XIX

60 20 0
                                    

Ravana Dasa Mining District, North Borneo [3°00'N 116°20'E]

Ruang antara dunia membayang sekilas, sebelum menghilang tiba-tiba dan pijakan menghilang dari bawah kaki. Aku menjerit, jatuh terjerembab ke permukaan tanah yang dipenuhi daun dan ranting basah.

Gelap. Aku mengerjap, hampir tidak bisa membedakan saat mata terbuka atau terpejam. Untungnya, perlahan mataku mulai terbiasa dengan kegelapan. Samar, aku melihat bayang-bayang pepohonan—dan tubuh-tubuh yang merintih di sekitarku. Terdengar suara keresak, sebelum satu sumber cahaya menyala.

Baekhyun. Ia mengangkat sebelah tangan, menerangi wajahnya yang carut-marut oleh bekas luka. Darah kering menggumpal di sudut bibir, tapi dia tetap membuka mulut dan berucap serak,

"Kalian baik-baik saja?"

"Tidak," Sehun menjawab singkat.

Dengan cahaya dari tangan Baekhyun, aku bisa melihat sekitar dengan lebih jelas. Para Jaga bergelimpangan, saling bertumpuk. Xiumin berusaha menggeser tubuhnya dari tindihan punggung Suho, yang meringis sambil memegangi bahu. Sesuatu bergerak di kakiku, dan aku menoleh untuk menyadari bahwa itu adalah Chanyeol, berguling memegangi kaki yang tertembak.

"Maaf," suara Kai terdengar, "energiku habis."

"Di mana Rani?" Chen bertanya, mencari-cari.

"Di sini," jawabku, berusaha bangkit. Sensasi nyeri tajam langsung menusuk, tepat ke rusuk kanan. Sepertinya aku jatuh dengan posisi kurang menguntungkan tadi.

"Rani, apakah kau masih bisa menulis?" Baekhyun mendekat, cahaya di tangannya berpendar. "Gelang-gelang besi ini masih harus dibuka. Kalau tidak, mereka akan melacak kita."

"Oh, kau benar." Aku merogoh jaket, mengeluarkan spidol. Tanganku terasa lemas dan tulisanku berantakan, tapi aku melepas gelang yang tersisa di sebelah tangan Baekhyun.

Kemudian, aku merangkak pada Lay dan melepaskan gelang si Penyembuh. Ia mengangguk sekilas padaku, sebelum berbalik dan meraih Kai yang tersungkur tanpa daya. Gelang-gelang Xiumin dan Chen menyusul—jatuh berkelontang ke lantai hutan.

Setelah tugasku selesai, aku bersandar ke batang pohon terdekat. Mulut dan hidungku masih terasa dipenuhi asap. Lenganku dipenuhi luka serta lebam kecil yang tidak kusadari kapan terbentuknya, namun selain itu dan nyeri di sana-sini, sepertinya aku baik-baik saja.

Lay masih sibuk membantu teman-temannya, walau aku tahu dia pun sudah sangat lemah. Suho berada di sebelah Lay, membantu dengan air bersih yang mengalir. Sementara, Sehun berusaha bangkit, tertatih-tatih mengelilingi bukaan hutan. Matanya memicing, tangan terangkat untuk meniupkan angin semilir ke antara pohon-pohon.

"Sepertinya kita masih berada di area tambang," lapor Sehun.

"Berarti kita tidak bisa berlama-lama di sini." Suho menoleh pada Kai. "Apakah kau masih bisa melakukan perjalanan lagi?"

"Satu kali," jawab Kai, memegangi lengan atas, "dan tidak terlalu jauh."

"Menyeberang laut?"

"Mustahil."

"Kita harus mencari tempat aman untuk sementara," Chanyeol bersuara. Ia masih tergeletak, menatap ke atas meski aku tak tahu apa yang ia lihat. Hanya ada pucuk pohon dan kegelapan di atas kepala kami.

"Tapi dimana?" aku yang bertanya sekarang. Masalahnya, ini Kalimantan. Aku pun masih asing dengan pulau ini…

Tapi, tunggu. Tunggu sebentar. Tempat aman, tanpa menyeberang laut?

"Sepertinya aku tahu."

Semua langsung menoleh padaku. Kening Suho berkerut halus. "Kau tahu tempat aman di sekitar sini?"

J A G ATahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon