15. Hesti

301 47 11
                                    

Hangat. Gue seperti ditimang kala masih bayi. Entah siapa, tapi gue merasa nyaman.

Harum yang gue rindukan menyapa. Harum sosok itu, sosok yang pernah membuat gue seperti orang bodoh rela mengajari bermain basket.

Perlahan gue membuka mata dan samar melihat jalan berpaving remang yang disinari cahaya dari lampu jajaran rumah.

Ketika gue menoleh ke samping, gue mendapati wajah Desta berada dekat sekali dengan wajah gue, sampai pipi kami bersentuhan.

Sekarang gue sadar jika sedang digendong punggung oleh Desta. Kalau gue bangun, pastinya nih Kucing Garong bakal refleks nurunin gue.

Nggak, gue nggak mau bangun. Enak behini, bisa deket deket Desta.

Kayak di Drama Korea nih, digendong di bawah langit malam berpasir bintang. Duh, kenapa dada gue malah dag dig dug begini? Kan cuma digendong Desta!

Wait, tunggu dulu. Kenapa gue bahagia banget deket Desta?

Hanya karena dikasih makan, diberi pinjam eardbud, dan diperlakukan baik, bukan berarti gue harus nganggep nih cowok sebagai seorang yang spesial, kan? Nganggep dia bak seorang Dewa. Beuh kagak!

Gue nggak mau bangun, karena malas jalan. Kapan lagi bisa naik Desta gratis seperti ini, lan? Jadi jangan salah sangka.

Kami tiba di depan rumah gue dan sengaja gue merangkul leher janjangnya, sambil pura pura tidur, supaya nggal jatuh pas dia membuka pagar. Nggak sengaja gue kecium pipinya.

Dia semoat menileh sebentar. Panik gue pura - pura ngorok keras. Dia malah ketawa. Kira - kira Desta tahu nggak ya? Duh jangan deh, jangan sampai tahu. Lagian gue nggak sengaja. Kecium pipi dia juga karena dia gerak - gerak.

Suara bel membahana. Nggak berselang lama, Ibu membukakan pintu rumah.

"Loh, kok sama Nak Desta?" Ibu bingung.

"Iya Te, nih kami ternyata satu sekolah sekarang. Jadi, bisa pulang bareng."

"Oh, kok bisa terlambat. Ini kenapa pakai digendong segala?"

Desta tertawa ringan, tawa yang dibuat buat. "Kecapekan Te, tadi ketika MOS Hesti lari lari, lemas jadinya."

Pintar bohong juga nih cowok. Gue rada kecewa ketika Kak Fitra yang menggendong gue ke kamar. Sementara Ibu bicara sama Desta.

Bukan berarti gue demen di gendong dia, hanya saja, kan enak kalau Desta jadi repot naik tangga sambil gendong gue.

Singkat cerita, gue nggak mandi dan langsung ditaruh ke kasur oleh Kak Fitra. Ketika Kakak udah ngelepas sepatu dan kaos kaki gue, dia keluar dari kamar dan sekarang gue sendiri di dalam kamar gelap.

Gue terlentang memandang kosong langit langit. Hari ini benar - benar seperti naik roller coaster. Dari awalnya bahagia, takut, marah, bahagia lagi, sedih, suntuk, lemas, dan senang lagi.

Apa begini kehidupan anak SMA?

Gue mendengar suara pintu gerbang dibuka. Gue ngintip ke luar, mendapati Ibu dan Kakak melepas kepergian Desta. Halah, rumah sebelahan aja pakai dikawal sampai gerbang segala, sudah seperti pejabat saja.

Magnetic LoveWhere stories live. Discover now