III

118 21 0
                                    

North Borneo [3°00'N 116°20'E]

Di sel lain tak jauh dari Subjek 61, seorang laki-laki duduk di tepi ranjang. Ia menghela napas, membuka lipatan sweater yang barusan ia ambil dari lemari kabinetnya. Sweater hitam dengan angka 88 di punggung, seperti semua pakaian yang ia punya.

Karena itulah dia, subjek nomor 88.

Laki-laki itu mengenakan sweater-nya, mengingat kejadian yang ia alami hari ini. Ia tak pernah menyangka, saat pintu arena itu terbuka dan para opsir mendorongnya masuk, ia akan berhadapan dengan seseorang yang sudah seperti saudaranya sendiri.

Mereka bertatap-tatapan selama beberapa saat, tidak yakin dengan apa yang harus mereka lakukan. Saat itu, speaker di empat penjuru arena berkeresak, dan terdengarlah suara dari sana.

"Tarung, start."

Subjek 88 tercekat. Mereka benar-benar diperintahkan untuk saling menyerang.

Di seberang arena, laki-laki berambut merah menggelengkan kepala dengan mata nanar. Ekspresinya sama dengan apa yang ada di wajah Subjek 88.

Tertatih, Subjek 88 mundur selangkah. Memanfaatkan kekuatannya yang bebas karena tak lagi mengenakan gelang besi, Subjek 88 melakukan teleport kembali ke sel nomor 88. Sel yang ia tempati.

Butuh waktu hingga para opsir menemukannya meringkuk di pojokan sel, gemetaran dari ujung kepala hingga ujung kaki. Opsir-opsir itu menghajarnya tanpa ampun, tetapi lebih baik begini daripada harus menyakiti saudaranya. Menyakiti sesama kaumnya.

Subjek 88 bergidik, teringat pada tubuh lunglai yang diseret dua opsir di depan jendelanya tadi. Tubuh penuh darah dan lebam. Apa yang telah orang-orang itu lakukan pada abangnya?

Maafkan aku, hyung, batin Subjek 88, menatap tangannya sendiri yang juga dihiasi noda kebiruan disana-sini. Aku tidak tahu apa yang bisa kita lakukan.

Pada saat yang sama, sebuah sensasi melingkupi. Seperti ledakan udara yang tak terlihat, tetapi dapat ia rasakan dengan jelas. Kedua tangan Subjek 88 jatuh, gelang besinya berdentang terbentur tepian tempat tidur.

Orang-orang itu bisa menahan kekuatannya, tetapi ia adalah bagian dari klan Tersembunyi. Bagaimanapun ia dikekang, ia tetaplah seorang Anantara. Tapal jarak normal bukanlah batas baginya. Ia dan entitas lain dari klan Tersembunyi bisa merasakan sesuatu tanpa batasan jarak.

Itulah yang ia rasakan saat ini. Sesuatu yang besar, sesuatu yang penting telah terjadi. Subjek 88 menutup mata, mengumpulkan sisa-sisa kekuatannya, memperjelas sensasi yang ia rasakan.

Dan ia tak bisa menahan senyuman. Seorang Pelindung telah hadir. Seorang Pelindung telah mengklaim kodratnya, dan sepertinya dia tahu siapa Pelindung itu. Ia hadir saat Pelindung ini dilahirkan, 27 tahun yang lalu. Meskipun saat itu Subjek 88 bersembunyi diantara dunia-dunia, tetapi ia dapat melihat dengan jelas kebahagiaan orang-orang disekitar bayi itu.

Dia ingat si bayi, dengan tanda lahir khas para Pelindung di bahu kanan, dikelilingi orang-orang yang menyayanginya. Diantara orang-orang itu, hanya satu yang menyadari kehadiran Subjek 88. Sang kakek, yang tanda lahirnya sama dengan si bayi. Orang yang selama hidup telah melindungi Subjek 88 beserta saudara-saudaranya.

Orang itu mengangkat kepala, matanya yang penuh wibawa kini dipenuhi air mata haru, memandang tepat ke Subjek 88. Dan bibirnya melengkungkan senyum.

Subjek 88 mengerjapkan mata, benaknya kembali ke masa kini. Ia melirik jam dinding yang berdetak tanpa angka, tidak sabar menunggu waktu makan malam dan mengumumkan hal ini pada saudara-saudaranya.

J A G AWhere stories live. Discover now