20. HARD SLAP

Depuis le début
                                    

"Lo ngapain sih disini?" tanya Reysa pada Bara. Laki-laki itu mengeluarkan kekehan geli yang terdengar jelas melalui earpons.

"Mau liat drama anak barbar yang jadi sadgirl."

"Sialan!"

****

"Buruan, Cha. Gue udah laper nih." ucap Regita yang tidak sabaran.

"Lagian lo beresin buku aja satu abad lebih." sahut Adel yang mulai kesal karena gadis satu itu.

Reysa berdecak. "Kalo kalian mau duluan ya sana. Gue bisa nyusul."

Ia masih malas untuk sekedar jalan ke kantin. Apalagi nanti pasti bertemu dengan gerombolan Zeva. Sudah pasti ia akan dijadikan bahan cemoohan oleh mereka.

Reysa menghampiri mereka. "Gi, traktir gue dong. Biar mood gue balik." pinta Reysa dengan wajah imut. Membuat Regita ingin muntah saat itu juga.

Ia melepas tangan Reysa yang bergelayut di lengannya. "Gue masih lurus, Cha. Lo nggak usah mancing-mancing buat gue tendang deh."

Reysa terkekeh pelan. Mereka berjalan menyusuri koridor yang masih tampak ramai. Beberapa dari mereka masih memandang Reysa dengan tatapan sinis. Dan menyindir gadis itu tentang pagi tadi.

"Kasian banget ya, kak Renald lebih bela kak Zeva dari pada dia."

"Keturunan penggoda kali. Makanya dia kaya gitu."

Tangan Reysa terkepal kuat. Ia berbalik menatap murid seangkatannya yang menyindirnya tadi. Ia melangkah mendekati murid itu.

Plak

"Lo nggak usah bawa-bawa keluarga gue!" napas gadis itu memburu. Ia tidak bisa menahannya lagi. Ini sudah terlalu berlebihan menurutnya. Ia juga tidak takut, nanti akan dipanggil guru atau yang lainnya.

"ECHA!" pekik Regita dari tempatnya. Gadis itu hendak berlari menghampiri Reysa, namun sosok Bara tiba-tiba datang dan membawa gadis satu itu menuju tempat Regita.

Reysa menghempas tangan Bara kasar. Membuat Bara berdecak karenanya. "Lo lagi emosi, kan?" tanya Bara sembari memandang netra gadis itu yang mulai menajam. "Tampar gue aja."

Plak

Dengan senang hati, Reysa pasti akan melakukannya. Bara meringis, lantas menyentuh bekas tamparan yang mulai memanas. Beberapa dari mereka yang melihat itu, tampak berteriak heboh. Menyoraki dan menyalahkan Reysa karena menampar Bara.

"Gimana, bang? Masih mantep nggak?" tanya Regita sembari menahan tawanya.

Tania dan Adel saling berpandangan. Mereka tidak mengerti dengan manusia di depannya ini. Apa mereka saling mengenal?

"Berasa aman gue, kemarin nggak ketemu Echa setahun." ujar Bara yang membuat Reysa mendengus.

"Entar malem deh, bang. Kalo lo berani." tantang Reysa sembari menampilkan smirknya.

Bara mendengus. "Nggak ada waktu, Cha. Lo mau--"

Reysa manggut-manggut. "Bikin capek aja."

Bara merangkul bahu gadis itu. "Yuk, gue traktir cola sama bakso."

****

Mereka tampak tenang ditempatnya. Dengan Reysa yang tengah menenggak cola, dan yang lain menyesap jus mereka.

Air dari jus jeruk tampak mengalir dari puncak kepala Reysa. "Dingin nggak?" tanya Zeva berbisik, disusul tawa teman-temannya yang berada disana.

Reysa masih tampak tak peduli. Gadis itu menenggak kembali cola yang dibelikan oleh Bara tanpa menoleh pada gadis yang senang sekali merecokinya.

Regita bangkit dari duduknya. Gadis itu menatap tajam Zeva yang masih tertawa. "Lo punya sopan santun nggak sih? Apa nggak diajarin sama orang tua lo?!" sentak Regita yang mulai terpancing emosi.

"Mana punya dia, Gi." sahut Reysa tanpa menoleh sedikit pun.

Zeva yang sudah geram dengan keduanya, mulai menjambak rambut Reysa. Membuat gadis itu meringis pelan.

Reysa bangkit dan melepas rambutnya paksa. Lantas menampar gadis itu sampai Zeva tersungkur ke lantai. Dengan gelas yang remuk karena menyentuh keramik.

"GUE NGGAK PERNAH GANGGU LO YA, BANGSAT!" teriak Reysa yang sudah dikuasai emosi. Ia menendang sepatu Zeva yang membuat gadis itu ketakutan. "KENAPA LO GENCAR BANGET BUAT GUE--"

"REYSA!" bentak Renald sembari menghampiri Zeva yang terduduk di lantai. "Lo nggak papa?" tanya laki-laki itu pada Zeva.

"Sakit, Ren." lirih Zeva sembari memeluk tubuh Renald. Membuat Reysa memutar bola mata malas. Drama apa ini yang tengah ia lihat.

"Reysa! Ke ruangan saya sekarang!" entah dari mana bu Endah tau. Tetapi wanita itu begitu marah pada Reysa. Gadis itu berdecak kesal. Harusnya ia tidak bertemu dengan manusia setan seperti Zeva. Pasti tidak akan berakhir seperti ini.

"Gue nggak akan batalin pertunangan ini." ucap Renald yang membuat Reysa menoleh. Zeva tampak tersenyum kemenangan di dalam pelukan mereka.

Reysa mendengus. "Terserah lo deh! Gue capek!"

"Pendek!" panggil Bara, yang membuat Reysa kembali mendengus. Mengapa semua orang senang sekali membuat ia emosi. Gadis itu menoleh pada Bara. Laki-laki itu melempar ponsel miliknya pada Reysa, dan ditangkap oleh gadis itu.

Ia melirik nama yang tertera pada layar tersebut.

Veran?

Lalu Reysa menempelkan benda tipis itu di depan telinga. "Apa?" ucap Reysa ketus.

"Lo tau, kalo Fina sekolah ditempat lo?" tanya Veran yang membuat Reysa mengernyitkan alisnya.

Gadis itu tampak mengedarkan pandangannya, dan menemukan Fina yang tengah duduk bersama gerombolan teman Zeva. Fina tersenyum licik ketika netra mereka saling berpandangan.

"Ati-ati aja lo sama dia. Kemarin abis ketemuan sama Bimo di kelab."

"Lo denger dia ngomong apa?"

"Lah, lo kira gue yang liat mereka?"

Memang salah ia terlalu mengharapkan sesuatu pada laki-laki itu. "Nggak usah mancing-mancing lo!"

Veran tertawa diseberang sana. Membuat Reysa kembali geram. "Coba lo nengok ke kanan."

Dengan perasaan tidak peduli gadis itu menoleh. Mendapati Veran yang tengah terkikik disana. Reysa berdecak, kemudian melempar ponsel milik Bara dengan kasar.

Reysa hendak beranjak, namun teringat sesuatu. Gadis itu menoleh pada dua manusia yang masih terduduk dilantai. Ia mendengus geli, betapa menyedihkan sekali mereka. "Gue tunggu undangan kalian. Awas aja kalo sampe gue nggak diundang sama kalian."

Setelah itu, Reysa beranjak dari sana.

****

Tbc.



DISPARAÎTRE [END]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant