"Aku juga berkata seperti itu pada mereka. Tapi mereka tetap kekeh dengan nominal itu."

Wanita itu memijat keningnya yang berdenyut.

"Aku bisa meminjamkan tabunganku jika kamu mau ? Tapi nominalnya tak sebesar itu." Tawar dokter Farhan, entah kenapa pria itu tak segan meminjamkan uangnya.

Amala tersenyum. "Terimakasih tapi itu tidak perlu." Tolaknya secara halus.

Suamiku cukup kaya untuk meminjamkan uang padaku, batin Amala.

"Sungguh kamu tidak mau ."

"Iya. .sekali lagi terimakasih, dengan anda mencarikan pendonor itu saja sudah cukup."

"Baiklah jika kamu berubah pikiran, kau bisa menghubungiku Mala."

"Baik, kalau begitu saya permisi."

"Saya antar."

"Tidak perlu, saya bisa naik taksi ." Tolak wanita itu secara halus, karena itu hanya akan membuat suaminya salah paham.

Dokter Farhan menatap punggung Amala yang lama kelamaan menjauh dari pandangannya.

***

Dalam perjalanan pulang wanita itu terus melamun sembari memegang ponselnya, jika supir taksi tak membuyarkan lamunan Amala, mungkin sampai saat ini dia masih belum turun dari taksi yang di tumpanginya.

"Amala ?" Itu suara suaminya, Marvis menyambut wanita itu dengan senyuman manis, seolah olah tidak terjadi apapun pada mereka kemarin.

Sebaliknya Amala mengerutkan dahinya bingung dengan sikap Marvis.

"Aku panik saat kamu tidak bisa dihubungi." Ucap suaminya.

"Oh maaf ponselku mati." Jawab wanita itu sembari menunjukkan ponsel di genggaman tangannya.

Marvis kesal dengan jawaban singkat dari istrinya tapi pria itu mencoba meredam amarahnya.

Tenang Marvis bukankah kamu berniat ingin minta maaf pada isterimu. Batin pria itu.

Saat Amala ingin berlalu meninggalkan suaminya, Marvis menarik pergelangan tangan Amala membawa wanita itu ke halaman depan, lalu Marvis membuka bagasi mobilnya.

Bagasi itu dipenuhi dengan bunga Lili berwarna putih. "Ini untuk apa ?" Tanya wanita itu bingung.

Marvis lalu berjongkok sembari memegangi kedua tangan Amala.

"Maaf, aku minta maaf untuk yang kemarin, karena aku sudah beraikap kasar padamu. Ini sebagai permintaan maafku."

Amala lalu terkekeh geli. "Lili putih sebanyak ini."

"Iya kenapa kamu nggak suka, atau biar aku ganti dengan bunga yang lain."

"T-tidak. . Maksudku bukan itu. Aku bukannya tidak suka tapi Lili putih itu bunga yang melambangkan duka cita. Aku kira kamu mau mengajakku kepemakaman."

"Apa duka cita ! VARENN . . . !" Teriak Marvis. Karena ini semua idenya Varen.

Lihat saja bagaimana besok aku akan memotong gajimu. Batin Marvis.

"Sudah tidak papa. Aku sudah memaafkanmu berdirilah."

"Besok akan kuganti bunganya."

"Tidak usah Marvis. Sikap manismu hari ini saja sudah cukup untuk membayarnya." Lalu Amala mencium pipi suaminya.

Andai saja ini bukan pernikahan kontrak, mungkin dia akan benar-benar bahagia memiliki suami seperti Marvis.

Aku tidak bisa menahan hatiku, telah ku akui aku jatuh cinta denganmu Marvis. Batin Amala.

"Marvis apa aku boleh meminta uang darimu."

"Untuk apa?" tanya suaminya.

"Aku tidak sengaja melihat gaun tapi harganya sangat mahal, aku fikir tabunganku tidak sanggup untuk membelinya."

"Berapa harganya ?"

"Satu miliyar."

"Cuma satu miliyar hem ?"

Dia bilang cuma satu miliyar dengan mudahnya, padahal uang satu miliyar itu sangat banyak. Batin Amala.

"Iya satu miliyar saja."

"Baik, tentu saja akan ku berikan tapi itu tergantung bagaimana kamu melayaniku hari ini."

"Yupss bos, dengan senang hati aku akan memuaskanmu hari ini."

"Bagus! Tunjukan padaku sekarang." Marvis menggendong istrinya menuju kamar mereka ,membaringkan wanita itu diranjang dengan perlahan.

Marvis memandang Amala malu-malu, tangannya terulir menyentuh dagu Amala mengecup wanita itu perlahan. Amala merasakan c!uman Marvis kali ini tidak begitu kasar seperti hari lalu.

Wanita itu membalik posisi mereka hingga Marvis berada di bawahnya.

"Biarkan istrimu ini yang melayanimu kali ini." Ucap Amala. Tak ada rasa malu lagi karena ini bukan pertama kalinya bagi Mala.

Tangan wanita itu membuka satu persatu kancing kemeja Marvis hingga menampakkan dada bidang Marvis yang di selimuti bulu bulu halus.

Tak tinggal diam tangan Marvis menyingkap dress Amala hingga menampakkan celana dalam hitam milik wanita itu yang berhias renda.

"Aku nggak sabar." Marvis memegang pinggul Amala dan membalikan posisi mereka. Amala sekarang berada di bawah kungkungannya. Pria itu melepaskan semua kain yang melekat pada tubuh istrinya. Tubuh polos istrinya sungguh menggoda Marvis.

"Berhenti bermain-main sayang, dan cepat masukkan." Ucap Marvis saat Amala terus menghujami ciuman ciuman pada tubuh Marvis benar benar membuat pria itu bergairah. Tak tahan Marvis dengan cepat memasukan kejantanan ke milik wanita itu.

"Ahh." Rintih Amala.

Hari itu berlalu begitu panjang, keduanya bercumbu hingga larut malam dan meluapkan semua gairah nafsu yang selama ini menggebu-gebu.




Jangan lupa vote and comment .

AMALA Istri Kontrak Sang CEOWhere stories live. Discover now