5. I'm Fine.

5K 631 232
                                    

Hello.
Balik lagi. Hehehe
Apa kabar?
Baik? Alhamdulillah.
Sakit? Semoga cepat sembuh.
Galau? Sini cerita sama aku.
Jangan lupa tegur kalau aku nulis sesuatu yang mirip dengan cerita orang lain.

***

"Orang yang paling tegar itu sebenarnya orang yang paling pandai memendam sakit yang ia rasakan."

***

Rachel berdiri tegak di depan jendelanya, matanya fokus menatap pemandangan luar rumahnya. Sesekali melirik jam tangan mahal yang Sehun belikan untuknya beberapa bulan lalu.

Nafasnya berhembus, terdengar sedikit berat.

Sudah tiga hari dirinya seperti ini, bangun pagi, siap-siap ke kampus, berdiri di depan jendela sambil melamun, melirik jam tangannya, lalu kemudian dirinya akan terasa sulit bernafas.

"Tujuh puluh dua jam gue sia-sia!" kesalnya kemudian meraih perlengkapan kuliahnya beserta kunci mobilnya yang ada di atas nakas dan segera berlalu meninggalkan kamarnya.

"Sendiri lagi ke kampus?"

Itu suara ibunya. Jika dibilang miskin, sebenarnya Rachel tidak terlalu miskin. Tapi, jika ingin dibandingkan dengan Sehun, maka Rachel sangat miskin. Mengingat kekayaan Sehun yang tidak akan habis meski sampai tujuh puluh turunan alih-alih tujuh turunan. Itu sebabnya Rachel selalu mengatakan di depan Sehun bahwa dirinya adalah gadis miskin. Tapi, jika dilihat-lihat, dirinya mungkin bisa dibilang menengah ke atas.

Ibunya adalah orangtua tunggal yang berprofesi sebagai seorang dokter bedah di rumah sakit. Ayahnya meninggal beberapa tahun yang lalu saat mereka masih tinggal di Jerman. Tinggal di Jerman adalah sesuatu yang cukup berat untuk mereka. Mereka akan terus teringat dengan beliau jika mereka masih berada di sana. Itu sebabnya mereka memutuskan ke Indonesia. Bertemu dengan beberapa kerabat lama. Lalu, berusaha untuk membiasakan diri di Indonesia.

Penghasilan ibunya tidak seberapa untuk membiayai sekolahnya yang mahal sekali. Beruntung dirinya mampu mempertahankan nilainya hingga beasiswa yang ia raih tidak harus dicabut.

Dicabut pun, sebenarnya tak apa. Jika masalah biaya, selama ini malah Sehun yang membiayai Rachel. Selama mengenal Sehun, Rachel tidak pernah mengeluarkan uang sama sekali. Tapi, Rachel bukan perempuan penghisap uang. Ia justru benci perempuan yang seperti itu. Menurutnya itu adalah hal yang menjijikkan.

"Jika masih mampu, kenapa harus bergantung di orang lain?"

Itu adalah kalimat yang selalu Rachel ucapkan untuk mempertahankan sikap mandirinya.

"Biasanya aku juga sendiri perginya," jawab Rachel sembari duduk di depan meja makan. Menyantap roti lapis kesukaannya dengan khidmat.

"Bukannya kamu bareng sama teman kamu yang cowok itu?"

Rachel melirik ibunya sekilas, memilih melanjutkan makannya, kemudian meminum susu cokelat yang tidak pernah ibunya lupa buatkan untuk Rachel tiap pagi sampai habis.

"Udah nggak. Rachel pergi!" ucapnya mencium pipi ibunya kemudian beranjak pergi menuju kampusnya menggunakan mobil yang baru bisa ia beli ketika ia menabung hampir tujuh tahun lamanya. Itu juga ia bisa beli karena Sehun menambah tabungan Rachel yang sebenarnya masih kurang.

Sweet But Psycho (RSB 7) Sudah Terbit ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang