Extra Chapter III

2.8K 269 29
                                    

Satu hal yang Romeo harapkan, berharap bahwa semua ini hanya mimpi. Sebuah berita yang menggemparkan Rusia dan Inggris pagi ini sukses membuatnya dan anggota keluarga kerajaan lain memakai pakaian berkabung.

Pakaian yang paling Romeo benci, akhirnya hari ini ia harus memakainya untuk menghadiri pemakaman mantan istrinya, Sydney dan suaminya Luigene.

Berita tadi pagi masih bergema hangat di telinga Romeo, dan ia masih tidak mempercayainya.

Detik-detik Jatuhnya Helikopter Yang Menewaskan Mantan Putri Mahkota Inggris dan Suaminya.

Ya, Sydney dan Luigene mengalami kecelakaan helikopter yang membuat keduanya tewas di tempat. Romeo tidak bisa mempercayai berita itu karena mayat keduanya tidak ditemukan, hilang begitu saja bagai ditelan bumi.

Diduga kuat tubuh keduanya hancur tak berbentuk akibat kecelakaan mengerikan itu. Tetapi di sinilah ia sekarang, menghadiri pemakaman Sydney dan Luigene.

Hati Romeo sangat hancur, rasanya ia tenggelam dalam duka. Baru saja kemarin ia bertemu dengan Sydney dan Luigene saat menjemput Kaysca, ia benar-benar tidak menyangka jika kemarin adalah terakhir kalinya ia bisa melihat Sydney.

Bagaimana Romeo akan memberitahu ini kepada putrinya yang baru berusia dua tahun, bahwa ibunya telah meninggal.

Sekarang Romeo mengerti mengapa akhir-akhir ini Kaysca sangat rewel dan ingin terus menempel kepada Sydney, bahkan kemarin pagi saat menjemputnya, putrinya itu menangis histeris memeluk Sydney, tidak memperbolehkan ibunya untuk berangkat. Putrinya itu mungkin memiliki firasat yang buruk akan ibunya.

"Romeo," lirih Anastasia, ibunya, memeluk tubuh putranya setelah pemakaman berakhir, "Menangislah, tidak apa-apa."

"Mengapa?" sontak tangis Romeo pecah dalam pelukkan ibunya, "Mengapa mereka berdua begitu jahat kepadaku? Aku sudah mengikhlaskan Anaraya untuk hidup bersama pria yang ia cintai, mengapa ia masih pergi meninggalkanku? Aku hanya memintanya untuk bahagia, apa dia sangat membenciku? Apa dia sangat membenci putri kami?"

Anastasia tak bisa menahan tangisnya, melihat putranya yang begitu hancur. Ini bukan pertama kalinya, Romeo terlihat sangat terpuruk saat ia bercerai dan sekarang saat Sydney meninggal, putranya sangat menderita.

Setelah ini, bagaimana Romeo akan melanjutkan hidupnya? Selama ini ia masih bisa melihat Sydney meski wanita itu bersama pria lain, lalu sekarang? Bangkainya saja tidak bersisa lagi, bagaimana Romeo bisa menyalurkan kerinduannya terhadap wanita itu.

Rasanya ia sangat tersiksa. Dengan semua oksigen di sekitarnya tetapi nafas Romeo tercekat, ia tidak bisa bernafas. Kepalanya pusing dan jantungnya seperti akan meledak, Romeo tidak bisa menerima semua ini.

Mengapa harus secepat ini? Takdir sudah begitu kejam terhadapnya, memisahkan dirinya dengan Sydney begitu saja seolah tidak cukup.

"Apa salahku mama? Mengapa... Mengapa mereka mengambil Anaraya lagi? Aku tidak pernah memintanya untuk berada di sisiku, aku hanya memintanya untuk bahagia, apa dia bahagia melihatku menderita seperti ini?"

"Romeo sayang, kau tidak melakukan kesalahan apa pun, tidak ada yang membencimu, nak."

