Bagian 8

1.3K 124 3
                                    

_Arslan POV_

Aku terbangun pukul 04.00 dan tidak bisa tidur kembali. Ku ambil Al Quran, ku buka sembarang kemudian bertepatan ku dapatkan di surat Fatir. Ku baca perlahan artinya. Ya ampun, mungkin ini yang membuat hatiku tidak tenang.

"Ya Allah, wo percaya padamu, Ya Allah. Wo beriman kepadamu. Wo akan segera bersyahadat secara benar supaya aku tidak termasuk orang kafir yang menjadi salah satu orang yang menerima azabmu. Wo ingin menjadi seorang muslim yang kemudian kau beri ketenangan dengan agama-Mu yang benar ini, Ya Allah." lirihku sambil menitikan air mata.

Pagi itu juga, aku bersiap untuk pergi ke kota. Aku pamit kepada papi dan mami dan minta izin tidak akan pulang beberapa hari. Karena hari ini aku akan masuk islam dan langsung belajar islam di pesantren tengah kota.

"Semoga ni bahagia dengan kehidupan barumu nanti, Ar." Ucap mami sambil memegang pipiku kemudian mengecup keningku.

"Ni sudah memutuskan. Ni harus bertanggung jawab atas keputusan yang ni buat. Ni sudah besar. Semoga bahagia, Ar. Pintu rumah ini akan selalu terbuka untukmu." ucap papa sambil menepuk nepuk pundakku.

"Xiexie mami, papi. Aku mohon pamit."

Aku kayuh sepedaku untuk sampai ke kota.

"Bismillah Ya Allah.. Izinkan wo untuk menghabiskan sisa umur wo untuk memujamu Ya Allah." ucapku penuh harap.

Ketika sepedaku sedang melesat dengan cepat, tiba-tiba gawaiku berdering. Ku biarkan ia terus berdering, namun panggilan itu berkali-kali. Akhirnya ku tepikan sepedaku, dan ku angkat teleponku.

"nihao"sapaku

"Ar, ni sedang apa? Koko hubungi lama sekali ni mengangkatnya. Jangan bilang ni baru bangun? Bagaimana ni mau masuk islam kalau jam segini baru bangun." ucap Ko Ahmad dengan nada kesal di seberang sana.

"Sabarlah Koko. Wo sedang melesatkan sepedaku untuk ke kota. Wo mau ucap syahadat pagi ini juga, Koko." Jawabku

"Benarkah, Ar? Koko menelepon ni bermaksud ingin meminta ni segera ucap syahadat. Supaya ni bisa dengan tenang selesaikan target dari kokomu ini." katanya

"Iya koko. Dini hari tadi tidur wo semakin gelisah, Koko. Wo membaca Al Quran yang koko kasih lalu wo mantap untuk bersyahadat hari ini juga, Koko. Wo ingin temukan kedamaian dalam beribadah. Wo sudah tidak sabar mempelajari islam, Koko." Ucapku dengan semangat

"Ah adikku yang manja sekarang sudah besar. Wo punya hadiah untuk keislamanmu, Ar. Koko yakin kamu pasti suka." ucapnya. Ah Ko Ahmad memang selalu mengolok-ngolok sikap manjaku padaya. Aku penasaran hadiah apa yang telah ia siapkan.

"Hadiah apa koko? Surga kah?" tanyaku sangat penasaran.

"Iya, Ar. Surga di rumah masa depanmu. Seseorang yang bisa sama-sama meniti jalan ke surga. Koko dapatkan wanita muslimah yang cocok denganmu, Ar. Koko yakin ni akan suka dia. Ni tidak boleh menolak muslimah yang satu ini. Justru ni harus perjuangkan dia." Ucapnya dengan semangat menggebu-gebu tidak seperti sebelum-sebelumnya ketika koko mengenalkan wanita muslimah kepadaku. Pasti wanita istimewa, pikirku.

"Ni segeralah bersyahadat. Dan cepatlah selesaikan target dariku. Setelah ni hafal juz 30 juga arrahman dan ni sudah lancar berbahasa indonesia, ni baru boleh bertemu dengannya. Apa ni mau melihat profil dan fotonya, Ar?" sambungnya lagi.

"Nanti saja koko. Dari penjelasan koko saja wo sudah yakin dia wanita terbaik yang koko pilih. Wanita yang akan cocok dengan wo dan mau menerima kekurangan wo. Nanti saja ketika wo sudah kembali dari pesantren, wo ingin lihat profil dan foto calon pendamping surgaku itu, Koko." Ucapku. Aku semakin tidak sabar untuk segera bersyahadat dan mempelajari islam.

"Ceilah pake pendamping surga segala. Yasudah segeralah ni datangi pesantren itu, Ar." Ucapnya.

"Baik, Koko. Xiexie sudah menjadi koko terbaik. Assalamu'alaikum." ucapku

"iya, Ar. Sama-sama. Maaf koko belum bisa menjawab salammu. Nanti akan koko jawab ketika ni sudah menjadi seorang muslim. Koko tutup yaa." akhirnya sambungan telepon pun tertutup.

Ku kayuh kembali sepedaku. Satu jam kemudian aku sampai di pesantren Ar-Risalah.

"Mencari siapa ya?"

"Can i meet Ustad Firdaus? I am Arslan Nam, Ahmad's brother. I want to be a moeslim." ucapku. Ya aku belum bisa berbahasa indonesia. Namun sedikit sedikit aku mengerti pertanyaannya.

"Oh ustad Firdaus is in his house, please sit down here and I will call him." ucapnya.

Aku bersyukur orang di pesantren ini mengerti bahasa inggris yang aku ucapkan. Hidup terkungkung di lingkungan chineese membuatku tidak memerlukan bahasa indonesia. Dari kecil aku selalu bersekolah di sekolah khusus orang chineese sampai ku pergi ke negeri china itu selama enam tahun.

Sambil menunggu akhirnya ku duduk di kursi ruang tamu. Ku hirup udara di pesantren ini. Entah kenapa udaranya saja dapat menyejukkan hati. Ku pejamkan mataku sambil fokus mendengar lantunan ayat suci Al Quran yang para santri bacakan. Ah tentram sekali hati ini mendengarnya.

Pagi itu juga ustad firdaus memanduku untuk mengucap syahadat setelah pengajian pagi dipesantrennya. Syahadat pertamaku ini disaksikan oleh seluruh santri yang ada di pesantren ini. Semua santri berbaris menyalamiku, memelukku dan mengucapkan "Barakallah, ahlan wa sahlan." Aku disambut hangat oleh mereka. Setelah semua santri bersalaman, aku diminta untuk mendatangi Ustad Firdaus. Ternyata Ustad Firdaus memberiku seperangkat alat solat. Baju kokoh, peci, sarung, dan sajadah. Ustad Firdaus mengajarkan aku bagaimana menggunakan sarung. Ustad firdaus juga mengajarkan aku cara untuk berwudhu dan solat.

Hari itu juga solat dzuhur pertamaku. Aku ikut solat berjamaah bersama para santri. Kata Ustad Firdaus, yang penting aku sudah bisa niat dan tahu gerakannya saja dulu. Aku penasaran apa yang mereka ucapkan dalam solat mereka. Solat pun selesai dengan salam. Kemudian Ustad Firdaus memimpin untuk berdoa bersama. Setelah selesai berdoa, aku bertanya kepada orang disampingku.

"what did you say when you pray?"

Kemudian anak tersebut menatapku kemudian pergi meninggalkanku. Ustad Firdaus mendekatiku, sadar akan perubahan sikapku.

"Dia bukan tidak menyukai Ni. Tetapi ia tidak mengerti apa yang ni katakan. Kokomu memintaku untuk mengajarimu bahasa indonesia juga. Katanya calonmu tidak bisa bahasa mandarin jadi ni harus berjuang untuk bisa bahasa indonesia." jelasnya panjang penuh keteduhan.

"Iya ustad. Wo malu. Wo orang indonesia tetapi tidak bisa berbahasa indonesia. Iya sepertinya dia tidak bisa bahasa mandarin, Ustad. wo belum mengenalnya." jawabku.

"Benarkah? Wo kira ni berislam karena wanita itu." Ucap Ustad Firdaus kaget.

"Tidak, Ustad. Keinginan wo untuk berislam sudah lama, bukan karena wanita, Ustad. Wanita itu koko yang mencarikan atas permintaan wo. Kebetulan koko sudah mendapatkan wanita yang mau menerima tadi pagi, Ustad." jelasku

"Oh masyaaAllah. InsyaaAllah jika berislammu ini memang karena Allah insyaaAllah akan Allah mudahkan urusan duniamu. Jangan dulu terlalu memikirkan wanita pilihan kokomu itu. Yang penting ni fokus dulu menjadi muslim yang baik. Mari." Ajaknya untukku memulai mempelajari islam dimulai dengan bacaan shalat.

Beginilah hari-hariku di pesantren. Setelah satu minggu aku disini, sudah tidak ku rasakan lagi gelisah yang mengganggu di setiap tidurku. Aku bangun di waktu tahajud dan tidur pukul 11. Hari-hariku banyak mendengarkan kajian dari Ustad Firdaus, membaca buku-buku keislaman yang diberikan Ustad Firdaus, belajar bahasa indonesia bersama Ustad Hasan, belajar mebaca iqra dan menghafal alquran di waktu malam menggunakan walkman.

"Ya Allah terimakasih Engkau telah izinkan hamba untuk memeluk agama yang Engkau ridhai Ya Allah. Aku ingin habiskan sisa hidupku untuk beribadah kepada Mu. Mudahkanlah hamba dalam mempelajarinya dan menghafal firman-firman Mu, Ya Allah."

Koko MualafWhere stories live. Discover now