VI

78 23 0
                                    

North Borneo [3°00'N 116°20'E]

Penjelasan Aditya membuatku tidak bisa tidur semalaman. Benar apa yang kucurigai selama ini. Proyek ini adalah proyek ilegal, disponsori negara asing, dan beroperasi secara rahasia tanpa diketahui sama sekali oleh pemerintah Indonesia. Jadi itulah kenapa ada perjanjian kerahasiaan saat aku menandatangani kontrak.

Fakta-fakta ini membuatku semakin bimbang. Ini salah, ini bukan hal yang benar. Aku tidak bisa melakukan ini. Tapi aku terikat kontrak, dan lagi... artefak-artefak itu mungkin adalah kunci jawaban dari kejadian yang terjadi padaku saat menyentuh tablet Kediri.

Aku belum memejamkan mata sama sekali saat Aditya menjemputku keesokan harinya. Pasti aku terlihat kacau, tapi siapa peduli. Aku bersiap-siap dengan terburu-buru, dan berangkat bersama Aditya ke fasilitas.

"Hari ini, saya dapat tugas membawakan sarapan untuk subjek. Kakak mau bantu?" tanya Aditya saat kami sudah berkendara selama lima menit.

Aku menoleh. "Memangnya boleh?"

"Setiap karyawan disini pasti akan dapat giliran. Hitung-hitung membiasakan Kak Rani untuk bertemu dengan... subjek-subjek itu." Aditya mengangkat bahu, kembali berkonsentrasi ke jalanan.

Kami berpapasan dengan beberapa kendaraan tambang, juga bis-bis yang tampaknya mengangkut karyawan.

"Ah iya, saya lupa bilang kalau itu bis angkutan. Yang warna biru arahnya ke tambang, warna kuning ke office tapi berhenti juga di depan fasilitas. Operasionalnya dari subuh sampai jam 9 malam. Kalau saya sedang tidak bisa mengantar atau bagaimana, Kak Rani bisa naik bis itu." Jelas Aditya.

Aku hanya mengangguk, ruangan sel terbayang di kepalaku. Buku-buku di sel 01... monster macam apa yang membaca buku? Aku tidak yakin subjek-subjek ini memang seseram yang dikatakan Aditya.

"Kak Rani bawa ini." Aditya mengangkat tumpukan nampan makanan dari aluminium, yang kusambut dengan sigap. Terdapat empat tray di tumpukan itu, dengan tutup yang bening sehingga aku bisa melihat bagian dalamnya. Nasi, daging, sayuran, buah.

"Bagaimana dengan minumnya?" tanyaku.

Tatapan Aditya memancarkan rasa geli. "Air keran di fasilitas ini bisa diminum. Kakak belum tahu?"

Aku mengerutkan kening, tersadar. Pantas saja dispenser cuma ada di kantin.

Laki-laki di depanku tertawa kecil, dan mengangkat tumpukan tray yang lain. "Ayo, kak."

"Kita akan masuk ke dalam?" tanyaku sambil berjalan bersisian dengan Aditya, tangan sibuk mengangkat tumpukan nampan.

"Kita cuma masuk sampai lorong. Nanti, berikan saja nampannya pada mereka lewat jendela." Kata Aditya santai.

"Apakah aman?" aku bertanya lagi, masih belum yakin.

"Aman. Mereka mengenakan gelang besi berteknologi tinggi yang menahan kekuatan mereka. Walaupun tidak sepenuhnya," Aditya memperbaiki posisi tumpukan nampan yang ia bawa sebelum melanjutkan, "tapi kekuatan mereka akan sangat lemah dan tidak bisa digunakan untuk mencelakai kita. Kadang-kadang ada juga yang dikerjai, tapi tidak berbahaya."

Sedikit menenangkan, tapi tetap membuatku berdebar. Dikerjai?

"Si pengendali api yang kemarin ku bilang-Subjek 61-kalau mengamuk bisa menghancurkan gelangnya. Dia pukulkan ke ranjang besi atau teralis sampai gelang itu hancur. Jadi gelang besi itu akhirnya di-upgrade menjadi lebih kuat." Laki-laki itu masih terus bercerita tanpa henti.

J A G AKde žijí příběhy. Začni objevovat