"Iya, dia emang pergi sendiri. Ntar gue tanyain kalo dia udah balik."

"Syukur deh kalo gitu" Dirga akhirnya bisa sedikit bernafas lega karena ternyata Arkaan sudah tahu lebih dulu.

"Eiya, ngomong-ngomong soal perjodohan gimana, Bang?" tanya Dirga kemudian.

"Gimana apanya?" tanya Arkaan.

"Bang Arkaan ikut?"

"Gue ikut makan malam aja. Gue udah bilang kalo gue ga bakal ikutan perjodohan keluarga sampai kapan pun."

"Kita juga ga mau kalo Bang Arkaan dijodohin."

"Maksudnya?"

"Kita udah sepakat kalau semua bakal ikut, kecuali Bang Arkaan. Bang Jendra bilang jangan sampe Bang Arkaan ikut."

"Emang Bang Jendra ikut?"

Dirga mengangguk. Setelahnya Arkaan kembali menghela nafas. Semua masih belum diputuskan. Kakeknya bisa saja berubah pikiran di tengah jalan. Kalau saja tradisi konyol ini bisa dihapuskan, mungkin situasinya tidak akan serumit ini.

ooOoo

Gala bernafas lega setelah pertemuannya dengan klien selesai. Gala bersyukur hari ini pertemuannya diadakan di luar kantor. Gala tidak betah kalau terlalu lama berada di dalam gedung. Salah satu alasan Gala menghadiri pertemuan ini sendirian juga karena dia ingin menghirup udara segar sendirian meskipun dia tahu pasti atasannya akan mengomel, terutama General Manager-nya. Salah satu hal yang tidak mengenakkan saat bekerja perusahaan milik keluarga sendiri adalah minimnya privasi.

Gala tahu sejak kejadian dia membawa uang perusahaan itu, semua orang mengawasinya. Tapi, siapa yang peduli? Bukannya itu uangnya juga? Gala punya jatah saham di Malik Group meski tidak besar. Jadi, tidak salah kan kalau Gala menggunakan hak miliknya?

Gala mendengus begitu ponselnya bergetar dan melihat siapa yang menelepon. Bukan dari Dirga, sang General Manager. Tapi yang lebih menakutkan dari Dirga.

"Halo, Bang?"

"Dimana lo?"

"Baru kelar meeting."

"Balik jam berapa?"

"Hmm, paling habis makan siang. Gue masih ada perlu sih. Tapi, tenang aja. Gue bakal balik tepat waktu, kok."

"Ya udah. Ga ada toleransi, ya. Kalo ada apa-apa, gaji lo duluan yang gue potong."

"Astaghfirullah, kejam amat sih Bang sama adik sendiri?"

"Udah, sana. Bentar lagi dhuhur kan? Ga usah kelayapan."

"Iya, Bang Arkaan tercintaa. Bawel. Gue tutup ya. Nyari masjid dulu."

"Hati-hati."

"Siap, Bos."

Gala hanya geleng-geleng kepala setelah ditelepon oleh kakaknya yang juga merupakan Direktur Malik Group. Dari seluruh keluarga besarnya, hanya dia, Dirga dan Arkaan yang mengambil bagian dalam perusahaan. Sisanya menggeluti profesi impian mereka masing-masing. Jara, adik Dirga--sepupunya yang paling bungsu--pun memilih tidak menjadi bagian dari perusahaan. Apalagi Abim. Seharusnya Abim yang ambil bagian di perusahaan. Kalau Gala sebenarnya tidak masalah. Asalkan dia bisa tetap memiliki penghasilan. Kalau di perusahaan lebih enak. Bisa meminjam uang kapan saja dengan modal merayu Arkaan atau kakeknya langsung. Prinsip Gala, kalau ada jalan yang mudah kenapa harus menempuh jalan yang sulit?

ooOoo

"Assalamualaikum" sapa Gala pada perempuan yang berjalan melewatinya.

YouniverseDove le storie prendono vita. Scoprilo ora