Bagian 31

974 68 3
                                    

Keesokan harinya jenazah Hamas langsung dibawa ke Indonesua dan dikebumikan di sore harinya. Hamas berpesan ingin dimakamkan di makam keluarga, disamping makam umi dan abinya. Tapi karena umi dan abinya masih hidup, ia dekatkan kuburannya dengan makam kakek dan neneknya.

Semua teman-temannya tidak menyangka bahwa usia Hamas tidak lama. Banyak teman-temannya yang sedih kehilangan sosok Hamas yang sangat ramah pada semua orang. Namun ia tetap terjaga. Ia dikagumi banyak akhwat di kampus. Bukan karena ketampanannya, bukan karena kecerdasannya, bukan karena jabatannya di kampus, tapi karena akhlaknya yang baik.

Pihak dosen pun turut berdatangan ke rumah duka. Dosennya menjadi saksi bahwa Hamas adalah salah satu mahasiswa terbaik di jurusannya. Namun sayang tidak banyak temannya yang mengetahui karena sifatnya yang begitu rendah hati.

"Hamas sudah lama berkonsultasi dengan saya tentang penelitian ini. Dia penasaran dengan kekuatan inti bumi yang berpengaruh terhadap perusahaan industri berbasis batu bara. Saya sudah beri tahu resiko-resiko terburuk padanya. Namun ia tidak pernah mundur. Essay yang diajukan untuk input beasiswa pun seputar itu. Dan ia sangat bahagia ketika dosennya mengajak ia ke lapangan untuk meneliti. Hamas ini mahasiswa yang genius. Daya nalarnya 10 tahun lebih maju dibanding mahasiswa seusianya." Dosen Pembimbingnya berusaha menceritakan kelebihan-kelebihan Hamas yang bahkan orangtua dan istrinya tidak tahu.

"Mas, betapa istimewanya dirimu. Rara begitu bahagia menyambut para tamu yang datang takziyah semua menceritakan tentang kebaikanmu. Tapi Rara sedih, Rara belum menemukan langsung hal itu darimu. Mas insyaaAllah Rara ikhlas. Mas pasti dapatkan tempat terbaik di sisi Allah. Meninggalnya Mas pun karena Mas berusaha menolong oranglain. Bahagianya Rara sempat memilikimu, Mas. Mas yang tenang ya disana. Rara tidak akan menangis lagi. Rara janji." Ucapnya pada foto Mas Hamas yang terpajang di ruang duka.

Dua bulan setelah kepergiannya, ia harus kembali ke Beijing. Ia harus penuhi keinginan Hamas untuk ia selesaikan S2-nya di Beijing. Fathimah mengingat-ingat kembali perbincangan-perbincangannya bersama Hamas mulai dari malam pertama ia menjadi istrinya. Ia selalu mengatakan tentang kematiannya. Dan Fathimah tidak menyadari itu.

Fathimah masuki rumah yang telah Hamas siapkan untuknya. Hamas telah membayar lunas uang sewa rumah ini untuk dua tahun ke depan.

"Mas percaya, ade bisa selesaikan S2 ini dalam dua tahun. Setelah itu mari kita cari tempat lain untuk dapatkan kebahagiaan."

Fathimah tertawa. "Ia hanya mengatakan kelulusanku tanpa mempertimbangkan kelulusannya? Apakah sejauh itu ia telah memprediksi kematiannya. Dan selama ini aku tidak peka dengannya."ucap Fathimah miris. Setelah Fathimah pikir-pikir, semenjak pernikahannya Hamas sudah menunjukan tanda-tanda perpisahan dengannya.

"Kau terlalu sempurna sebagai pendamping hidupku, Mas. Kebersamaan kita mungkin memang sangat singkat. Tapi sangat-sangat membekas, Mas. Setiap harinya aku selalu kau bahagiakan. Terimakasih sudah memberi warna indah dalam hidupku, Mas. Doakan aku bisa memenuhi segala mimpi yang kau titipkan padaku." Ucap Fathimah sambil memandang foto pernikahan mereka.


Koko MualafWhere stories live. Discover now