53. Nadir🍃

346 81 21
                                    

Siyeon hanya diam duduk bersandar di tembok sembari memeluk lututnya. Kepalanya tertunduk, seakan tak berani menatap lelaki yang ada di hadapannya.

"Kenapa kabur dari rumah?" tanya Jeno.

Siyeon menggeleng pelan.

Jeno menghela napas, "Ayo pulang."

Lagi-lagi Siyeon hanya menggeleng.

"Kakak lo pasti khawatir, Yeon. Dia pasti ngira kalo gue yang nyuruh lo kabur."

Gadis itu bergeming, masih belum mau menatap lelaki yang ada di hadapannya.

"Udah makan?" tanya Jeno.

Siyeon menggeleng.

"Ayo, gue anter pulang sekalian nyari makan."

Akhirnya Siyeon menganggukkan kepala dan bangkit dari tempat duduknya.




Kedua remaja itu berjalan dalam diam, beriringan namun tetap menjaga jarak satu sama lain. Siang ini tidak turun hujan, namun langit terlihat mendung dan angin berhembus membuat Siyeon memeluk tubuhnya karena dingin.

Jeno segera melepaskan jaketnya dan memberikannya pada Siyeon. Gadis itupun hanya diam ketika Jeno menyampirkan jaket di pundaknya.

"Mau makan apa?" tanya Jeno.

"Ramen di minimarket," pelan Siyeon.

Jeno pun mengangguk kemudian melanjutkan perjalanannya menuju minimarket.

Siyeon masih saja memeluk kuda poninya erat-erat sembari menunggu Jeno membelikan ramen untuknya.

"Nih, makan dulu," ucap Jeno.

Siyeon menatap ramen panas yang ada di hadapannya, terlihat begitu enak apalagi ia belum makan dari kemarin. Tapi entah kenapa gadis itu hanya terdiam meratapi ramen tersebut.

"Kenapa?" tanya Jeno.

Siyeon tak menghiraukan pertanyaan lelaki itu, yang ada ia malah menangis sembari memeluk bonekanya.

"Yeon? Kenapa nangis?" tanya Jeno.

Siyeon mencoba menghentikan tangisannya, tapi malah semakin menjadi-jadi.

Jeno menghela napas kemudian mengalihkan pandangannya ke tempat lain. Ia mendiamkan Siyeon selama beberapa saat, berharap gadis itu menenangkan dirinya, namun ia sadar bahwa perlakuannya itu salah.

Saat seorang perempuan menangis yang harus kamu lakukan adalah memeluknya, bukan mendiamkannya.

Jeno tiba-tiba teringat dengan quotes yang dulu pernah dikirimkan Siyeon. Ia pun mengambil posisi duduk di sebelah Siyeon dan memeluk gadis itu seerat mungkin.

"Nggak apa-apa, nangis aja," ucap Jeno sembari mengusap lembut kepala gadisnya.

Siyeon pun menangis sejadi-jadinya, menumpahkan segala rasa sakit bercampur rindu yang memuncah di dada.

Cukup lama Siyeon menangis sampai akhirnya tangisan gadis itu mereda dengan sendirinya.

Jeno menatap Siyeon yang masih sesenggukan di pelukannya, "Sekarang makan ya? Gue suapin."

Gadis itu perlahan membuka mata kemudian mengangguk kepala.

Jeno pun tersenyum tipis melihat Siyeon makan dengan lahap, tak lupa ia membelikan banana milk kesukaan gadisnya.

"Gimana? Udah mendingan?" tanya Jeno. Siyeon mengangguk.

Jeno menempelkan punggung tangannya di dahi Siyeon, masih terasa hangat. Iapun mengeratkan jaket yang dikenakan gadisnya.

"Ayo pulang."

Keduanya lantas bangkit dari tempat duduk dan berjalan bersama.

Jeno melirik Siyeon yang berjalan di sebelahnya, kondisi gadis itu jelas sedang tidak baik-baik saja, terlihat dari keringat dingin yang bercucuran di keningnya padahal baru berjalan beberapa meter.

"Gue gendong aja ya?"

Siyeon menggeleng.

Jeno mendecak kemudian berjongkok di memunggungi gadisnya, "Ayo naik. Nggak ada penolakan."

Mau tak mau, Siyeon hanya bisa menuruti perintah Jeno untuk naik di punggung lelaki itu karena kepalanya tiba-tiba terasa pusing.

Selama perjalanan pulang, keduanya lebih memilih bungkam karena tidak tau apa yang harus dibicarakan.

Jeno melirik Siyeon yang menyandarkan kepala di pundaknya, "Jangan tidur ya, Yeon."

"Iya," lirih Siyeon.

Jeno pun sempat memperbaiki posisi gadisnya sebelum melanjutkan perjalanan.

Tak lama kemudian, mereka pun sampai di tempat tujuan. Jeno menekan bel di sebelah pagar, sementara Siyeon hanya diam di belakang lelaki itu.

Pintu berderit pelan dan menampilkan sosok Jihoon dibaliknya.

"Oh, jadi lo lagi yang bawa kabur adik gue?" sinis Jihoon.

Siyeon segera berdiri di depan Jeno ketika Jihoon maju selangkah.

"Minggir kamu, Kakak mau kasi pelajaran buat dia."

Siyeon bergeming, menatap tajam sang kakak.

Jihoon mendecak kemudian mendorong Siyeon hingga gadis itu tersungkur ke tanah.

Jeno hendak membantu Siyeon, namun Jihoon dengan cepat mendaratkan pukulan di wajah lelaki itu.

"Jangan berantem!" teriak Siyeon dengan sisa tenaga yang dimilikinya.

"Udah berapa kali gue bilang, jangan deketin adik gue lagi, bangsat!!" ucap Jihoon kemudian lanjut memukuli Jeno.

Sementara itu, Jeno hanya diam dan tidak melawan sama sekali.

Siyeon yang melihat semua itu tidak bisa diam saja. Ia mencoba untuk menghentikan kakaknya yang keras kepala itu.

Sekuat tenaga, Siyeon mendorong Jihoon kemudian memeluk Jeno erat-erat. "Jeno, bawa gue pergi dari sini."

"Maaf, Siyeon. Gue nggak bisa."

"Gue nggak mau tinggal sama dia. Gue mau ikut sama lo," ucap Siyeon sesenggukan.

"Siyeon, dengerin gue, dia kayak gitu karena dia sayang sama lo. Dia mau yang terbaik buat lo."

"Tapi, gue nggak mau. Dia egois, dia nggak pernah ngertiin gue. Please, bawa gue pergi."

Jeno menatap Jihoon yang mematung di tempatnya. Iapun bingung harus berbuat apa sampai ia merasakan tubuh Siyeon yang terasa semakin lemas.

"Yeon?" panggil Jeno yang tidak mendapat respon apa-apa.

Tak lama setelahnya, Siyeon pun ambruk ke tanah.

🍃🍃🍃












Tbc...

Ya ampun lama bet nggak update huhu maaf ya man teman🙏

DandelionWhere stories live. Discover now