11) Rahasia Kelas

283 38 5
                                    

Aku menendang pelan kursi Rina yang duduk di depanku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku menendang pelan kursi Rina yang duduk di depanku. "Rin, ke luar kelas yuk, bosen," ajakku, lagi pula 10 menit lagi bel istirahat berbunyi.

Rina menoleh, lalu mengangguk. "Yuk,"

Kami bangkit berdiri dan ijin ke guru biologi yang sedang mengajar dengan alasan ke toilet. Setelah mendapat persetujuan, kami keluar kelas dan berjalan menyusuri lorong, menghilangkan rasa bosan setelah 1 setengah jam lebih belajar tanpa istirahat.

"Rasanya nyesel milih bio buat UN tau ga," Rina mengeluh sambil meregangkan otot tangannya.

"Iyaa anjirr. Gue kira mentang-mentang ada kisi-kisinya, materi bio jadi lebih dikit. Ternyata sama aja semua dipelajariii," balasku.

"Kimia sama fisika juga gue gak bisa karena banyak itungannya, milih bio, tapi kok—"

Perkataan Rina berhenti bersamaan dengan langkahku yang melambat.

Tepat di hadapanku, tampak Hansel yang sedang menuruni tangga sembari tersenyum kepada seorang guru yang akan menaiki tangga.

"Mau kemana?" tanya Pak Agung dengan senyuman, selaku guru PKN.

"Ke kamar mandi pak, hehe," katanya sambil meringis menampilkan giginya yang rapi, lalu tangannya terulur untuk mencium tangan sang guru.

"Jangan ke kantin," tegur beliau, lalu menepuk pundak Hansel dan segera menaiki tangga.

Hansel menganggukan kepala dan kembali melanjutkan jalannya tanpa menoleh ke arah kami yang jaraknya sekitar 6 meter darinya.

"Wow," kami sama-sama tertegun, kemudian mempercepat jalan memutari lorong sekolah.

"Gila, gak ada habisnya kegantengannya," celutukku yang langsung disetujui Rina.

"Rasanya jadi pacar orang ganteng gimana ya anjir,"

Kalau aku jadi pacarnya, aku rela tidak akan pernah marah-marah. Haha, dasar budak cinta.

Rina menoleh kepadaku. "Oh iya, kata Wina, Winatau dari Jisung sih, pacarnya sekolah di SMA 60, tapi gue lupaa namanyaaa,"

"Hahaha, udah sih santai aja. Gak perlu kasih tau nama pacarnya kali, ga penting," ujarku.

"Siapa tau lo mau nikung. Masih ada kesempatan kok," Rina tersenyum iseng.

"Ck, gila ya? Ya kaliiii. Udah gue bilangin kan dari jaman mesolitikum kalo gue suka sebagai fans?" kataku gemas.

"Hahahaha, iya iya maaf candaa,"

Kami pun lanjut berjalan memutari sekolah, hingga melewati taman untuk menghabiskan waktu. Tepat ketika kurang satu menit sebelum bel, kami kembali ke kelas dan bel berbunyi bersamaan dengan kami yang membuka pintu kelas. Guru yang mengajar sudah tak tampak, mungkin sudah keluar sebelum kami masuk.

"Coba tebak, kita tadi ketemu siapa," kata Rina sembari berjalan menuju tempat duduk Wina dan menyenderkan badannya ke meja.

"Hah, beneran? Lucky bangett," tanpa ditebak pun, Wina sudah tahu arah pembicaraan kami.

Aku memilih duduk di samping Marcel yang berada di belakang Wina, dengan senyum yang tak hilang dari wajahku.

"Kenapa lo?" tanyanya.

"Tau lah lo. Ganteng banget anjritt pusingggg," kataku hiperbola.

"Oh, Hansel?" tanya Marcel dengan suara yang cukup keras, kebetulan kelas juga sedang sepi karena mereka yang sibuk belajar menghadapi ujian.

Aku menoleh ke arah sekitar, berharap tidak ada yang mendengar, lalu mencubit paha Marcel kesal. "Gak usah keras-keras ih!"

Marcel mengaduh kesakitan sambil memegangi bekas cubitanku. "Lho, kenapa? Sekelas juga udah pada tau kali,"

"Masa?" tanyaku.

"Abis ketemu Hansel aja lo excited banget, gimana gak pada ngerti?" Iya sih, benar juga. Tapi kukira hanya sebagian dari anak kelas yang tahu itu.

"Tapi kalian kan waktu ngomongin basket atau Hansel, pasti ngeliatin gue, terus ngeledekin gue. Ya gimana sekelas gak pada tau," aku mendengus kesal mengingat kejadian beberapa hari yang lalu.



Ketika anak laki-laki menggerombol di pojok kelas membahas segala macam hal, salah satunya tentang basket, tiba-tiba Kevin berkata padaku, "tuh, Na. Hansel menang waktu tanding di Solo kemarin." Tentu saja semua anak yang sedang menggerombol tadi, jadi mengetahui fakta bahwa aku mengagumi Hansel.

Atau ketika Marcel berkata waktu kami kerja kelompok di kelas, "Dia tuh masuk klub basket sama adek kelas lo waktu SMP. Tapi gue lupa nama klubnya apa. Menang terus anjir mereka tuh,"

Jerome dan juga Nako yang sekelompok denganku, langsung ingin tahu. Hyunsuk pun terang-terangan bertanya, "siapa? Hansel?" dan langsung dibalas anggukan Marcel.

"Ohh, lo ngefans ya?" tanya Nako. Aku hanya bisa meringis sebagai balasan.





Aku menundukan kepala dan mengernyit malu, mengingat kejadian memalukan tersebut. Tapi ya sudahlah, lebih baik aku terang-terangan dari pada diam, yang ada malah membuat orang penasaran dan memberi asumsi yang tidak-tidak padaku.

Aku menjentikan jari ketika mengingat sesuatu. "Ah, gue udah tau dia klub mana. Broflakes kan?" tanyaku. Kemarin, aku sempat stalking instagram tag adik kelasku yang katanya satu klub bersama Hansel. Dan, ketemu. Ada foto seluruh anggota Broflakes yang tersenyum ceria, dengan membawa sebuah piala hasil kemenangan. Kulihat jersey Hansel bertuliskan angka 8.

"Nahh, iyaa itu." balas Marcel. Aku menganggukan kepala senang.

Jadi, ia adalah anggota tim Broflakes dengan nomer punggung 8. Fakta terbaru yang aku tahu.






Tunggu.



Nomer jerseynya sama dengan tanggal lahirku.




Sial, hanya hal kecil tidak penting ini, tapi sukses membuatku bahagia hingga sudut bibirku terangkat.

Sial, hanya hal kecil tidak penting ini, tapi sukses membuatku bahagia hingga sudut bibirku terangkat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Better Better; harutoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang