” balas Althaf sembari mulai mengenakan helmnya lagi.

Motor baru saja melaju dengan kecepatan sedang, sedangkan Zara sudah unjuk pendapat di tempatnya. “Makan di ayam bakarnya Mang Didin, ya?”

Mendengar kalimat tak terduga itu Althaf jadi terkekeh saat itu juga, “Tadi katanya gak laper?”

Hening, tidak ada balasan lagi.

Lagi-lagi Althaf terkekeh dibuatnya, “Gak. Masa Tuan Putri makan di pinggir jalan.”

“Ih enak tau ayam bakarnya.”

“Di kafe depan juga gak kalah enak.”

“Aku pinginnya Mang Didin.”

“Kali ini nurut dulu, ya?”

“Y-yaudah,” balas Zara pada akhirnya. Jarang sekali Althaf tidak menuruti apa yang ia mau, maka sekalinya itu terjadi lebih baik ia mengalah saja takut-takut Althaf memiliki alasan dibalik ini. Althaf kadang tidak seterduga itu sifatnya.

Sudah menit ke sepuluh semenjak dua porsi ayam bakar tersaji di hadapan mereka. Althaf sudah menghabiskan miliknya, sementara Zara masih terlihat menyisihkan kulit-kulit ayam yang akan ia makan terakhir. Asal kalian tahu saja, kulit ayam milik Althaf tadi sudah diambil paksa oleh Zara. Si pemilik sempat menahan dan tidak menyetujui aksi ambil mengambil secara paksa itu. Pada akhirnya mau bagaimana lagi cewek selalu menang dan harus selalu menang.

BAGASKARAWhere stories live. Discover now