1. Hesti

1.2K 82 19
                                    

Gue cuma bisa diem ketika dia mandangin gue dengan mata elangnya yang tajam dan dingin. Gue nggak tahu, harus apa ketika debaran dalam dada semakin bergemuruh.

Dia melangkah mundur dengan tetesan keringat dari rambutnya membasahi seragam SMA.

"Kamu udah tahu, kan, perasaanku...." Dan dia tersenyum tanpa dosa.

Dia menjauh. Dia yang penuh buih berbalik pergi. Sang Singa terluka membelah kerumunan murid di hadapannya.

Namanya Desta Dewo Denata. Status kami, masih nggak jelas.

Gue nggak pernah tahu kalau takdir bakal mempertemukan kami hari itu. Dan, seperti dua maghnet utara. Kami susah banget bersatu.

Jangankan bersatu. Ketika gue atau dia berusaha mendekat, akan tercipta sebuah daya dorong maha dahsyat yang membuat kami kembali ke titik awal.

Kenalin, nama gue Hesti Hastati Hanafia.

Pertemuan gue dengan dia terjadi kira - kira empat tahun yang lalu. Kala itu gue masih kelas enam SD, seumuran dengannya.

Gue bakal menceritakan semuanya, sesuai dengan sudut pamdang gue.

Semua bermula di sore hari Sabtu....

*
*
*

Suara bola basket bersatu teriakan beberapa pemuda asing. Mereka bermain basket di lapangan taman Margerejo Indah.

Semua asing bagi gue yang baru pindah sekolah. Padahal, ini hari ketiga gue di Surabaya dan belum punya satu pun teman.

Bukan karena gue nggak mau bergaul, atau sombong, cuma gue nggak bisa bahasa Jawa.

Gue mendengar bisik - bisik dari balik pohon taman. Ada tiga bocah, menghampiri gue. Salah satunya menenteng bola sepak, masih berseragam SD Pramuka.

"Kamu anak baru?" tanya si bocah Pramuka.

Gue mengangguk. "Kenapa?"

Dia mengajak berjabat tangan. "Namaku Desta. kamu bisa main sepak bola?"

Gue menjawab, "Bisa."

"Bagus, kau gabung tim kita ya."

Gue nggak pernah main sepak bola, tapi gue pernah nonton sepak bola di TV sama Bapak. Jadi tahu dikit - dikit lah aturan mainnya. Gue pikir nggak ada masalah buat main sepak bola bersama mereka. Hitung - hitung buat nambah teman.

Selama pertandingan, gue mendengar beberapa orang bilang Dancok, Dancok. Penasaram, gue nanya ke Desta.

"Arti Dancok tuh apa, sih?"

"Dancok?" Desta menahan tawa. "Apa ya. Aku ya nggak paham."

"Kok kamu bilang Dancok kalau nggak paham?" Kejar gue.

"Aku cuma ikut - ikutan kakak kelas." Tapi, kayaknya Dancok tuh bahasa daerah."

"Oh, artinya apa?"

Pundak Desta naik turun. "Biasanya kami bilang Dancok ke sohib, pas kesel, pas seneng, pas nangis."

"Oh, begitu. Maaf. Bahasa Jawa gue jelek, kalau bisa kalau ngomong pakai bahasa Indonesia, ya."

Desta dan teman - teman membentuk huruf O pakai mulut masing - masing sambil mengangguk. Syukurlah mereka mau ngomong pakai Bahasa Indonesia.

Magnetic LoveWhere stories live. Discover now