Jisa bisa dengar suara itu.

"m-mah, kita ada di rumah Bomi, iya. Temen aku dulu waktu TK. Ada keperluan mendadak, dan kita sampe ketiduran. Tolong bilang sama orang tua Jisa juga. Aku lupa banget ngabarin. Maaf mah."

"Bomi? Emang kamu punya temen yang namanya Bom—"

"ada. Mama pasti lupa. Mah, aku tutup. Inget, bilang juga ke mereka kalau Jisa gapapa, dia aman sama aku. Gausah khawatir. Maaf bikin kalian panik."

"yaudah, tapi besok kalian harus pulang. Lain kali kabarin dulu, jangan bikin orang ribut begini."

"iya mah. Maafin aku."

Sambungan telepon diputuskan oleh Ibunya. Jeno kemudian menatap Jisa yang sedari tadi menatapnya. Ia tahu kalau ia telah berbohong, tapi ini tak ada jalan lain, tak mungkin juga Jisa pulang dengan keadaan seperti ini.

Tangan Jeno mengusap kepala Jisa, "gapapa. Jangan nangis dong.."

"aku takut Jen.."

Jeno menggeleng. "selama kamu sama aku, gak akan kenapa napa."

Jeno memeluk Jisa agar kekasihnya merasa tenang. Bohong kalau, Jeno tak cemas. Tentu ia juga merasa— tak tahu harus berbuat apa sekarang. Tapi ia berusaha tetap tenang.

"tunggu— aku telepon Jaemin dulu."

.

Jaemin menguap sangat lebar. Padahal jika dilihat ia sangat mengantuk, tapi rasa hausnya mengalahkam itu. Jadi, ia kini berada di dapur dengan segelas air putih ditangannya. Satu tangannya memegang ponsel yang bergetar, satu panggilan dari sahabatnya, Lee Jeno.

"ngapain ni orang tumben amat nelpon jam segini."

"permisi, Nak Jaemin?"

Jaemin menoleh pada pembantunya. "iya kenapa Bi?"

"Bibi harus pulang sekarang, anak Bibi sakit, jadi gabisa lanjutin—"

"ah, iya gapapa. Nanti aku bilang ke Mama. Bibi pulang aja, udah jam segini."

Sang Bibi mengangguk dan sedikit membungkuk pada Jaemin. Ponsel Jaemin kembali bergetar untuk yang kali kedua.

"halo? Napa sih?"

"Jaem, bantu gue."

Suara Jeno sangat parau. Jaemin tahu betul, mana Jeno yang benar benar membutuhkan bantuannya, mana tidak.

"tunggu— Bi!! Bentar, pulang sama siapa?"

Jaemin harus keluar dari dapur untuk menanyakan hal itu pada pembantunya yang sudah di bibir pintu.

"jalan kaki aja kok. Gapapa, ga terlalu jauh."

"gak jangan. Biar aku anterin. Tunggu sebentar aku ambil kunci mobil."

Baru saja Si Bibi akan menolak keinginan Jaemin, tapi laki laki itu sudah naik pada anak tangga untuk menuju kamarnya mengambil kunci mobil.

"halo, Jen? Kenapa? Lo ada masalah?"

Jeno masih memeluk Jisa, "gue minta tolong, kalau nyokap atau bokap gue telepon lo nanyain gue, bilang kalau gue ada urusan sama temen TK. Cuma itu kok, please."

[1]MISTAKE; happier | Lee Jeno✔️Место, где живут истории. Откройте их для себя