8. Cold Ex.

3.3K 525 190
                                    

Hello.
Apa kabar?

Jangan bosan yah. Hahaha.

Jangan lupa tegur kalau aku menulis sesuatu yang mirip dengan orang lain.

***

"Yakin nggak mau ditemenin?"

Rachel mengangguk mantap sembari mengemas perlengkapan kampusnya ke dalam tas. "Tunggu di mobil aja. Gue bakalan selesai ngerjain soalnya dalam waktu sepuluh menit. Jadi, selama itu, lo di mobil aja."

Chiara mengangguk pasrah. "Ya udah. Gue tunggu di mobil. Awas kalau lo telat."

"Bawel."

Chiara melangkah keluar dari kelas mereka, begitu juga dengan Rachel. Hanya saja mereka beda arah.

Rachel ke kanan, sementara Chiara ke kiri.

Tujuan Chiara tentu saja menuju parkiran. Karena besok adalah hari libur, ia dan juga Rachel berencana untuk menghabiskan waktu bersama hari ini. Kecuali Chaeri, perempuan itu nampaknya sedang semangat untuk mengerjakan laporan praktikumnya dengan teman satu kelompoknya. Mengingat bahwa yang memeriksa laporannya kali ini adalah asisten dosen yang akhir-akhir ini ia puja.

Seorang Baekhyun Gavin Imanuel.

Sementara Rachel sendiri, perempuan itu melangkahkan kakinya menuju ke Fakultas Sastra. Sejujurnya ia benci berada di sana. Karena ada seseorang yang kehadirannya sedikit tidak ia sukai.

Namun, karena ia harus melakukan kewajiban untuk mengikuti ujian tengah semester susulan di sana, mau tidak mau ia harus ke sana.

"Kak Rachel!"

Rachel menoleh, menemukan sosok lelaki kurus tapi lumayan tampan berlari menghampirinya.

Namanya Mark. Yang ia tahu kalau Mark itu adalah anak sastra. Mereka kenal karena satu ekskul di seni. Beberapa kali Rachel juga pernah latihan bersama dengan lelaki itu.

"Hai! Apa kabar?" tanya Rachel ramah.

"Baik, Kak. Ngapain ke sini? Cari someone?"

Rachel menggeleng. "Mau ujian susulan."

"Matematika?"

"Right! Kok tahu?"

"Aku juga ujian susulan, Kak."

"Hari itu memang kamu nggak ikut?"

"Iya, Kak. Soalnya aku pikir ujian susulannya bakalan di Fakultas Matematika. Tapi, malah berakhir di sini."

Keduanya berjalan, berbincang-bincang untuk mengisi waktunya.

"Iya, sih. Aku pikir juga kayak gitu. Ujiannya bakalan di Fakultas Matematika. But finally, kita malah sampai di sini."

Sejujurnya, seharusnya mereka memang mengulang di Fakultas Matematika. Tapi, dosen yang merupakan pengampuh dari mata kuliah tersebut punya jam mengajar di Fakultas Sastra. Oleh sebab itu, ia memilih untuk melakukan ujian tengah semester susulan di sana.

Jadi, semua mahasiswa yang tidak ikut ujian tengah semester mata kuliah Matematika hari itu harus ikut di sana hari ini. Jika tidak, maka mereka tidak akan punya nilai.

"Kenapa Kak Rachel ikutan ujian tengah semester, Kak?"

"Ah, itu--" kalimat Rachel berhenti. Begitu juga dengan kakinya.

Tak jauh darinya, dua orang yang paling ia jauhi kehadirannya berada di sana. Mereka sedang berdiri sambil melemparkan candaan masing-masing.

"Kenapa berdirinya sebelum ruangan, sih?" batin Rachel dalam hati.

"Kak?"

Perang Rachel antara batinnya berhenti. Benar, apa pun yang terjadi, ia harus masuk ke ruangan itu tidak peduli ia akan melewati apa atau melalui siapa.

Rachel mengepalkan tangannya kuat-kuat, lantas berjalan dengan senyum mengembangnya. "Hari itu ada masalah. Jadi, nggak ikut," jawabnya dengan senyum lebarnya dan berhasil menyita beberapa perhatian dari pasang mata yang ada di koridor.

