27) Basket

87 7 1
                                    

Satu setengah tahun berlalu bukanlah waktu yang singkat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Satu setengah tahun berlalu bukanlah waktu yang singkat. Banyak yang berubah seiring dengan berjalannya waktu. Namun, tempat ini masih seperti dulu.

Suara khas keramaian suporter dan backsound pertandingan terdengar. Aroma jajanan seperti sosis bakar, takoyaki, kentang goreng, dan lain-lain, tercium indra penciuman yang berhasil menggugah selera bagi siapa saja yang lewat. Orang-orang berkelompok dengan kaos yang masing-masing menunjukan identitas sekolah. Bunyi decitan sepatu dengan lantai dan pantulan bola yang terdengar samar-samar. Semua masih tampak sama, seperti kedatanganku terakhir kali, 2 tahun yang lalu. Bedanya, kini protokol kesehatan lebih diperhatikan. Hand sanitizer selalu terlihat di sudut tempat. Pertandingan basket ini juga mempunyai hal baru, yaitu pertandingan juga akan disiarkan secara langsung melalui akun official.

Kini, hanya aku yang berada di GOR bersama Wina. Marcel dan Kevin sibuk dengan kegiatan BEM. Begitu juga Rina yang sibuk praktikum. Sedangkan Aaron memang tidak akan menonton basket jika tidak ada yang perlu didukungnya.

"Aaaa, kangenn," kata Wina, sembari menghirup udara seakan GOR memiliki aroma khas.

Aku terkekeh. "Alay lo,"

Kami pun masuk, dan disapa dengan teriakan suporter dari kedua sekolah yang bertanding. Tampak rombongan suporter dari sekolah SMA Bakti Bangsa sudah siap menduduki tribun di samping suporter sekolah lain yang sedang bersorak-sorak. Mereka kompak memakai kaos hitam.

"Som, di mana?!" seru Wina sambil menempelkan ponsel ke telinganya.

Hari ini, kami berjanji menonton pertandingan bersama Somi dan Chantika, yang dulunya anak kelas MIPA 4. Kami berempat akhirnya duduk agak jauh dari suporter SMA kami dulu. Kami bersapa dan mengobrol sebentar sebelum akhirnya fokus kami teralihkan ke tim basket dan dance SMA kami yang memasuki lapangan. Tim kali ini, cukup banyak siswa yang tinggi. Yang dulunya mudah menemukan Hansel berdasarkan tinggi, sekarang pun agak kesulitan untuk menemukannya. Tapi tentu saja mudah bagiku untuk mengenali Hansel, berhubung aku dapat dengan mudah mengenali orang berdasarkan gerak-gerik dan bentuk badannya. Bayangan idolaku pun aku tahu.

Banyak wajah-wajah baru di tim basket, dance, dan suporter SMA Bakti Bangsa yang tidak kukenal. Tak mengherankan, bahkan angkatan Hansel saja sudah menduduki kelas 12, yang artinya ini pertandingan terakhir baginya. Kulihat juga beberapa guru ikut datang, berbeda dengan 2 tahun, hanya 2 guru yang datang. Ah iya, kudengar pertandingan tahun lalu, SMA-ku hanya berhasil masuk 8 besar.

Kedua netraku menangkap beberapa sosok familiar selain Hansel, beberapa pemuda yang harusnya sudah lulus dan sekarang menjadi mahasiswa baru, tetapi kini berada di barisan pemain basket. Aku pun menyenggol lengan Wina dan mendekat agar suaraku terdengar di tengah keramaian, "Eh itu kok mereka main lagi? Jangan-jangan dikasih kesempatan main sama pihak acara karna taun lalu ga diadain?"

"Iyaa, mereka dikasih kesempatan. Kayaknya taun depan, Hansel bakal main lagi deh walaupun udah lulus," jawab Wina yang kubalas anggukan kepala.

Benar juga. Mereka yang harusnya bisa bertanding basket selama 3 kali, karena virus Korona yang menyebar, menyebabkan mereka kehilangan 1 kesempatan sehingga akhirnya pihak acara membuat peraturan baru.

Better Better; harutoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang