CHAPTER 4

8.3K 358 109
                                    

Enjoy!

---


Zerenity merasakan kenyamanan pada rangkulan tangan Fordrix di pundaknya. Mereka tengah menyusuri deretan macam-macam sofa yang terpajang di kanan kiri. Ya, akhirnya rencana Fordrix untuk meminta Zerenity menemaninya membeli perabot terlaksana hari ini.

"Bagaimana dengan yang ini?" Tunjuknya pada sebuah sofa panjang berwarna champagne.

"Apakah ini tak terlalu terkesan klasik? Sementara penthousemu modern minimalis."

"Hmm kau benar. Kalau begitu mana yang lebih cocok?"

"Biru itu, mungkin?" Tunjuk Zerenity pada sofa panjang di sebelah kanan mereka.

"Oke, aku akan mengambilnya." Fordrix menoleh pada Zerenity dengan senyum hangatnya.

Zerenity menyambut dengan senyum terbaiknya. Pria itu mengacak rambut Zerenity dengan gemas yang seketika membuat debaran jantung Zerenity berserakan.

"Kami ambil sofa itu," tunjuk Fordrix dengan suara tegasnya pada seorang petugas wanita yang segera mengangguk.

Zerenity terkadang heran pada perilaku Fordrix yang selalu bisa berubah begitu drastis ketika pada orang lain.

"Istri Anda memiliki pilihan yang sangat bagus, Tuan."

Pipi Zerenity seketika merona mendengar perkataan petugas itu. Ia mendongak mencoba mencari tahu respon Ford dan pria itu ternyata turut menoleh padanya dengan senyuman khasnya yang menenangkan. Tak menyanggah sama sekali oleh dugaan yang salah tersebut.

Zerenity segera melarikan wajahnya, tak tahu harus senang ataupun sedih oleh sikap Fordrix.

Pria bermata hazel itu membawa rangkulannya pada Zerenity untuk melanjutkan langkah mencari meja kopi dan beberapa hiasan dinding. Sama halnya ketika memilih sofa, pria itu tak pernah mendebat sedikitpun pada pilihan Zerenity dan beberapa kali mereka memilih barang yang sama.

Apa yang mereka lakukan saat ini benar-benar terasa seperti sedang mengisi rumah mereka berdua. Perlakuan Fordrix yang tak pernah melepas rangkulan tangannya pada Zerenity dan memprioritaskan pendapat wanita itu, membuat petugas yang mendampingi mereka semakin yakin bahwa mereka adalah pasangan, karena orang tersebut semakin sering menyebut dengan 'suami Anda' dan begitu sebaliknya.

Sejujurnya Zerenity tak bisa menampik dentuman kebahagiaan yang menggetarkan dadanya. Ia benar-benar telah jatuh pada kenyamanan Fordrix dan tak tahu bagaimana jika suatu saat pria itu pergi dan memiliki kekasih yang ternyata bukan dirinya.

Zerenity tak akan mungkin sanggup. Itu pasti akan menjadi sebuah mimpi terburuknya. Ia telah terbiasa oleh kehadiran Fordrix selama sepuluh tahun ini. Tiba-tiba dadanya terasa sesak oleh bayangan ketakutan yang mencoba memenjarakannya.

Fordrix melepas rangkulan tangannya untuk menyentuh bahan meja dan tanpa sadar Zerenity meraih lengan Fordrix dan memeluknya. Hal itu membuat pria tersebut menoleh padanya. Raut wajah bingung Fordrix membuat Zerenity tersadar oleh apa yang baru saja ia lakukan. Zerenity yakin pipinya bersemu merah karena malu. Zerenity hendak melepas pelukan di lengannya namun Fordrix dengan cepat mencegah hal itu terjadi. Pria tampan itu tersenyum pada Zerenity seakan menyatakan bahwa ia tak keberatan sama sekali oleh perilaku sahabatnya.

Ya Tuhan, harus seperti apa Zerenity mengkondisikan hatinya?

Fordrix mengusapkan jemarinya pada tangan Zerenity yang masih memeluk lengannya seraya membawa wanita berambut brunette itu kembali melangkah melihat perabot yang lain. Ini terasa begitu nyaman.

Trapped By Obsession [END]Where stories live. Discover now