"Lalu mengapa Anaraya meninggalkanku lagi? Bagaimana dengan Kaysca dan Edern, mereka masih sangat kecil dan membutuhkan ibu mereka..."

Yang Anastasia bisa lakukan saat ini hanya memeluk putranya, ia tidak bisa memahami duka putranya, tidak ada yang bisa memahami dukanya sebaik Romeo sendiri.

"Papa," suara lembut itu sukses membuat Romeo mengadah menatap Kaysca yang berada dalam gendongan Egor. "Papa jangan menangis lagi," putrinya turun dan memeluk tubuh Romeo dengan erat, tangan kecilnya mengusap pelan punggung ayahnya, "Kayca ikut sedih."

"Kaysca..." lirih Romeo merengkuh tubuh mungil putrinya dengan erat.

"Yes, papa, I'm here," tangan kecilnya menangkup wajah Romeo, "Kayca di sini, Kayca akan memeluk papa sampai sedihnya hilang, papa mau?"

"Romeo, kau masih memiliki tanggung jawab yang besar. Meski sangat menyakitkan namun bertahanlah untuk putrimu, Kaysca. Dia masih membutuhkan papanya."

Egor sengaja membawa Kaysca ke hadapan Romeo saat ini, ia sengaja agar pria itu bisa melihat alasannya untuk tetap hidup dan bertahan. Egor tau betapa Romeo mencintai Sydney, ia tau jika kematian Sydney akan sangat melukai putranya.

"Ibunya Kaysca sudah pergi ke tempat yang baik, meski tidak ingin namun kau harus mengikhlaskannya, biarkan dia pergi dengan tenang."

Sejujurnya, Egor takut. Ia takut jika putranya akan menyerah atas hidupnya. Egor takut akan kehilangan Romeo akibat kejadian ini, Egor tidak bisa kehilangan putranya.

"Lakukan apa pun yang kau mau, tetapi bertahanlah hidup untuk putrimu."

"Kaysca putri papa..." lirih Romeo, tangisnya semakin pecah memeluk putrinya dengan erat. "Apa yang harus papa lakukan sekarang..."

"It's okay papa, Kayca, grandy dan granmy ada di sini."

"Kaysca tidak akan bisa bertemu dengan mama lagi..."

"Mama bilang Kayca bisa bertemu dengan mama lagi nanti, di atas sana," tunjuk Kaysca kecil ke arah atas membuat semua mata mengikuti arah tunjuk anak itu.

"Di atas sana?"

Kaysca mengangguk sembari tersenyum, "Mama di atas sana, papa, mama terbang bersama papa Lui."

"Siapa yang memberitahu Kaysca?"

"Kayca melihat mama kemarin, mama bilang akan pergi bersama papa Lui dan Kayca harus tetap di sini menjaga papa dan Edern agar papa tidak sedih."

Romeo menatap putrinya tak percaya, apa putrinya itu baru saja mengarang? Anak berusia dua tahun, bagaimana bisa mengarang hal seperti itu?

Bukan hanya Romeo, Anastasia dan Egor yang mendengarnya pun ikut terkejut.

"Mama bilang kepada Kaysca bahwa Kaysca harus menjaga papa dan Edern?"

Kaysca mengangguk antusias dengan senyum manisnya, wajah itu semakin terlihat mirip dengan rupa Sydney. "Kayca sayang papa dan Edern," akunya lembut kembali berhambur memeluk Romeo. "Mama bilang papa tidak boleh sedih."

"Kaysca tau, jika Kaysca tidak akan bisa bertemu dengan mama lagi? Kaysca tidak bisa bermain bersama mama lagi untuk besok, besok, dan seterusnya."

Kali ini Kaysca mengangguk namun tampak tidak antusias. "Mama sudah pergi bersama papa Lui. Tetapi Kayca masih bisa bermain dengan papa, Kayca sayang papa," memeluk leher Romeo, "Papa jangan pergi ya..."

Dear, Luigene: SECRET SENTINELWhere stories live. Discover now