Delapan Belas

31.2K 2.1K 63
                                    

Pelukku Untuk Pelikmu-Fiersa Besari

*****

Laras menarik Elle yang masih membatu di tempat. Laras menutup pintu, Laras kembali menarik Elle yang masih shock. "El," Laras mengguncangkan bahu Elle. "Woi, sadar."

"Bang Adrian tadi, Sita. Mereka--ngapain Ras?" tanya Elle tak beraturan, namun Laras masih bisa menangkap maksud Elle.

"Lo tanya sama gue El? Perasaan dulu kita bareng-bareng nonton film Fifty Shades Of Grey juga ada suara gitu deh."

"Mereka kerasukan setan Ras?" pertanyaan Elle mulai ngelantur. Laras memejamkan matanya, mengatur napas yang sempat ia tahan tadi.

"Bulan puasa El. Setan pada di lockdown."

"Tapi itu, Sita, Bang Adrian anu."

Laras menyeret Elle yang masih linglung, masuk ke dalam unit mereka. "Ini semua saran dari lo El dan ini akhirnya. Jadi kalau gini siapa yang di salahin?"

"Gue gak nyangka kalau sampai kayak gini akhirnya Ras. Bang Adrian itu orangnya gak neko-neko."

"Singa lapar kalau dikasih daging juga bakal di samber El. Lo yang bilang sendiri kalau Bang Adrian udah suka sama Sita dari kita SMP kelas tujuh." timpal Laras. "Gue tau Bang Adrian orang yang bertanggung jawab. Disamping dia suka sama Sita--atau mungkin cinta, dia juga yang ambil keperawanannya Sita,"

"Dia harus tanggung jawab. Papah bakalan marah tau kejadian ini." Elle menatap cemas ke depan, memikirkan apa yang akan terjadi selanjutnya.

"Semua udah terjadi El. Sita udah gede, dia berhak nentuin jalan mana yang bakalan dia pilih ke depan."

Elle menyentuh dahinya, kalut. "Gue malah takut reaksi Papah nanti. Papah itu kayak paranormal, walau kita belum cerita, beliau pasti udah tau masalahnya." tubuh Elle terduduk di lantai. "Dan gue pasrah."

*****

Bunyi nyaring suara alarm dari ponsel menganggu tidur nyenyak Sita. Tangan Sita bergerak meraba nakas di samping tempat tidurnya. Ketika ia bergerak sedikit lebih maju untuk menggapai ponselnya, tubuhnya di tarik kembali ke belakang. Perutnya terasa berat, ia menengok ke samping.

Menyadari keberadaan Adrian di sampingnya, mau tak mau pipi Sita merona. Sita memutar tubuhnya, menghadap Adrian. Tangan Sita bergerak menelusuri wajah Adrian, menikmati anatomi wajah tampan Adrian. Bibir lumayan tebal, hidung mancung, bentuk wajah tirus dan yang paling Sita suka, alis tebal Adrian. Laki-laki akan terlihat lebih seksi di mata Sita saat laki-laki tersebut memiliki alis yang tebal.

Bicara tentang kejadian kemarin. Entah kegilaan apa yang ada di dalam tubuh Sita, ia tidak menyesal. Keperawanan yang ia jaga selama ini telah ia berikan pada laki-laki di depan matanya. Hatinya tak merasa ragu dengan keputusan yang ia ambil. Sita tak tahu apa yang akan terjadi kedepannya. Kenyamanan yang Adrian berikan padanya merambat sampai ke hatinya. Sita tidak pernah merasa senyaman ini berada di dekat pria manapun. Hanya Adrian.

Adrian menggeliat, tangannya makin merapatkan tubuh Sita padanya. Perlahan, mata Adrian terbuka, senyumnya mengembang begitu lebar. "Morning Sweetheart."

"Pagi Mas." Sita tersenyum cerah, secerah manusia yang mendapatkan segepok uang di tanggal tua.

"Sleep well?"

"Ya." Sita memindahkan tangan Adrian dari pinggangnya. "Aku mau bikin makanan untuk kita makan dulu."

Adrian kembali menarik Sita ke dalam pelukannya. Mengapit kaki Sita dengan kakinya, tak perduli dengan tubuhnya yang polos--sama polosnya dengan tubuh Sita. "Masih pagi. Tidur lagi aja."

Sweet Husband [END]Where stories live. Discover now