Bagian 3

2.1K 135 1
                                    

_Fathimah POV_

Hello namaku Fathimah Azzahra Rusliansyah. Teman-temanku biasa memanggilku Rara karena ketika di pesantren dulu ada beberapa nama Fathimah dan Zahra sehingga munculah panggilan baru untukku. Rara diambil dari nama tengahku Azzahra. Orangtuaku membesarkan aku dengan penuh kasih dan sayangnya. Ibuku adalah seorang full mother dan aku sangat terkesan dengan waktu full nya yang ia curahkan untuk anak-anaknya. Aku jadi teringat dengan Fathimah kecil.

"Fathimah cita-citanya mau jadi apa?" Tanya ibu guru ketika aku SD.

"Aku mau jadi istri yang sholihah, Bu Guru. Dan jadi ibu yang sayang sama anak-anaknya." Jawabku dengan polosnya.

Tentu aku tidak ingat peristiwa ini. Tapi ibu sering menceritakan ini padaku dan sering membuatku malu. Terkadang ketika bertemu teman lama ibu, mereka suka mengolok-olokku.

"Oh ini Fathimah yang cita-citanya ingin jadi istri sholihah dan ibu penyayang itu?" Seakan membuat pipiku langsung merona karena malu.

Aku hanya mengingat kilas cita-citaku sejak SMP. Aku berpikir, apa pekerjaan yang cocok bagi perempuan yang tetap ingin bisa mengurus suami dan anak dengan baik. Akhirnya pilihanku jatuh untuk menjadi seorang guru. Saat itu aku berpikir bisa saja keluargaku nanti membutuhkan aku untuk bekerja sehingga aku harus memikirkan pekerjaan yang bisa aku atur pembagian waktunya. Ah Fathimah SMP sangat dewasa menurutku. Dia sudah berpikir sejauh itu. Dan jika disambungkan mungkin ini bersesuaian dengan cita-cita Fathimah kecil.

Usiaku kini sudah sampai 22 tahun bahkan 2 bulan lagi usiaku sudah 23 tahun. Waktu yang cukup bagiku mulai berpikir untuk menikah.

"Ra, kapan kamu kenalkan calonmu itu sama bapak dan ibu?" Pertanyaan yang hampir tiap pulang ibu tanyakan.

"Belum terlihat hilalnya, Bu." Jawabku sambil kabur meninggalkan ibu.

Memang Fathimah Azzahra saat ini masih belum mau untuk menikah. Karena ia ingin fokus menyelesaikan tugas akhirnya terlebih dahulu.

"Ra, sudah hampir 23 usiamu. Ibu kan sudah bilang kamu harus menikah di usia 22 tahun. Abangmu saja laki-laki menikah di usia 22 tahun, masa kamu perempuan melebihi abangmu?" Ibu mulai merajuk dan aku tidak dapat berkutik jika ibu sudah menggunakan jurus ini.

"Ibuku sayang. Masalah jodoh, insyaaAllah sudah Allah siapkan Bu sejak Rara masih dalam kandungan ibu. Hanya saja, Bu. Rara masih belum menemukannya, Bu. Dan ia juga belum berusaha menjemput Rara. Rara bisa apa selain memasrahkan diri sama Allah." Ucapku lembut kepada Ibu.

"Ya kamu usaha toh, Ra. Minta tolong carikan guru ngajimu itu, Ra. Ustadzah Maryam. Atau Rara mau ibu dan bapak carikan pendamping untuk Rara?" Tanya ibu lebih memaksa.

"Ibuku yang cantik. Izinkan Rara untuk selesaikan tugas akhir Rara dulu. InsyaaAllah, pangeran berkuda putih itu akan hadir di waktu yang tepat, Bu. Dia lagi pantaskan diri untuk menjadi imam terbaik untuk Rara, Bu." Jawabku sambil tersenyum. Dan tidak ada respon apa-apa dari ibu.

Hampir saja ibu bangkit dari duduknya, aku langsung memegang tangannya dan mengarahkannya untuk duduk kembali.

"Ibu, kalau memang ibu punya kenalan atau anak teman ibu dan bapak. Rara mau kok dikenalkan." Ucapku sambil mengusap-usap tangan ibu.

"Asalkan dia laki-laki yang soleh, ga pemarah, dan pekerja keras. Cukup itu saja Bu. Oh satu lagi, dia sayang sama Rara dan keluarga ini Bu." Sambungku. Aku lihat tetesan air mata dari wajah ibu. Aku pun memeluknya. Ah hangat rasanya mendapat pelukan dan kecupan di ubun-ubunku dari wanita yang paling ku sayangi. Memang ibu sudah sangat ingin melihat anak perempuan satu-satunya ini segera menikah.

Koko MualafTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang