04. Misterius🍃

1.1K 229 46
                                    

"Koran!!"

Siyeon segera keluar ketika mendengar suara tukang koran di depan rumahnya. Langkahnya terhenti melihat wajah tampan si tukang koran yang tersembunyi di balik topinya.

"J-Jeno?" ucap Siyeon tidak percaya.

Jeno hanya diam, masih dengan wajah datarnya.

"Lo.. tukang koran?" tanya Siyeon.

Jeno malah memberi Siyeon koran, alih-alih menjawab pertanyaan gadis yang ada di hadapannya.

"Makasih. Korannya masih banyak?"

"Lumayan," jawab Jeno.

"Tunggu disini sebentar," suruh Siyeon lalu berlari masuk ke dalam rumah.

Jeno hanya diam, tak memberi respon. Namun, lelaki itu menuruti perintah Siyeon untuk menunggunya. Setelah beberapa menit, akhirnya gadis itu muncul lagi dari dalam rumahnya.



"Ini bayaran buat korannya. Dan ini bonus buat lo," ucap Siyeon sembari menyodorkan uang dan sebotol air.

Jeno terdiam sejenak, kemudian tangannya bergerak mengambil sebagian uang yang diberikan Siyeon. "Gue digaji kok, nggak usah repot-repot."

"Tapi kanㅡ"

"Terima kasih," potong Jeno cepat lalu segera beranjak dari sana.

"Jeno!! Tunggu!!" teriak Siyeon sembari mengejar Jeno yang mengendarai sepeda.

Lelaki itu terpaksa berhenti lalu menoleh ke belakang. "Apa lagi sih?"

"Kalo kamu nggak mau uang, plis terima airnya. Kamu pasti haus kan?"

Jeno menghela napas lalu mengambil sebotol air pemberian Siyeon. "Thanks."

Siyeon tersenyum tipis, "Semangat."

Sementara itu, Jeno hanya geleng-geleng kepala dan segera pergi.

Siyeon tersenyum menatap punggung Jeno yang semakin menjauh, menurutnya lelaki itu sangat misterius dan ia tertarik dengan itu.



🍃🍃🍃



Jeno terbangun dari tidurnya ketika ada seseorang yang mengetuk pintu kamar. Dengan sempoyongan, pemuda itu berjalan ke arah pintu dan membukanya perlahan. Ia sedikit terkejut ketika ada orang yang langsung masuk menubruknya dan segera menutup pintu kamar.

"Hh.. Kakak udah makan?" tanya Lami tanpa basa-basi dengan napas yang masih terengah-engah.

Jeno menatap Lami gusar, "Kamu ngapain kesini malem-malem? Ntar kalo ketauan Bunda gimana?"

Lami meletakkan jari telunjuknya di depan bibir, mengisyaratkan lelaki yang ada di depannya untuk tidak berisik. "Sshh.. jangan keras-keras, Kak."

"Kamu ngapain kesini?" tanya Jeno lagi, sedikit memelankan suaranya.

"Kakak udah makan?"

Jeno menggeleng pelan. Jujur saja ia belum makan dari tadi pagi dan perutnya terasa sangat lapar sekarang.

Lami tersenyum lalu mengeluarkan sebungkus roti coklat yang disembunyikannya di balik baju.

"Ini buat Kakak," ucap Lami sembari menyodorkan roti itu pada kakaknya.

Jeno menatap roti dan Lami secara bergantian. "Kamu dapetㅡ"

"Tenang aja kak, barusan aku beli roti ini di warung. Bunda nggak tau kok," ucap Lami seakan-akan tau segala pertanyaan yang ada di kepala Jeno.

Jeno tersenyum tipis lalu mengambil roti yang ada di tangan adiknya, "Makasih ya."

Lami mengangguk pelan lalu mengambil posisi duduk di sebelah Jeno. Ia hanya diam memperhatikan setiap lekuk wajah kakaknya yang sedang melahap roti. Bibir tipis, hidung mancung, ditambah mata indah yang akan membentuk bulan sabit saat tersenyum, membuat lelaki itu terlihat sangat tampan dan juga manis.



Jeno menoleh ke samping. "Kenapa?" tanyanya karena sadar sedang diperhatikan.

"Kakak ganteng," balas Lami. "Kok Kakak nggak ada mirip-miripnya sama aku ya?"

Jeno tersentak. Tentu saja mereka tidak mirip karena mereka lahir dari rahim yang berbeda.

Lami melambaikan tangannya di depan wajah Jeno, "Kak? Kok ngelamun?"

"Ah? Nggak apa-apa."

"Coba aja Kak Jeno bukan kakak kandung aku, pasti udah aku jadiin pacar," ucap Lami yang lantas membuat Jeno tersedak.

Cepat-cepat Lami mengambil segelas air yang ada di atas meja lalu memberikannya pada Jeno.

Jeno meminum air itu sampai habis, kerongkongannya terasa kering saat mendengar kata-kata yang terlontar dari adiknya. Bagaimana jika gadis itu tau bahwa sebenarnya mereka bukan saudara kandung? Apa ia akan sungguh-sungguh memacari kakak tirinya?



"JENO!!!" Sebuah teriakan dari seorang wanita paruh baya berhasil membuat kakak beradik itu kelimpungan.

"Gimana ni, Kak?" tanya Lami panik.

"JENO!! BUKA PINTUNYA!!" Teriakan itu terdengar lagi karena sang pemilik kamar belum juga menunjukkan batang hidungnya.

Jeno yang sama paniknya dengan Lami melihat ke sekeliling kamar. "Kamu sembunyi di lemari!" suruhnya pada sang adik.

Lami mengangguk mengerti kemudian menuruti perintah Jeno untuk bersembunyi di lemari.

Jeno menarik napas dalam-dalam sebelum membuka pintu, tak lupa ia menyembunyikan bungkus roti yang tadi dimakannya.



Cklek.



Pintu berderit pelan dan menampilkan sosok Bunda dengan wajah merah padam. "Kenapa lama banget bukanya?!!" tanyanya penuh amarah.

"Ma-maaf, Bunda. Jeno ketiduran."

"Enak ya jam segini udah tidur," sinis Bunda. "Jemuran kenapa belum diangkat?"

"Maaf, Bunda. Jeno lupa."

Puk!

Satu pukulan mendarat di kepala Jeno. "Masih umur segini udah pikun. Sana angkat!"

Jeno mengangguk pelan, "Iya, Bunda."

Bunda beranjak pergi dan Jeno cepat-cepat mengeluarkan Lami dari dalam lemari.

"Aku bantuin ya angkat jemurannya, Kak?" tawar Lami.

"Nggak usah, sekarang mending kamu cepet-cepet balik ke kamar."

"Tapiㅡ"

"Lami," potong Jeno. "Dengerin Kakak."

"Ck, iya iya sekarang aku ke kamar," ucap Lami kemudian beranjak pergi sembari menghentak-hentakkan kaki.

🍃🍃🍃










Tbc...

Vibesnya kang koran banget:')

Vibesnya kang koran banget:')

Ουπς! Αυτή η εικόνα δεν ακολουθεί τους κανόνες περιεχομένου. Για να συνεχίσεις με την δημοσίευση, παρακαλώ αφαίρεσε την ή ανέβασε διαφορετική εικόνα.
DandelionΌπου ζουν οι ιστορίες. Ανακάλυψε τώρα