31 - Lembayung Nila: Kelabunya Biru 1

43 8 4
                                    

Maybe, It's because I'm sick of my many thoughts. I hate that.
I'm not so simple.
I'm too young, my body's the only grown up.

—Dis-ease, BTS

"Bir, lo nggak bisa terus nolak kenyataan!" bentak Tera dengan suara mengecil yang memohon setiap katanya.

Biru menutup mata, seperti dirinya yang menutup mata dengan fakta di depan mata. Biru tadinya berniat diam saja apapun yang dikatakan Tera pada dirinya sepanjang perjalanan pulang tadi. Tapi, setelah turun Biru jadi benci sekali berada dalam posisi yang seakan adalah orang yang patut disalahkan. Padahal tidak ada yang bisa dilakukannya saat dia tidak ingat apapun dan tidak ada yang mengingatkannya.

"Lo mau gue gimana, Ra?" tanya Biru berusaha menahan ledakan.

"Gue yang seharusnya tanya sama kalian yang nggak ngingetin gue saat lupa. Kenapa nggak ada yang ngingetin saat keadaanya bahkan gue nyalahin diri karena nggak inget momori pas itu?

"Kalo lo beneran kenal gue dari lama lo pasti tau kan? Gue akan pikir apa ketika semua ini terjadi?!"

"Kecewa, Ra!"

"Sama diri gue." Suara Biru terbata dalam kalimat terakhir.

Tera hanya menggeleng dan menerima semua luapan kalimat Biru padanya. Dia tau ini akan terjadi, dihatinya Tera ingin Biru bisa lebih tenang dan tidak memilih lari dengan melupakan semua yang telah terjadi. Dia ingin Biru marah aja sama dunia, jangan sampe amarahnya berlanjut dengan segala macam yang bisa ngelukain diri sendiri.

Biru gusar sendiri, ingin bersiap menghadapi kenyataan tapi nggak tau harus mulai dari mana. Pikirnya lebih baik dia pulang dan menenangkan diri agar bisa mendapat solusi dengan emosi yang lebih jernih.

Biru memakai helmnya, kemudian menatap Tera saat sudah menyalakan motornya, bersiap pulang. "Anggap aja, kita nggak ngomongin apa-apa barusan, Ra. Besok lupain kalo gue tau faktanya dan ... yang kasih tau gue itu lo. Tolong."

Kemudian pemuda itu berlalu dari rumah besar kediaman Ibu Tera.

Tera sangat lemas sekali, ternyata tidak semudah itu setelah dia mengumpulkan keberanian juga. Tidak selamanya proses yang kalian tempa dengan begitu sulit akan terus mengalami hal baik. Sekarang, Tera rasanya sangat malu dengan dunia. Dia merasa seperti penghianat yang menusuk Biru dari depan.

Dadanya terasa sakit sekali meskipun dirinya tidak mengerti dari mana rasa perih ini. Melihat ekspresi Biru tadi membuatnya sangat berada dalam bayang-bayang kelam. Dia membuat Biru kecewa pada diri sendiri. Itu lebih buruk lagi daripada Biru mengatakan dia sangat benci dengan dunia.

Kaki gadis itu lemas sekali sampai baru dua langkah berjalan rasanya tidak mampu. Dia hanya diam dan mulai menunduk dan terduduk di tanah. Hidungnya meraup udara yang sepertinya tercekat kesekian kali, berusaha membuang rasa tidak sukanya pada sutuasi begini dengan Biru.

Kemudian dia hanya bisa menangis tersedu, sampai Dipa datang dan membuatnya bangun dari halaman. Hari ini dirinya sudah penuh sesal, kemungkinan besok dirinya akan merasa sangat-sangat menyesal.

•••

Biru mematikan motornya, membuka helmnya. Dia berjalan lunglai dan duduk di perbatasan lantai yang agak tinggi, menghadang jalan dari garasi menuju dalam rumah.

Surai hitamnya di acak terus, Biru sangat gusar ingin kembali mengingat bagian-bagian lain yang dilupakannya. Matanya mengerjap pening, lalu mengetuk-ngetuk kepalanya dengan helm yang masih setia ditangannya.

"Aden, kenapa Den?"

"Ibun ada Bi?" Bi Lusi menggeleng.

Biru bangkit. Kemudian saat masuk kamar dia turun lagi dan memporakporandakan laci juga gudang. Mengambil foto dan semua album yang ada.

You're My BlueWhere stories live. Discover now