8 - No Dourness

42 19 1
                                    

Biru membaca deretan kata di sticky note yang tertempel depan kulkas.

Jangan cari makan malem!

Sepertinya Rendra sibuk mengutak atik ponselnya dan membuat panggilan.

"Kak, lo gk mikirin makan siang gue?" Terdengar suara merajuk Rendra dari tempatnya.

"Nggak kenyang lah."

"Eh, iya iya mau. Iya, iya. Dah." Hanya beberapa kalimat yang diucapkan Rendra untuk menyahuti suara sebrang sana.

Rendra berbincang dengan kakaknya pasti.

Biru sibuk dengan rubik yang ia temukan di depan ruang TV rumah Rendra dan memainkannya di sofa.

"Makan di rumah gue aja Ren, Ibun gue pasti masak." Biru peka kalau urusan-urusan semacam ini dari Rendra. Begitulah gunanya teman, iyakan?

"Peka banget emang lo, gue lagi males masak." Rendra nyengir dengan mengusak perutnya tanda ia senang dengan ajakan Biru. Ia berjalan masuk ke kamar untuk mengganti baju.

"Emang lo bisa masak?"

"Bosen kalo beli mulu Bir, yah paling masak ecek-ecek aja, liat internet." Suaranya terdengar samar karena berada di kamar.

Rendra memang sudah terbiasa di tinggal ibu dan kakaknya bekerja. Mengenai ayahnya, itu kurang enak dibicarakan. Ayahnya meninggal saat usianya baru 2 tahun.

Ibu dan kakaknya tidak setuju saat Rendra membuat saran mempekerjakan Asisten Rumah Tangga. Dengan alasan mereka tidak suka orang lain menyentuh barang mereka.
Ayolah Rendra cukup kesepian, bila mereka berdua pulang larut. Lagi, Rendra harus memasak atau membeli makanan jika ibu dan kakaknya pulang diatas jam 9 tanpa kabar.

•••

Saat istirahat, Biru yang dipaksa ke kantin oleh Rendra melihat kegaduhan. Kantin ramai, namun semua mata tertuju pada satu adegan. Dimana seorang cewek sedang menarik rambut cewek lain.

"Mau jadi sok pahlawan?" kata cewek yang menarik rambut.

"Lepas!" keluh Tera sambil berusaha menahan rambutnya agar tidak ditarik lebih.

Marisa, yang mengaku ratunya sekolah. Mengaku cantik padahal busuk hatinya. Siapa yang tertarik dengan cewek yang tidak punya attitude. Ia menginjak kacamata cewek yang tidak sengaja menumpahkan minuman jeruk ke bajunya.

Tadinya Tera tidak ingin ikut campur dengan nenek lampir bernama Marisa ini, tapi menginjak kacamata? Bahkan cewek itu tidak sengaja menumpahkan minumannya. Sekarang, Marisa ingin menumpahkan minuman ke kepala cewek itu untuk membuat bajunya basah juga.

Ujungnya Tera ke sana dan malah menumpahkan minuman itu ke baju Marisa hingga tambah basah.

"Kenapa sih lo selalu bikin masalah sama gue?!" geram Marisa. Bola matanya hampir lepas karena menahan amarah.

"Siapa yang bikin masalah sih?" bela Tera. Kesal juga lihat yang begini setiap hari. Setau Tera cewek itu, Bilah tidak mungkin sengaja menumpahkan minumannya. Bilah itu baik walaupun dia terlihat pendiam.

"Ya, terus ngapain?!" bentak Marisa.

"Loh gue lewat sini salah?" elak Tera.

"Bacot banget! Gue tau ya lo merasa cantik di deketin Dipati." Marisa menarik rambut Tera lebih kuat. Tera yang tidak tahan karena pembahasan Marisa kemana-mana membuatnya gemas. Hingga membahas Dipati yang kemarin menggodanya? Tidak ada hubungannya.

Tera menggapai tangan itu dan memutar tangan Marisa dengan kuat hingga badannya ikut memutar dengan tangan dikunci di belakang oleh Tera.

"Jangan karena tenar, lo anggep dunia milik lo." Tera mengecam itu kepada Marisa

Tera melepas kuncian pada Marisa dan membantu Bilah bangun.

"Lo tau nggak sih kenapa Dipati deketin gue?" Tera bertanya sambil melipat tangan tenang. Kemudian melanjutkan,"Karena dia liat yang hatinya baik bukan yang hatinya busuk."

Marisa tambah geram dengan perkataan Tera, ia mengambil minum di meja sebelahnya dan melemparkan isinya dengan cepat.

"Jangan sembarangan kalo ngomong!" teriak Marisa sambil mengayunkan tangan hendak menampar Tera.

Tangan entah dari mana mencekal tangan Marisa di hadapan Tera yang sudah menutup matanya bersiap menerima perih di pipi mulusnya.

"Nggak malu? Lo diliatin karena mau nampar anak orang. Jangan pamer karena lo mau ngelakuin tindak kriminal. Nggak pantes!" Biru memekik memperingati Marisa sambil memandang sekitar kerumunan ini, menunjukan bahwa Marisa sudah bukan selebriti karena kelebihan melainkan karena kekurangan adab.

Biru menarik tangan Tera dan berbisik.

Lari!

Tera juga menarik tangan Bilah.

Kakinya terus berlari namun hatinya senang, sepertinya ia akan menyanggupi ke ruang angkasa hanya dengan molompat. Meskipun berusaha mengikhlaskan tetapi batinnya tak mampu merelakan. Ini masih terlalu sulit. Tera masih yakin ada yang bisa ia ubah setelah ini.

Saat menembus kerumunan, Biru juga mengatakan pada Rendra untuk berlari dari sana. Mereka berlari dan teriakan dari Marisa yang terdengar sangat marah.

•••

Saat berada di belakang sekolah, tempat yang sepi. Biru berhenti. Ia membungkuk kelelahan.

"Gila itu Mak Lampir," ujar Rendra.

Tera tampak tertawa geli.

"Gila, paru-paru gue kayak mau copot. Asli." Tangan Biru meraba dadanya seolah paru-parunya memang lepas.

"G-gue minta maaf ya, harusnya jangan tolongin gue," ujar Bilah.

"Makanya kalo digituin marah aja, Bil!" omel Rendra.

"Tau, kacamata lo dibeli pake duit Bil! Jangan diem aja kalo digituin." Kali ini omelan Tera.

"Ehm, iya makasih ya Rendra, Tera, Biru." Sambil mengulas senyum Bilah menyipitkan matanya, memastikan orang yang ikut andil menolongnya tadi Biru atau bukan.

"Kalian pada kenal?" tanya Biru menggaruk tengkuk, merasa kikuk.

"Biru! Temen sekelas masa nggak kenal?"

Ehe.

Biru terkekeh.

Dilanjut tawa oleh ketiganya.

"Astagfirullah!"

Biru reflek menutup kelopak matanya dan menutup mata Rendra dengan tangan bebasnya. Kemudian membelakangi Tera dan Bilah. Tangannya dengan cepat membalik tubuh Rendra juga agar tidak menghadap Tera.

"Baju lo basah Tera!"

•••

Regards,
April 07, 2020

You're My BlueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang