Angkara

41 5 2
                                    

Para bandit bergegas meninggalkan gubuk tersebut, mereka yakin Intan tidak mungkin selamat dari kobaran api yang kini sudah melalap gubuk itu.

Intan yang sedang sekarat sudah tidak sadarkan diri di dalam gubuk itu. Anehnya api tersebut tidak sedikitpun membakar tubuh Intan. Perlahan-lahan dari kobaran api yang menyala, muncullah sesosok makhluk berwujud tengkorak yang dikelilingi oleh api yang menyala. Dia mendekati Intan yang sedang pingsan.

Tengkorak itu berkata, "Rekanku akhirnya tibalah saat kelahiran kita, mulai dari sekarang kita akan menjadi satu!" Dia menyentuh dahi Intan dengan lembut, tampaklah cahaya menyala dari dahinya, perlahan-lahan, tengkorak itu dan sekujur Intan terbakar dalam nyala api yang sangat besar. 

Dari dalam kobaran api itu, muncullah Intan yang secara ajaib kembali mengenakan pakaiannya. Di dahi Intan menyala sebuah lambang merah. Lambang itu adalah tanda bahwa Intan dan Angkara sudah menjadi satu. Dia berdiri dan berjalan keluar dari kobaran api. Matanya kini berwarana merah.

 Matanya kini berwarana merah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Lambang Angkara

Made by JessicaLayantara

Sementara di sisinya muncul juga makhluk lain yang melayang tidak berkaki namun berwujud seperti pria kekar berukuran raksasa dengan wajah tengkorak. Matanya menyala bagaikan api.

Angkara dalam wujudnya setelah terlahir kembali

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Angkara dalam wujudnya setelah terlahir kembali

Sumber foto: Foto: nawasanga.wordpress.com

Intan memegang api itu ditangannya, namun dia sama sekali tidak merasakan panas sama sekali, malah api itu bisa dikendalikannya. Dia memandang makhluk itu sembari tersenyum, "jadi kau kah Angkara?" 

"Iya Intan, kita ditakdirkan untuk bersama di kehidupan sebelumnya, kehidupan ini, maupun kehidupan yang akan datang, kau dan aku adalah satu," balas Angkara.

"Iya aku bisa merasakannya, jiwa kita adalah satu, terima kasih Angkara sudah menolongku di saat yang tepat, maukah kau membalas dendam pada orang-orang yang sudah memperkosa dan mencoba membunuhku?" tanya Intan.

"Tentu saja tuan putri, apapun akan hamba lakukan demi engkau," jawab Angkara.

Intan berjalan keluar dari gubuk yang tengah terbakar itu. Sesampainya di luar, diambilnya segenggam api dari tanah yang terbakar lalu dilemparkannya api itu ke arah gubuk tersebut hingga timbul ledakan dashyat. Intan berjalan pulang sembari tersenyum, untuk pertama kalinya dia memiliki kekuatan untuk menghukum orang-orang yang suka menindas orang lain. Dia berpikir, seandainya dia bertemu Angkara lebih awal mungkin orang tuanya dan kedua kakaknya masih ada bersamanya, tapi sudahlah sekarang dia hanya ingin membalas dendam pada Adi dan kawanannya.

............................................................................................................................................

Sementara itu di Buleleng, Tjoe Hauw dan kawan-kawan sedang mendiskusikan cara untuk mengalahkan Nirjiva yang meneror desa itu. 

"Guru Delano mengajarkanku teknik untuk menyembunyikan diri dari Nirjiva, nah aku menyempurnakan teknik itu menjadi teknik mengelabui Nirjiva, jadi kita akan membawa 3 benda yakni 1 anak ayam, 1 telur, dan 1 induk ayam. Aku akan menaruh mantra di 3 benda tersebut sehingga Nirjiva itu akan mengira bahwa penduduk desa sedang membawa bayi, anak kecil, dan perempuan hamil," kataku sembari menjelaskan. 

"Baiklah, kalau begitu kita istirahat dulu malam ini supaya besok pagi, kita bisa menuju hutan itu," sahut Bambang. 

Aku berharap rencana ini akan berhasil. Aku sudah ingin segera pulang untuk bertemu pujaan hatiku.

Tiba tiba aku merasakan kekuatan jahat yang sangat besar, "Apa ini!" tanyaku pada diriku sendiri. Tanpa sadar aku memegang dadaku karena aku merasakan sesak napas yang aneh.

"Ada apa kawan?" tanya Bambang padaku.

"Apa kalian merasakannya, aku tiba tiba merasakan ada suatu kekuatan jahat yang sangat besar sekonyong-konyong muncul begitu saja," kataku pada mereka

"Aku tidak merasakan apapun, bagaimana denganmu Widi?" tanya Bambang.

Widi menggelengkan kepala, "Tidak, aku tidak merasakan apa apa saat ini, apa kau yakin baik-baik saja Tjoe Hauw?"

"Tidak mengapa mungkin aku hanya terlalu lelah," jawabku menenangkan mereka. Aku tahu ini pasti bukan karena aku kelelahan namun telah terjadi sesuatu akan tetapi entah kenapa mereka berdua tidak merasakannya. Entahlah, aku harus menghubungi guru untuk berdiskusi mengenai hal ini.

Esok paginya, kami berangkat pukul 08.00 menuju ke hutan yang menjadi tempat pemujaan Nirjiva itu. Kami membawa 1 telur, 1 anak ayam, dan 1 induk ayam yang sudah kami pasang dengan mantra penyamaran. Hutan itu awalnya tampak seperti hutan biasa namun makin ke dalam hutan ini semakin gelap. Rimbunnya pepohonan membuat sinar matahari di beberapa tempat tidak sampai ke permukaan. Dengan berbekal peta yang diberikan Pak Gunarto kami menyusuri aliran sungai menuju ke arah altar pemujaan Nirjiva itu. 

Untuk mengusir kebosanan aku memutuskan bercakap-cakap dengan Widi. "Jadi sebelum dipanggil oleh guru, apa pekerjaanmu?" tanyaku.

"Aku sejak awal memang sudah menjadi paranormal tapi ya hanya menanggani kasus-kasus sederhana saja seperti orang sering mimpi buruk, bagaimana denganmu?" jawabnya.

"Aku hanyalah seorang kuli pelabuhan sampai guru menemukanku," jawabku sembari tertawa.

"Teman-teman sepertinya kita sudah dekat, aku merasakan kita mendekati kekuatan gelap," kata Bambang.

Kami terdiam dan melihat sekeliling, suasana hutan di wilayah ini benar benar menyesakkan, seolah jiwa kami dihimpit oleh aura jahat.

............................................................................................................................................

Paginya Intan berjualan makanan seperti biasa di pasar, tidak tampak ada bekas luka sedikitpun di tubuhnya. Dia melayani pembeli dengan sigap. Warungnya juga kebetulan hari ini lebih ramai dari biasanya. 

Beberapa orang preman berkeliling untuk memeras para pedagang di pasar. "Astaga!" seru salah seorang dari preman itu dengan wajah pucat pasi. "Kenapa kawan? kau seperti melihat hant..," mulutnya terdiam saat melihat Intan sedang berjualan di warungnya dengan kondisi sehat tanpa bekas luka sedikitpun.

Bhurloka Universe: The RogueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang