Bagian 30

984 77 5
                                    


"Kau Hidup? Biar ku periksa terlebih dahulu."

Dokter pun memeriksa tubuh Hamas. Tidak ditemukan tanda-tanda kesembuhan pada dirinya. Semua masih sama. Bahkan perutnya sudah benar-benar mati rasa. Tapi mengapa ia masih lancar berbicara. Ini aneh. Sepertinya dokter ini paham situasi ganjil ini.

"Tolong terus temani pasien ini. Jangan pernah tinggalkan dia." perintah dokternya.

"Bagaimana keadaannya, Dok?" Tanya Fathima.

"Dia akan menemukan kesembuhannya." Jawab Dokter tersebut. Namun ia rasa kesembuhannya adalah berupa kematiannya.

"Terimakasih, Dok. Dokter telah menenangkan kami." Ucap Hamas sambil tersenyum aneh, seakan Hamas tahu bahwa dokter itu telah berbohong. Dokter pun keluar sambil menarik Sarah.

"Mengapa Anda menarik saya?" Tanya Sarah aneh.

"Tubuhnya sudah mati." Ucap dokter frustasi.

"Maksud dokter? Jelas-jelas ia terlihat sehat." Ucap Sarah.

"Tidak. Sebagian tubuhnya sudah mati. Aliran darahnya sudah terhenti di bagian bawah. Secara medis ini adalah keanehan. Jika saya jelaskan kepada para tim medis, mereka akan menganggap saya gila. Tapi saya mengetahui bahwa perutnya sudah mati rasa. Jika anda tak percaya cobalah tekan sekencang mungkin, ia tidak akan bereaksi." Jelas dokternya. Sarah pun memang merasa ada keganjilan di ruangan itu.

"Ia sedang menikmati masa akhir bersama orang-orang tercintanya. Adakah yang sedang menuju kesini?" Jelas dokternya.

"Ya. Orangtuanya."

"Pastikan ia bersegera. Sepertinya ia menunggu orangtuanya datang." Kata Dokter. Dokter tersebut pernah menemukan beberapa keanehan seperti tiba-tiba ia terlihat sehat namun tak lama ia meninggal dunia. Tapi kasus Hamas ini lebih aneh. Karena sebagian tubuhnya sudah mati. Dokter tersebut menyaksikan sendiri kakinya sudah memucat.

"Kau terlihat sangat sehat, Hamas. Aku sangat bersyukur." Ucap Sarah bahagia.

"Dan aku sangat bersyukur kamu mau menemani istriku. Teruslah temani ia. Pastikan ia terus bahagia dan menyelesaikan S2-nya d Beijing." Pesan Hamas

"Sure, Hamas. Aku akan menjaganya untukmu." Sarah mendekati Hamas dan mencoba menekan perutnya dengan kencang selagi tatapan Hamas sedang fokus ke Fathimah.

"Hhhaaaaa." Sarah langsung mundur ketika ia dapati Hamas tidak bereaksi sama sekali ketika perutnya ia takan keras. Sangat keras. Namun ia tidak bereaksi sama sekali. Dan perutnya terasa dingin.

"What's wrong, Baby?" Tanya Kim panik.

"Kenapa, Sarah?" Fathimah pun tidak kalah panik.

"Tidak, Fathimah. Aku hanya iri dengan kekuatan cinta kalian." Elak Sarah. Karena mungkin semua ini bisa terjadi karena rasa cinta yang ada diantara mereka yang membuat Hamas tidak ingin meninggal ketika tidak ada orang-orang terkasih di sekitarnya.

"Aku ingin mendengar Ar-Rahman mu, De. Please. Ini akan membuatku tenang." Pinta Hamas.

"Baiklah, Mas."

Fathima pun melantunkan Ar-Rahman nya sambil membelai rambut Hamas dengan lembut. Sarah menitikkan air mata. Terlebih ketika Hamas memejamkan matanya lama. Ia pikir Hamas telah hembuskan nafas terakhirnya. Tapi ia salah.

Tak lama ia selesai, umi dan abi nya datang. Abinya sangat terkejut melihat sisi di hadapan ranjang anaknya. Sarah melihat jelas bahwa abinya Hamas sangat ketakutan namun ia berusaha tetap tenang.

"Oh anak umi. Kau tidak apa-apa, Nak?" Tanya Uminya Hamas langsung memeluk Hamas.

"Aku akan segera sembuh, Mi. Hamas sayang umi dan abi. Maafkan hamas belum bisa menjadi anak yang baik. Jaga bidadari Hamas yaa umi abi. Anggap ia seperti anak kandung umi dan abi. Tolong pastikan ia tidak menangis. Dan pastikan jika Hamas telah tiada, ia harus mencari suami lagi." Jelas Hamas panjang lebar kepada umi dan abinya.

"Mengapa Mas bicara seperti itu?" Tanya Fathimah aneh. Namun belum sempat menjawab abinya langsung memotong.

"Hamas. Kamu anak terbaik, Abi. Abi bangga denganmu. Abi ingat keinginanmu untuk saat ini, Nak. Kamu mau solat diimami abi kan, Nak?" Tawar abinya dengan guratan kesedihan di wajahnya namun ia berusaha tegar. Lagi-lagi Sarah menyadari hal itu. Apakah ini salah satu permintaan Hamas di akhir hidupnya?

"Mau, Bi. Hamas dari tadi menunggu abi untuk mengimami solat hamas." Ucapnya tetap dengan senyuman manisnya.

"Ayok semuanya kita solat maghrib sama-sama. Rara tolong bantu suamimu tayamum, Nak." perintah abi kepada semuanya.

"Baik, Abi." Semuanya mengambil air wudhu. Fathimah yang pertama kali berwudhu karena selanjutnya ia harus membantu suaminya tayamum.

Semua orang di ruangan tersebut menunaikan solat maghrib berjamaah. Ketika tahiyat akhir bacaan tasyahud. Hamas pun mengucapkan syahadat terakhirnya.

"Mas." Panggil Fathimah bermaksud ingin salam dengannya. Namun tidak ada respon sama sekali dari Hamas.

"Mas.. mas.. mas Hamas.."

Sarah dan abinya yang sudah menyadari kondisi Hamas sedari tadi terus memanjangkan duduknya. Mereka tau bahwa Hamas sudah Allah rindukan.

"Innalillahi wa innailaihi roojiun" Ucap abinya Hamas.

"Trimakasih sudah memberi anak saya waktu untuk menungguku mengimami solatnya." Ucap Abinya pelan namun lagi-lagi Sarah bisa mendengarnya.

"Mas Hamas. Bagaimana mimpi kita untuk menciptakan anak-anak pejuang dakwah Mas? Rara butuh Mas. Mas Hamas banguunn. Rara butuh Maass." Tak lama Fathimah pun pingsan.

Koko MualafWhere stories live. Discover now