5. semangat

420 138 35
                                    

Lorong-lorong koridor sekolah telah sepi sejak tadi, tak ada lagi murid-murid yang berlarian untuk kembali ke asrama, mengambil buku pelajaran yang lupa dibawa ketika pagi datang. Juga tak ada lagi sorakan riuh ketika hendak pulang. Semua telah usai, telah tiba di ujung tahun.

Ujian semester genapa telah diselenggarakan secara tuntas. Semua berlalu secara lancar. Aku juga telah melewati semua ujian dengan tenang, meski satu dua pelajaran membuat aku mengeluarkan keringat dingin, tapi ku rasa tidak perlu diambil pusing.

Ah iya, sebelum aku bercerita panjang lebar kali ini, mari duduk denganku sebentar akan aku beritahu kalian tentang kekeliruanku dalam menerka awal cerita yang pada kenyataan belum dimulai sama sekali.

Ya, kalian benar kejadian apapun disemester satu lalu bahkan tidak memiliki perkembangan apapun, tidak yang ku maksudkan bukan lah perkembangan pribadi kami, karna tahu kah kau bahwa sudah sejak sekarang Julian sudah dipersiapkan sebagai calon ketua osis ketika kelas dua nanti. Jangan tanya aku, pasti kalian terbayang kan bagaimana bentukku, hanya seorang gadis tomboy dengan tampang dan otak yang berkompromi untuk menjadi biasa saja. Sudah aku tidak ingin membahas itu.

Jangan tanya kemana aku selama enam bulan ini. Aku memang memutuskan untuk tidak menuliskan kisahku, kisah yang menceritakan dayang yang hanya bisa mengegumi pangerannya dari jauh dan dalam diam, kalian pasti akan bosan membacanya.

Biarlah hari ini aku kembali bercerita dengan awal yang baru, awal kisah ini dimulai pada hakikat yang sebenarnya. Maafkan aku yang keliru dalam menerka awal mula kisah ini di mulai.

●●●

"ARUMIIII, aku kangen banget sama kamu" Zea berhambur kedalam pelukanku ketika melihatku berdiri diambang pintu kamar kami dengan menenteng satu tas besar.

Sore itu aku baru saja kembali ke asrama, setelah libur panjang kenaikan kelas. Kami diperbolehkan untuk pulang ke kampung halaman masing-masing untuk menghabiskan masa liburan yang terbilang panjang itu.

Jujur saat liburan tiba, hatiku terus saja digelitiki rasa ingin menatap, menatap Julian pastinya. Tidak aku tidak akan lagi berkata jika Julian adalah pangeran, sebab aku tau Julian itu sama sepertiku, ia hanyalah murid SMA yang biasa yang bisa di gapai dengan mudah, dia bukan pangeran seperti yang selama ini tumbuh dipikiranku.

"Gimana liburanmu? Seru?" Zea telah membereskan seluruh bawaannya ketika menagih cerita liburanku, bahkan ketika aku baru saja masuk satu langkah kedalam kamar.

Aku hanya mengangguk, lantas tersenyum.

Makan malam terlewat tanpa ada cacing yang mendemo, seperti biasa, Zea terus saja bercerita tentang banyak hal, tanpa terlewat satu topikpun tentang masa liburannya.

"Jadi gimana Julian?" Topik yang Zea comot kali ini sukses membuatku sedikit terhentak.

Aku menaikkan kedua bahuku. Tidak tau.

"Kok gitu sih, harusnya kamu berusaha dong kalau gak mau liat Julian diambil orang" Zea berseru lantang sebelum akhirnya membuka cemilannya.

"Kayaknya gak akan mungkin deh Ze, aku bisa jadian sama dia" ah, lemah sekali rasanya diriku, bukankah padahal aku baru saja menuliskan bahwa julian itu mudah di gapai? Lalu mengapa sekarang yang keluar dari mulutku begitu lemah? Dasar payah.

"Loh, kamu gak boleh patah semangat gitu dong. Aku aja yakin kamu bisa, masak kamu sendiri gak yakin sih"

Aku hanya menatapnya datar. Tanpa harapan.

BALASAN [SEGERA TERBIT]Where stories live. Discover now