05. Practice🍃

1K 221 38
                                    

Hari ini masih sama seperti hari-hari biasanya, dimana Jeno dan Siyeon duduk berdua tanpa mengucapkan sepatah kata. Mereka sibuk memperhatikan guru yang sedang menjelaskan materi di depan kelas. Sampai bel pulang sekolah berbunyi pun mereka tak saling sapa seakan-akan mereka bisu dan tuli.

"Jeno?" panggil Siyeon ketika lelaki itu hendak pergi.

Jeno berhenti dan menoleh ke belakang.

"Gue mau ngomongin tugas kesenian."

"Kenapa nggak dari tadi sih?" kesal Jeno.

Siyeon menundukkan kepala, "Maaf."

Jeno menghela napas lalu kembali duduk di bangkunya, "Yaudah cepetan."

Siyeon melirik Jeno yang duduk di sebelahnya. Lelaki itu menatapnya intens, menunggu kata-kata yang akan diucapkannya.

"Hng... gimana kalo kita nge-dance? Aku udah ada konsepnya," usul Siyeon.

"Gue nggak bisa," ucap Jeno.

"Gue ajarin sampai bisa. Nggak susah kok."

"Oke."

"Ayo mulai latihan."

"Sekarang?" tanya Jeno.

"Iya. Lo nggak bisa?"

"Bisa. Dimana?"

"Mau di rumah gue atau disini ajㅡ"

"Disini."

"Yaudah ayo."

Mereka pun mulai menggeser meja-meja yang ada di kelas agar lebih leluasa untuk bergerak.

Siyeon menunjukkan beberapa gerakan pada Jeno lalu meminta lelaki itu untuk mengikutinya. Akan tetapi, menari bukanlah keahlian seorang Jeno, lebih baik ia menghafal berbagai macam rumus matematika daripada menari seperti ini.

"Ngapain lo ketawa?" protes Jeno ketika melihat Siyeon tertawa kecil sembari menatapnya.

"Kaku banget sih, kayak kanebo kering," goda Siyeon.

"Lo sebenarnya mau ngajarin atau ngatain gue?" kesal Jeno.

"Iya, maaf. Santai dong, marah-marah mulu kerjaannya."

Kali ini mereka berlatih lebih serius. Jeno termasuk orang yang cerdas, ia bahkan sudah menguasai beberapa gerakan yang baru saja dipelajarinya. Walau masih sedikit kaku, tapi ingatannya tak perlu diragukan lagi.

Sekitar 2 jam lebih mereka menghabiskan waktu bersama untuk latihan. Banyak hal yang terjadi selama 2 jam terakhir, beberapa kali Jeno terpeleset dan terjatuh. Bukannya membantu, Siyeon malah mentertawakan Jeno hingga membuat lelaki itu sangat kesal padanya.





"Jeno.. jangan marah dong," rayu Siyeon sembari menyamakan langkah dengan lelaki yang ada di sebelahnya.

Jeno hanya diam, terfokus pada jalanan yang ada di depannya.

Karena kesal tak mendapat respon apapun, Siyeon menarik-narik lengan seragam Jeno.

"Apa sih?!" tanya Jeno tajam.

Siyeon tersentak, tiba-tiba wajah lelaki yang ada di sebelahnya menjadi menakutkan.

"Gue minta maaf, jangan marah dong. Tadi gue cuma bercanda," pelan Siyeon.

"Udah kan?" tanya Jeno.

Siyeon mengernyitkan dahi, "Udah apa?"

"Udah selesai kan lo buang-buang waktu gue?"

"Kok lo ngomongnya gitu sih? Gue kan cuma minta maaf."

"Oke," ucap Jeno singkat kemudian melenggang pergi.

"Tunggu dulu!" ujar Siyeon sembari menahan pergelangan tangan Jeno.

Jeno menepis Siyeon hingga gadis itu terjatuh ke tanah. "Lo kenal gue baru 3 hari. Jangan sok deket sama gue karena gue nggak suka dan nggak sudi temenan sama lo!"

Lagi-lagi Siyeon dibuat kaget dengan kata-kata menusuk dari lelaki yang ada di hadapannya. Ia menatap sendu punggung Jeno yang semakin lama semakin menjauh. Hatinya berkecamuk, entah kenapa ia sangat yakin bahwa Jeno adalah orang yang baik dan ramah.

"Gue nggak bakal nyerah, Jeno."




🍃🍃🍃




Jeno terkejut ketika melihat sang adik yang tertidur pulas di sofa ruang tamu. Ini sudah jam 12 malam dan ia baru saja sampai di rumah selepas bekerja part time di sebuah cafe. Jeno berjalan pelan-pelan mendekati Lami, tak mau membuat adik kesayangannya terbangun.

Ia tersenyum tipis melihat wajah lelap sang adik yang menurutnya sangat cantik. Perlahan tangannya bergerak mengusap lembut kepala Lami, entah kenapa ia tak bisa menahan untuk tak menyentuh kepala adiknya.

"Hng.. Kakak?" Lami tiba-tiba terbangun dari tidurnya.

"Yah, jadi bangun. Maaf," ucap Jeno sembari menjewer kedua telinganya.

"Kakak dari mana aja? Kenapa baru pulang?" tanya Lami.

"Baru pulang kerja."

Lami menarik tangan Jeno, membuat lelaki itu terduduk di sebelahnya. "Udah, berhenti aja kerjanya. Aku nggak suka liat Kakak pulang malem-malem."

"Nggak bisa gitu dong. Kakak kan harus bayar sewa rumah setiap bulan."

"Aku bakal bilangin Bunda supaya Kakak nggak usah bayar. Ini kan juga rumah Kakak."

Jeno tersenyum tipis, "Jangan ya. Nanti kamu bisa dimarahin Bunda."

Lami membuang muka, "Gitu aja terus, udah dibilangin kalo aku nggak takut sama Bunda!"

Jeno menghela napas lalu bangkit dari tempat duduknya. Jika sudah begini lebih baik ia pergi daripada berujung pada pertengkaran.

"Kakak mandi dulu ya? Gerah banget," ucap Jeno yang tak mendapat respon apa-apa dari adiknya.

Jeno berjalan menuju kamar mandi, tapi langkahnya tiba-tiba terhenti ketika ada seseorang menyelipkan tangan di pinggangnya.

"Kakak jangan marah ya, maafin Lami."

Jeno berbalik lalu menatap teduh sang adik. "Siapa yang marah?"

Tanpa basa-basi, Lami langsung menubruk tubuh sang kakak dan larut ke dalam pelukan hangatnya. "Kak, tugas fisika aku belum selesai. Aku nggak ngerti."

Jeno terkekeh pelan, "Ututuu.. kasian banget. Nanti Kakak bantuin buat deh."

Nada melepas pelukannya lalu mencium singkat pipi Jeno. "I love you," ucapnya lalu segera berlari menuju kamarnya.

Jeno meraba pipinya, perlahan senyuman manis mengembang di bibirnya. Beginilah sifat Jeno jika sudah bersama adiknya, lembut dan hangat. Sangat berbeda dengan Jeno yang biasanya dikenal di luar sana.

🍃🍃🍃














Tbc...

Double? 20 yes lanjutt

DandelionOn viuen les histories. Descobreix ara