Tiga Puluh Tujuh

23.2K 1.7K 24
                                    

"Sudah ketemu?" Adrian bertanya pada orang yang beri tugas untuk menemukan Sita.

"Belum Pak. Saya sama sekali tidak melihat kemana Ibu Sita pergi."

"Kalian ini bagaimana! Mencari satu orang saja tidak becus!" balas Adrian marah.

"Ibu sama sekali tidak meninggalkan jejak apapun Pak. Bahkan tidak dapat diketahui kendaraan apa yang dia pakai."

Adrian berdecak kesal. Ia mengusir orang suruhannya menggunakan kode tangan. Adrian memukul meja di depannya beberapa kali hingga tangannya mati rasa.

Tiga hari berlalu belum nampak keberadaan istrinya. Adrian sudah mengerahkan semua yang ia mampu, namun Sita tak kunjung ditemukan juga.

Sita tidak salah apapun. Sita hanya menuruti apa yang Adrian inginkan. Setelah semua ini, Adrian tidak tahu apakah Sita masih mau menerima dirinya atau tidak.

Tiga hari Adrian habiskan dengan memeluk baju-baju Sita. Menyerap harumnya tubuh Sita di sana.

Adrian keluar dari ruang kerja rumahnya. Tiga hari ia digantikan oleh bawahannya. Alasan Adrian tidak pergi lamakanan ke hotel sangat simple. Ia tidak ingin kalau Sita pulang ke rumah, tidak ada orang yang menyambut wanita itu.

Walau Adrian tahu itu hanya angan. Dirinya masih tetap berharap angan itu akan terjadi.

Adrian mengambil acak pakaiannya. Masuk ke dalam kamar mandi, membersihkan diri. Memakai seluruh peralatan mandi yang sering dipakai istrinya. Dari sabun sampai shampoo.

"Mas kangen banget sama kamu Ta."

Selesai mandi. Adrian duduk memegang pigura foto Sita bersama dirinya. Ia mengusap wajah Sita. "Kapan kamu pulang?"

Adrian memeluk pigura itu di dadanya. Penyesalan selalu datang terlambat. Benar, Adrian sangat menyesal atas apa yang dia lakukan. Ia akan melakukan apapun agar Sita mau memaafkan dirinya.

Setitik air mata jatuh. Adrian membiarkan air mata lain jatuh di pipinya. Mau bagaimanapun penyesalan yang dirasakan sekarang tidak akan mengubah apa-apa. Sita tidak akan kembali dengan ia menangis di sini.

*****

Adrian terbangun saat matahari tidak nampak lagi. Ia menoleh ke samping lalu mengelus kasur di sampingnya. Tangannya masih membawa pigura foto istrinya.

"Mas kira kamu sudah tidur di samping Mas lagi Ta. Tapi ternyata itu cuma mimpi Mas saja." ucapnya pada foto istrinya.

Suara ketukan pintu kamar membuat Adrian harus bangkit dan membuka pintu kamarnya. Mbok Inem berdiri, melihat wajah Tuannya yang sudah tidak terurus lagi. Bakal janggut mulai tumbuh, wajah nampak lelah, lingkaran hitam di bawah mata.

"Ada tamu Pak."

"Siapa?"

"Katanya Kakaknya Nyonya."

Secepat mungkin Adrian berlari ke arah pintu. Saat sampai di sana, Adrian meluaskan arah pandangnya. Tidak ada Sita di sini, yang Adrian lihat malah seorang laki-laki dewasa berpakaian sangat formal.

"Adrian, betul?" tanya laki-laki pada Adrian.

Adrian mengangguk pelan.

Pria yang tidak Adrian kenal itu mengulurkan tangan padanya. "Saya Hardi. Kakak tiri Sita. Maaf waktu pernikahan kamu kita belum sempat bertemu."

Adrian mengangguk kaku.

"Ngomong-ngomong, dimana Sita?"

"Dia—"

"Pasti Sita sedang pergi membeli sesuatu bukan?" Hardi tertawa kecil. "Dari SMA dia memang begitu. Suka membeli barang yang pasti akan diberi untuk orang lain."

Sweet Husband [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang