ARJUNA;01

15.5K 777 174
                                    

Matahari yang hari ini bersinar sangat terik tak membuat keempat pemuda yang terlihat tengah berdiri tegap di depan bendera dengan tangan kanan yang terangkat hormat itu kelelahan. Meski saja mereka mengatakan lelah, mereka tak akan mendapat kebaikan karena saat ini mereka berempat tengah menjalankan hukuman.

Arjuna, Rendi, Surya, dan Farza. Nama keempat pemuda yang siapa saja pasti mengenal mereka. Langganan keluar masuk BK yang sayangnya memiliki tampang yang cukup berkharisma.

"Aduh Bang, sakit. Adik nggak kuat." Ketiganya menoleh ke arah Farza yang tersenyum lebar memperhatikan deretan gigi putihnya. Pelipis cowok pendek di antara ketiganya itu telah basah dibanjiri keringat. Entah, sepertinya matahari kali ini tak seperti biasanya. Karena jika biasanya mereka dihukum dalam keadaan mendung, berbeda dengan saat ini yang cerah dengan panas yang cukup membakar kulit.

"Perlahan dong, Za," sahut Surya menyahuti ucapan Farza.

"Astagfirullah. Lindungilah hamba mu yang suci ini dari otak kotor syaiton," celetuk Farza sembari mengelus dadanya dengan tangan kiri. Surya yang menatapnya berdecak.

Belum sempat Surya menjawab, sebuah suara serak membuatnya terdiam.

"Lo berdua nggak bisa diem apa?" sindir Arjuna dengan suara seraknya. Kerongkongannya kering, ia butuh minum detik ini juga.

"Lagian tuh tenggorok nggak kering apa? Bacot mulu," ujar Rendi yang memang sudah biasa berucap pedas. Sedikit paling anti untuk diajak bercanda.

Lama penantian, akhirnya bel istirahat berbunyi. Mereka berempat membuang nafas lega. Kemudian duduk di paving halaman sembari menopang tubuh dengan dua tangan, sekedar istirahat dulu.

"Pangeran liat ada yang butuh bantuan. Eh, ternyata ada empat anak kucing kesasar di gurun." Keempatnya menoleh ke arah sumber suara. Dewa. Cowok yang kini tengah berjalan ke arah mereka dan tanpa rasa bersalahnya sembari menyeruput seplastik es marimas kelapa muda.

Jelas saja itu mengundang telanan saliva di keempat cowok yang kini tengah menatap haus Dewa.

"Wa, sesruput boleh, kagak?" tanya Farza menatap Dewa memohon. Dewa menaikan kedua alisnya lalu tersenyum miring.

"Sebentar, pangeran turun dari kereta kuda dulu," ucap Dewa dan mulai menggerakkan tubuhnya seperti seseorang yang baru turun dari tunggangan.

"Kasian gue, harusnya pengobatan lo lebih dikencengin lagi deh, Wa."

Dewa memberikan es nya pada Farza yang langsung diterima Farza dengan senang hati. Sebelum menyeruputnya, Farza terlebih dahulu membalik sedotan.

"Bukan gitu suaminya Bu Sur alias Pak Sur alias Surya. Gue tuh, emang pangeran yang turun ke bumi buat cari jodoh." Cerita Dewa sambil menunggu Farza yang malah keenakan terus menyedot es marimas nya.

"Kena kutukan kali lo turun ke bumi," celetuk Farza setelah mengembalikan es pada Dewa. Andai kalian tahu, bahkan es itu hanya tinggal es batunya saja. Memang dasar Farza. Sudah di beri beras minta sawah. Mengolok pula.

"Ini nih, salah satu dampak buruk dalam berteman dengan gerombolan para orang sableng," ucap Arjuna tersenyum miring.

"Lambemu dampak buruk. Jangan bawa-bawa IPS pake acara dampak segala," sahut Farza kemudian berdecak.

"Oh ya, Ren. Pesta habede Abang lo nanti malem gimana?" Rendi mengendikan bahunya tanpa menoleh.

"Ya cuma lo-lo aja yang dateng. Jangan lupa bawa pasangan," ucap Rendi.

ARJUNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang