Penggalan VII.

4.7K 391 3
                                    

          Dia adalah nyala api yang datang dan membakarnya hatiku yang dingin bagai mimpi yang menjadi nyata, ketika aku bertemu dengannya tanpa aku sadari hatiku berlabuh untuknya dan tanpa disengaja ia mengisi tempat terkosong pada hatiku, membuka pintu yang selama ia tertutup.

Dia yang sebenarnya aku inginkan, aku ingin selalu melihatnya setelah mengalami hari panjang nan melelahkan di cafe. Setiap hari baik maupun buruk yang ku lalui, aku hanya ingin melaluinya bersama dia, pria yang ingin kucintai.

Aku ingin melakukan berbagai hal dengan pria itu, saling membantu dan menjadi lebih kuat setiap harinya.

Dia yang sangat tulus dan berterus terang tanpa sadar membuatku mengaguminya, bahkan memaklumi setiap keanehan pada dirinya.

Entah harus berapa lama sampai aku menyadari ini tetapi aku ingin mencintainya dan menjadi tangan yang menggenggam tangannya ketika segala hal menjadi lebih sulit nantinya.

Aku tidak pernah begitu yakin tentang seseorang atau sesuatu sepanjang hidupku tetapi kali ini aku merasakannya tanpa keraguan sedikitpun dalam pikiranku...

– Sydney Anaraya

Harga diri Romeo seakan diinjak ketika membaca setiap kata demi kata pada surat milik Sydney yang ditulis dengan tangan perempuan itu sendiri–Romeo mengenal betul tulisan tangannya yang sangat khas.

Romeo tak bermaksud untuk lancang tetapi rasa penasarannya akan surat kemarin begitu mendominasi terutama setelah Sydney terus memanggil nama pria lain dalam tidurnya pagi ini.

Entah sudah berapa jam berlalu selagi menunggu Sydney terbangun dari tidurnya, ia membaca surat-surat milik calon istrinya, semua surat itu berisikan tentang pria yang sudah mengambil hatinya dan pria itu bukanlah Romeo.

Sydney memang tak menuliskan nama pria tersebut tetapi dari tulisannya Romeo sudah mengetahui siapa pria yang dimaksud oleh Sydney.

Mendengar langkah kaki Sydney yang menghampirinya membuat Romeo tersadar tetapi tak lantas ia segera menaruh surat-surat yang baru saja ia baca.

Romeo sengaja ingin perempuan itu melihatnya, melihat dirinya membaca surat yang Sydney tulis.

Dan benar saja, Sydney terlihat marah merampas surat yang ada di tangan Romeo, "Apa yang kau lakukan!" bentak Sydney menarik surat-surat itu paksa.

"Seharusnya aku yang bertanya, apa yang kau lakukan Anaraya? Apa maksud dari tulisan-tulisan itu?"

Sydney tak menjawab Romeo dan lebih memilih untuk memungut surat-surat miliknya yang berhamburan di atas lantai karena dirinya yang sempat berusaha merebut kertas itu dari Romeo.

Melihat bagaimana Sydney memungut surat-surat itu membuat Romeo tertawa miris, ia menertawakan dirinya sendiri. "Tak ada yang ingin kau jelaskan?" tanya Romeo lagi kali ini bangkit dari duduknya.

"Romeo..." Suara Sydney melembut berharap pria itu mau mendengarkannya.

"Kau mengkhianatiku, Anaraya."

"Romeo, maaf..."

"Lagi-lagi maaf?" Lihatlah Sydney, selama ini mereka tidak seperti bertunangan tetapi orang asing. Perempuan itu selalu meminta maaf dan berterima kasih, alih-alih memberikannya penjelasan, "Kau tidak ingat apa yang aku katakan semalam?"

Dear, Luigene: SECRET SENTINELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang