14. What's Wrong?🍃

859 187 26
                                    

Jeno terbangun dari tidurnya ketika suara nyaring bel masuk telah berbunyi. Ia melirik jam dinding yang terpasang di depan kelas, sudah pukul 8 pagi dan Siyeon belum datang juga. Apa gadis itu tidak masuk sekolah?

Entah kenapa Jeno jadi merasa bersalah, apa kemarin ia terlalu keras pada gadis itu?

Bagi seorang Lee Jeno yang tidak tau menau tentang perempuan, ia tentu tidak mengerti betapa lembutnya hati seorang perempuan. Ia menganggap lelaki dan perempuan itu sama saja karena ayah dan bundanya pun sama-sama memiliki hati sekeras batu.

Namun, sepertinya ia salah. Tidak semua perempuan seperti bundanya.

Jeno hanya diam, menatap kosong papan tulis dengan pikiran yang kacau. Pelajaran yang yang dijelaskan pun masuk kanan keluar kanan, alias mental.

Berharap pelajaran segera berakhir, Jeno pun lebih memilih tidur, lagipula pelajaran sejarah tidak terlalu penting, hanya mengenang masa lalu saja.







"Jeno! Bangun!"

Rasanya baru beberapa menit Jeno tertidur, ada seseorang yang tiba-tiba membangunkannya. Ia mengerjapkan mata beberapa kali dan melihat Siyeon sudah duduk di sebelahnya.

"Nggak ke kantin?" tanya Siyeon.

"Udah bel istirahat ya?" Jeno nampak ling-lung.

"Udah. Mau ke kantin bareng?"

Jeno mengangguk, "Ayo."

"Jen, lo ngomong sama siapa?" tanya Hyunjin yang kebetulan duduk di depannya.

Jeno menoleh ke samping dan tidak melihat siapapun disana. Sial, apa ia baru saja berhalusinasi?

"Ish, udah miskin, gila lagi," ucap Hyunjin lalu cepat-cepat pergi.

Jeno mengusap kasar wajahnya, ia melihat kelas yang sudah sepi, semua orang sudah pulang dan menyisakan dirinya seorang diri.

Dengan cepat ia merapikan buku dan pulang ke rumah, hari ini adalah jadwalnya mengantarkan koran




...





Biasanya Jeno sangat malas jika harus mengantarkan koran ke rumah Siyeon, namun kali ini berbeda. Ia benar-benar tidak sabar ke rumah gadis itu.

"Koran!" teriak Jeno.

Tak lama kemudian, pintu gerbang pun terbuka dan menampilkan seorang wanita paruh baya.

"Tumben, biasanya Siyeon yang nerima koran," gumam Jeno.

"Kebetulan Non Siyeon belum pulang sekolah, makanya saya yang nerima," ucap wanita itu.

Jeno mengangkat alisnya. Bukannya Siyeon tidak datang ke sekolah hari ini?

"Terima kasih," ucap Jeno setelah menerima bayaran korannya.

Lelaki itu mengayuh sepedanya di siang yang terik ini. Pikirannya masih saja melayang pada Siyeon.

Untuk apa gadis itu bolos sekolah? Jeno bertanya-tanya.




Tin!!




Jeno spontan mengerem ketika sebuah sepeda motor mengklakson dirinya. Sial, hampir saja ia menerobos lampu merah karena melamun. Kan tidak lucu jika dirinya tertabrak karena sibuk memikirkan Siyeon.

Lelaki itu mengayuh kembali sepedanya ketika lampu jalan sudah berubah hijau. Rasanya panas sekali, namun masih ada beberapa rumah yang harus ia kunjungi.

Jeno menghentikan sepedanya di pinggir jalan. Matanya menyipit ketika melihat seorang gadis yang tampak familiar baginya.

"Siyeon?" Jeno bergumam sembari memperhatikan gadis yang duduk bersimpuh di area pemakaman.

Jeno hanya diam, tanpa berniat menghampiri gadis itu.

Setelah beberapa saat, Jeno melihat gadis itu bangkit dan berjalan keluar dari area pemakaman. Ia berjalan menunduk hingga tak menyadari kehadiran Jeno sama sekali.



"Siyeon?" panggil Jeno.



Gadis itu berhenti dan menoleh ke belakang. Matanya terlihat sembab dan hidungnya merah.

"Kenapa nggak sekolah?" tanya Jeno.

Seakan tak peduli, Siyeon malah melanjutkan langkahnya.

Jeno memarkirkan sepedanya di pinggir jalan dan berlari mengejar Siyeon. Ia menahan pergelangan tangan gadis itu.

"Mau apalagi sih?!" bentak Siyeon dan menepis tangan Jeno dengan kasar.

"Lo kenapa?" tanya Jeno, pertanyaan yang sangat bodoh.

"Gue benci banget sama lo, Jeno!" seru Siyeon kemudian berlari menjauh.

Jeno mematung di tempatnya. Ia hanya memperhatikan punggung Siyeon yang hilang di persimpangan tanpa ada niat untuk mengejarnya.

Jeno menghela napas, ia kembali menuju sepedanya dan sesekali menoleh lagi ke belakang. Entah kenapa ada sesuatu yang mengganjal di hatinya dan ia tidak tau itu apa.

"Ah, bodo amat," gumam Jeno kemudian mengayuh sepedanya pergi.

🍃🍃🍃














Tbc...

Terima kasih sudah membaca❤

DandelionWhere stories live. Discover now