Rachel itu cantik seperti namanya.
Ia manis seperti senyumnya. Jadi, jangan salahkan orang-orang ketika hanya dengan melihat senyum Rachel, mereka sudah terpana.

Keduanya masuk di dalam ruangan dengan tenang. Langsung duduk di kursi yang random. Menunggu kehadiran dosen mereka di sana.

Sialnya, harusnya Rachel duduk di kursi belakang. Kursi bagian depan yang tersisa terletak tepat di sampingnya. Alhasil, seseorang yang ia hindari duduk di sana.

Rachel lupa jika lelaki itu tidak suka duduk di bagian tengah atau belakang.

Sepanjang mengerjakan ujian, Rachel sama sekali tidak bisa fokus, sehingga yang ia lakukan hanya menulis asal jawabannya.

Yang ia pikirkan saat ini hanyalah bagaimana caranya agar ia bisa segera pergi dari sana.

Hingga tepat pada menit kesepuluh, ia betulan selesai mengerjakan soalnya. Tak tanggung-tanggung, setelah itu ia langsung mengumpulkan soal ujiannya dan segera keluar dari sana.

Bahkan ketika di luar ruangan, dia juga harus bertemu dengan satu orang lagi yang masuk dalam daftar orang yang ia hindari.

Perempuan yang hanya sekadar duduk itu tersenyum ramah pada Rachel, lalu kemudian menghampiri Rachel.

"Kak Rachel ujian susulan juga?" tanyanya terdengar lembut.

"Ya," jawab Rachel betul-betul terdengar singkat, namun jelas. Ia langsung melangkahkan tungkainya setelah hanya mengatakan kata itu. Tidak ingin berbasa-basi atau semacamnya dengan perempuan itu. Ia betulan tidak niat sama sekali.

"Salah aku apa, Kak?"

Berhasil.

Kalimat itu berhasil membuat langkah Rachel berhenti.

Perempuan itu menoleh, menatap sosok Natasha Sue dengan alisnya yang mengernyit. "Lo bilang apa barusan?" tanya Rachel dengan wajah seriusnya.

"Kak Rachel nggak suka karena aku dekat dengan Kak Sehun?"

Rachel menghela nafas panjangnya. "Memangnya apa urusan kalian berdua sama hidup gue?" tanya Rachel sekali lagi terdengar dingin dan menusuk.

"Kentara banget kalau Kak Rachel nggak suka sama aku."

Rachel tertawa kecil. "Memangnya lo sepenting itu sampai harus berpengaruh di hidup gue?" tanya Rachel tanpa tanggung-tanggung kemudian membalikkan badannya dan kembali melangkah menjauh dari sana.

"Aku dekat sama Kak Sehun. Itu sudah jadi alasan yang tepat buat Kak Rachel jadi nggak suka sama aku."

Rachel mengepalkan tangannya, kemudian membalikkan badannya dengan gerakan kasar, menatap lawan bicaranya dengan tatapan tajamnya. "Gue nggak tahu kalau ternyata lo itu banyak bicara."

"Ya, that's me."

"Tapi, sorry. Seberapa pun gue coba untuk jadiin Sehun berharga di hidup gue, gue tetap nggak bisa. Dia cuma numpang mengganggu di hidup gue. Jadi, dia dan segala sesuatunya termasuk lo sama sekali nggak penting. Adapun kalau gue nggak suka sama lo, bukan karena Sehun atau karena lo dekat sama dia. So, jangan banyak bicara sama gue. Mulut gue suka lemes kalau bicara sama orang kayak lo."

Usai mengatakan kalimat tersebut, Rachel pergi dari sana, meninggalkan dua orang yang sedang berdiri menatap punggung kecilnya yang kian menjauh itu.

Iya, dua orang.

Sebab, seorang Sehun Ivarel Nathaniel muncul tepat setelah Rachel mengatakan kata "sorry".

Dan lelaki itu dengar dengan jelas kalimat Rachel yang begitu menusuk kalbunya.

Sejatinya, mereka bisa bertemu di sana sebab alasan mengapa Rachel tidak bisa ikut ujian Matematika hari itu karena ia menemani Sehun di apartemen yang hari itu sedang sakit.

***
B e r s a m b u n g

Sweet But Psycho (RSB 7) Sudah Terbit ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang