Home

608 75 7
                                    

Rumah ini tidak sama lagi tetapi Yoongi tetap bertahan karena kenangannya. Dia tidak bisa pergi karena ingatannya. Kamar itu juga masih sama dan yang Yoongi tau, diam-diam Paman Lee merapikan kamar adiknya dan menganggap Jungkook masih ada disana. Yoongi tidak berani jujur jika dia pernah melihat Paman Lee yang menangis sambil memeluk sepatu Jungkook dari balik pintu kamar adiknya.

Saat itu Paman Lee sedang merapikan beberapa barang di meja dan berpindah pada sepatu Jungkook. Awalnya semuanya tampak biasa bagi Yoongi tetapi Paman Lee yang tiba-tiba terisak membuat Yoongi juga ikut larut dalam kesedihan. Dia juga sangat merindukan kaki kecil itu berlari kearahnya dan dua tangan kecil yang memeluknya erat. 

Paman Lee sedang beristirahat di paviliun. Paman Lee memang meminta untuk tinggal terpisah dari rumah utama karena lebih nyaman dan juga menurut Paman Lee itu memang lebih baik. Paman Lee sudah bekerja di rumah saat Yoongi masih berusia enam tahun, seusia Jungkook. Paman Lee bertugas untuk menjaga Yoongi dan juga merawat rumah. Kemudian Yoongi bertambah dewasa dengan kasih sayang dan segala fasilitas yang ada. Jungkook lahir ke dunia. Putra kedua yang tidak disangka memiliki keistimewaan itu harus Paman Lee jaga dengan hati-hati, lebih hati-hati dari pada saat dirinya menjaga Yoongi dulu. 

Seiring berjalannya waktu, Paman Lee melihat perbedaan kasih sayang yang diberkan oleh kedua majikannya pada Jungkook. Dia tidak diperlakukan sama seperti Yoongi. Mulai dari kamar, sekolah, waktu jemput, semuanya, fasilitas bahkan tatapan mata yang berbeda saat melihat Jungkook. Tetapi Paman Lee melihat Jungkook sangat istimewa, memang istimewa. 

Dia anak yang baik dan tidak pernah marah atau kesal pada siapapun. Sebisa mungkin membantu Paman Lee saat dirinya sedang kelelahan setelah mengerjakan sesuatu. Anak kecil yang sudah membuatnya belajar bahasa isyarat itu membuat Paman Lee sangat menyayanginya. 

Yoongi paham. 

Paman Lee memang terkadang terlihat seperti ayah kandungnya dan Jungkook untuk beberapa momen dan kesempatan seperti yang sudah dijelaskan. Disaat ayah ibunya sibuk Paman Lee yang menjaga mereka berdua. Itulah sebab Paman Lee juga masih merasakan kesedihan seperti dirinya sampai sekarang. Waktu kebersamaan Yoongi dengan Paman Lee, Jungkook dengan Paman Lee, lebih banyak dibandingkan dengan kedua orang tua mereka jadi bagi Yoongi, tidak apa jika Paman Lee serindu itu pada Jungkook. 

Malam ini tidak banyak bintang yang bersinar untuk Yoongi lihat namun malam ini adalah malam yang sama dari kebanyakan malam untuk mengenang Jungkook sambil dia berlatih untuk kompetisinya dua minggu lagi. 

Setelah ia fikir kembali,  Yoongi merasa dirinya telah melewati banyak hal. Bertahan dan selalu bertahan adalah kata ampuh yang dia gunakan sebagai penenang dan terus berdiri pada tempat yang dia sebut rumah ini. Rumah... Yoongi mengangkat tangannya dari tuts piano dan menatap sekeliling. Yang dia lihat hanya sepi dan juga kosong. Sepertinya bukan...

Saat Yoongi akan membawa jemarinya untuk mengikuti kertas catatan not yang ada didepannya, dia mendengar pintu utama yang terbuka dan bergegas menujunya. Seoyun terlihat berdiri dengan wajah yang berantakan dan juga beberapa tentengan tas yang berisi belanjaan. Yoongi menggeleng sebentar dan mendekat pada ibunya. Dia arahkan Seoyun untuk duduk di ruang tamu dan menyingkirkan barang yang Seoyun bawa. 

"Ada apa, Ibu?" tanya Yoongi dengan cemas namun juga masih dengan nada yang datar. 

"Ibu membeli beberapa barang untuk merayakan ulang tahunmu, Yoon. Tetapi Ibu jadi teringat kalau Jungkook juga harus dibelikan beberapa barang yang bagus, kan?" 

Penyesalan selalu datang diakhir... 

"Kenapa Ibu tidak bisa melakukan ini sejak dulu? Padahal Ibu yang melahirkannya.." lalu Seoyun terisak dengan nafas yang tersenggal. Yoongi hanya menatap ibunya dengan kehampaan. Sudah sangat terlambat untuk menyesal dan memperlihatkan pada Yoongi bahwa Seoyun juga meyayangi Jungkook. Yoongi kemudian melangkah pada pintu utama dan menutup pintu tersebut dengan perlahan. Dia tidak lagi duduk menenangkan Seoyun; Ibunya sendiri. 

Yoongi lebih memilih untuk berdiri tegak disamping ibunya dan berkata dengan kalimat yang sangat menyakitkan bagi Seoyun, "setelah menerima kemenanganku di kompetisi, Ibu akan merasa lebih baik" lalu Yoongi menuju kamarnya semetara Seoyun semakin terluka mendengar kalimat yang begitu sarkas itu. Kalimat dari putra sulung kebanggaannya yang menegaskan bahwa selama ini Seoyun hanya mementingkan pencapaian dan juga kemenangan diatas segalanya. 

***

Keesokan harinya, Yoongi terlihat membawa makan siangnya ke ruang musik. Makan siang Yoongi hanya sandwich keju dengan susu saja itupun dua potong. Yoongi tidak bisa makan terlalu banyak dan tidak mau memaksakan, yang terpenting dia makan. Yoongi langsung memasang muka heran dan terkejut saat Hoseok sudah duduk didepan piano dan juga mencoba untuk memainkan alat musik tersebut. Ada apa ini?

"Hoseok, kau mau memainkannya?"

Hoseok menggeleng dan dengan senyuman teduhnya dia menjawab, "aku hanya sedang mencoba menjadi dirimu" jawaban ini membuat Yoongi semakin tidak mengerti. Dia mendekat pada Hoseok tapi dia tidak menanyakan apapun. "Taehyung sangat senang bertemu denganmu jadi dia selalu menceritakan kehebatanmu, Yoon" sambung Hoseok. 

"Ayolah. Kau cemburu?" 

Hoseok lagi-lagi menggeleng. 

Walaupun Yoongi baru mengenal Hoseok dengan waktu yang singkat, Yoongi sudah sangat bisa membaca bahwa Hoseok adalah orang yang selalu berkorban walau itu dirinya sendiri yang terluka untuk membahagiakan orang yang dia sayangi. 

"Aku jadi merindukan adikmu. Boleh aku menemuinya lagi, Hoseok?" 

Hoseok tersenyum tipis dan mempertahankannya sambil menoleh pada Yoongi perlahan. Dia tatap sejenak dan dalam sorot mata kucing Yoongi yang terlihat tegas namun menenangkan itu. 

"Boleh. Kapanpun boleh" Yoongi sudah senyum dan merasa kegirangan padahal Hoseok belum menyelesaikan kalimatnya, "asal aku juga boleh bertemu dengan adikmu" luntur senyum gusi sehat Yoongi saat mendengar keinginan Hoseok.

"Aku ingin bertemu dengan adikmu, Yoongi" sambungnya dengan penuh keyakinan. 

Butuh beberapa menit Yoongi mengatur kalimatnya dan Hoseok menunggu untuk mendengar jawabannya. Yoongi sudah tau ini akan terjadi tapi Yoongi belum menyiapkan jawaban yang tepat. Sangat sulit baginya untuk mengatakan adikku sudah tiada. 

"Kau tidak akan bisa bertemu dengannya" jawaban yang dipilih Yoongi membuat Hoseok menghela nafasnya lelah. "Jadi, dia harus ada di dunia agar aku bisa bertemu dengannya?" tanya Hoseok lagi.

"Adikku sudah memiliki dunianya sendiri" balas lagi Yoongi yang tidak kalah ketusnya. 

"Kau menyebalkan, Min Yoongi" Yoongi tidak lagi bersuara apapun. "Ada orang yang ingin mengenal adikmu dan kau menolaknya. Malang sekali" sambung Hoseok dengan menatap langit atap ruang musik.

"Aku mendengar tentang adikmu dari Seokjin. Aku juga mendengar berita tentang keluargamu. Tetapi aku tidak terlalu peduli. Ternyata, dia adikmu. Aku menyesal karena tidak terlalu memperhatikan apa yang ada disekitarku" 

"Kau tidak harus menganggap Jungkook pergi darimu, Yoongi. Bukankah kalian saudara? Kalian pasti memiliki kesamaan. Adikmu itu tidak akan meninggalkanmu. Aku tidak ingin kau merasa aku sok tau karena aku menasehatimu seperti ini. Aku juga tidak merasakan apa yang kau rasakan. Tapi Yoon... Jungkook tetap bersamamu" 

"Aku beri waktu sampai sore ini untuk mempertemukan aku dengan Jungkook" 

Lalu Hoseok memilih pergi dan meninggakan Yoongi dengan segala kebimbangan. []

Alone || FinWhere stories live. Discover now