BAB 16 - Cinderella dadakan

450 70 18
                                    

"Han! Dek! Lo udah mandi belom?!" Teriak Digo menggedor-gedor kamar adiknya.

"Berisik! Apasih Kak! Udah! Gue udah mandi!" Jawab Hani kesal seraya membuka pintu kamarnya lebar-lebar.

"Katanya lo mau berangkat pagi. Lo bilang lo ada pensi kan, mesti siap-siap." Digo menjitak kepala adiknya.

"Anterin ya?" Hani menurunkan nada suaranya, berusaha membujuk Digo.

"Gak deh." Jawabnya cepat tanpa berpikir.

Saat Hani ingin protes Digo kembali bicara, "Cowok lo udah didepan tuh, jemput lo."

"Cowok gue?" Hani mengerutkan dahinya. "Gila lo ya kak? Temen aja gak punya, apalagi cowok."

"Ya belum. Maksud gue calon cowok lo. Gana. Siapa lagi coba yang mau sama adek gue selain dia?"

Hani melotot dan langsung mencubit lengan Digo seketika. "Reseh lo! Dia cuma..." Hani menimbang-nimbang sesaat dan melanjutkan. "...temen."

"Oh gitu." Digo hanya mengangguk, tak percaya dengan jawaban Hani dan kembali menggodanya. "Katanya tadi nggak punya temen?"

"Y-ya. Itu kan dulu. Sekarang punya kok!" Jawab Hani langsung memikirkan beberapa orang di kepalanya yaitu, Gana, Alisa, dan Beni.

Jawaban Hani masih membuat Digo tersenyum kecil seraya memasang tampang jail.

"Terserah deh mau percaya apa nggak. Bhay, gue berangkat!" Katanya melenggang pergi setelah berlari mengambil tasnya di atas kasur.

Deg!

Sesampainya diruang tamu, Gana menatapnya tersenyum. "Udah siap?"

Hani mengangguk kaku, tersadar kalau jantungnya berdebar ketika menatapnya walaupun hanya sesaat.

Selama perjalanan ke sekolah, Gana terus melirik Hani. Hani menyadari beberapa kali Gana menatapnya dengan heran.

"Kenapa? Ada sesuatu di muka gue?" Hani memajukan wajahnya ke arah kaca spion mobil seraya memeriksa wajahnya berkali-kali. "Apa rambut gue aneh? Alisa juga yang rapihin kemaren." Hani kembali menyisir rambut pendeknya dengan jari-jari tangannya.

"Ng-nggak! Nggak ada yang salah. Tapi... kacamata lo mana?" Gana berdeham agak salah tingkah seraya terus melirik Hani yang tanpa kacamata. Gadis itu terlihat lucu dimatanya, hingga ia ingin mencubit pipinya yang menggemaskan.

"Oh! Gue pake softlens, Alisa kemarin nyuruh gue make soflens dari rumah. Jadi begitu sampe sekolah gue tinggal ganti baju doang buat tampil." Jawabnya setengah kesal karena mengingat betapa bawelnya Alisa yang terus mengiriminya chat agar memakai softlens tadi malam.

Gana yang mendengar gerutuan Hani tertawa kecil. Ia tahu betul dengan sifat Alisa, sepupunya yang tukang memaksa. Tak hanya Hani sebenarnya yang merasakan hal itu, Gana sudah mengenal Alisa sejak kecil. Jadi tentu Gana tahu betapa bawel dan menjengkelkannya Alisa.

"Loh? Udah rame?" Hani memandang suasana sekolahnya ketika Gana memarkirkan mobilnya.

"Kayaknya kita telat deh?" Gana buru-buru membuka pintu mobil dan turun, begitu juga Hani.

Begitu mereka turun, beberapa pasang mata menatap mereka dengan penasaran dan berbisik-bisik. Hani sadar akan hal itu, tapi seperti biasa ia hanya mengabaikannya seakan-akan itu bukan urusannya.

"Sorry ya, gara-gara gue jadi telat." Kata Hani berjalan cepat disebelah Gana ke arah kelas mereka.

Gana tersenyum, "Nggak papa, lagian guru-guru juga belum dateng kok."

"Hani!" Teriak suara cempreng yang sangat dikenalnya saat ia memasuki ruang kelasnya.

Hani menghela napas ketika melihat Alisa menatapnya kesal, "Lo telat! Buruan duduk, gue dandanin dulu!"

Next to YouWhere stories live. Discover now