Only

658 73 6
                                    

Yoongi selalu memakai earphone ketika dia memiliki waktu luang. Kompetisi semakin dekat dan dia harus sesegera mungkin mendapatkan inspirasi untuk melodinya. Setiap peserta harus membawakan lagunya sendiri; lagu ciptaannya sendiri. Seharusnya itu tidak sulit untuk Yoongi tetapi dia hampir putus asa kali ini. Dia belum bisa menemukan melodi dan nada yang tepat untuk membuat suatu lagu. Inspirasinya tidak kunjung datang dan dia sudah mulai frustasi karenanya. 

Terkadang Yoongi merasa dia lebih serius dalam dunia musik dari pada sekolahnya. Yoongi juga sudah meminta ayahnya untuk tidak terlalu berharap Yoongi akan menjadi seorang dokter atau meneruskan rumah sakit yang saat ini dipimpin olehnya. Yoongi tidak butuh itu semua yang dia butuhkan adalah kebebeasan. 

Lalu, inilah orang yang akan meneruskan dan menjadi pemimpin di rumah sakit ayahnya dan pamannya, Jimin. 

"Kau datang? Diamlah disana. Aku akan mengambilkan cola"

Karena sudah dipersilahkan, Jimin membawa kakinya untuk masuk dan melihat sekitar. Rumah paman dan bibinya memang tidak berubah sejak mereka kecil, yang berubah adalah suasananya. Jimin duduk dan menunggu Yoongi yang tidak hanya membawa cola tapi juga beberapa camilan yang enak. 

"Lain kali, kalau aku datang sambut dengan senyuman yang lebih lebar, eoh!" 

Yoongi hanya membenarkan posisi punggungnya yang sedang bersandar dan menyalakan televisi agar tidak canggung. Yoongi tidak perlu menanyakan keperluan Jimin datang ke rumahnya. Sudah sangat jelas, tujuan Jimin adalah bertemu ayahnya dan menerima buku atau setidaknya nasehat agar masuk di dunia kedokteran.

Jimin bukanlah Yoongi yang akan memberontak. Jimin adalah si pekerja keras dan tidak bisa berkata tidak terlebih untuk keluarganya sendiri. Lagi pula, Jimin pasti bisa melaluinya. Dia tidak bodoh dan dia juga bisa diandalkan. 

"Ayahku masih di rumah sakit. Kau bisa bosan kalau menunggunya terlalu lama" 

"Ah benarkah? Kalau begitu kita pergi saja" 

"Eh?" 

Yoongi fokus untuk menatap layar televisi tanpa memperhatikan Jimin yang sedang tersenyum lebar karena akan menjalankan rencananya.

Jimin menarik lengan kanan Yoongi tanpa memperdulikan rengekan atau teriakan Yoongi yang terdengar malas untuk mengikuti kemauannya. Tujuan Jimin bukan menemui pamannya tetapi mengajak Yoongi mencari udara segar di hari libur yang teramat membosankan. 

Jimin, Yoongi, dan Paman Lee menyusuri jalanan kota. Jimin duduk di kursi depan sementara Yoongi sedang menatap sekitar dari balik jendela di kursi belakang. Semuanya sama dimata Yoongi, monoton.  Jimin dan Yoongi sampai di museum.

Mereka berdua bukan pemuda yang suka keramaian sehingga mereka memiliki kegemaran masing-masing. Selain bercita-cita sebagai dokter, Jimin juga sangat tertarik dengan dunia fotografi. Darah seni itu tidak berbohong, kedua orang tua mereka adalah saudara dan kakek mereka adalah si maniak seni di dunia musik. Tidak ada salahnya bagi seorang Jimin memiliki hobi dengan seni foto. 

Jimin melihat dan merasa kagum dengan museum yang menunjukan perkembangan kamera dari masa ke masa. Dia terlihat menatap semuanya dengan tatapan manis dan takjubnya. Sekarang, berpindah ke lantai dua, yaitu hasil dari setiap kamera yang ada di lantai satu. Semuanya berkelas dan semuanya memiliki perkembangan yang pesat. Jimin semakin tertarik dengan hobinya kali ini. 

Jimin terlalu sibuk dengan dunianya. Dia tidak meyadari Yoongi yang menatapnya datar namun dengan benak yang memikirkan banyak hal. Yoongi fokus melihat tingkah sepupunya dan juga sorot mata yang memancarkan kebahagiaan.

Inikah mimpi Jimin sebenarnya? Jika memang terlalu berat untuknya, bukankah dia bisa mengatakan pada semua orang kalau dia tidak ingin menjadi seorang dokter? 

Jimin dan Yoongi memilih untuk makan siang di tempat makan yang sepi. Mereka berdua terlalu lapar untuk acara jalan-jalan yang masih terus berlangsung sampai sekarang. Jimin melihat Yoongi sekilas. Tidak seperti biasanya, Yoongi akan makan banyak dan selalu habis tetapi yang Jimin lihat adalah Yoongi yang kehilangan nafsu makan. 

"Kau marah karena aku tidak menontonmu di kompetisi?" tanya Jimin dengan nada yang ia buat-buat. 

"Kau tidak pernah menontonnya" balas Yoongi dengan nada dingin datarnya. 

"Kali ini aku akan menontonnya. Jadi makanlah yang banyak. Tidak enak makan bersama orang yang kehilangan selera makan sepertimu!" Jimin memasukan sendoknya yang penuh dan mengunyah makanannya dengan cepat. 

"Kenapa kau tidak pernah menontonnya? Kompetisiku?" tanya Yoongi setelah melihat Jimin yang sudah menelan makanan di mulutnya. 

"Karena itu bukan dirimu. Yoongi yang akan aku lihat disana nanti, dia bukan sepupuku. Dia seseorang yang sedang menghukum dirinya sendiri atas kesalahan yang tidak dia lakukan" 

Sekarang, Yoongi sudah benar-benar kehilangan selera makannya. 

"Boleh aku bertanya? Akan sampai kapan kau menghukum dirimu? Ini mungkin terdengar kejam, aku juga kehilangan Jungkook. Tapi dia tidak akan pernah kembali, Yoon" 

"Aku tidak akan melakukan hal yang akan aku sesali dan kau tau itu, Jimin" 

"Tidak" jawab Jimin. "Kau tidak akan menyesal karena kau selalu menganggap apa yang kau lakukan benar" lanjutnya. 

"Lalu kau mau aku bagaimana? Menangisi Jungkook? Meronta dan berteriak pada Tuhan meminta Jungkook kembali?" 

"Hilangkan bayanganmu, Yoon!" tanpa keraguan, Jimin menjawab kalimat Yoongi dengan cepat. "Aku tidak memintamu untuk meninggalkan dunia musik yang sudah membesarkan namamu. Aku mengerti kau tau apa yang aku maksud. Jungkook, hah... itu bukan salahmu, Yoon" lanjut Jimin. 

Yoongi hanya bisa menunduk dan memainkan sumpit yang masih ditangannya. Termenung dan memikirkan bahwa Jimin berkata benar.

Sampai kapan, harus sampai kapan dia bersembunyi dalam bayangan Kyunsuk? Haruskah dia mengganti alasan? Selama ini dia bermain piano agar bisa mengingat kesalahannya dan juga memaki pria bejat itu yang selalu muncul setiap dia usai dalam permainannya. 

"Kemarin, di konser gala, kau bersinar sekali dengan lagu yang ceria itu. Sayang sekali, aku hanya melihat itu saat streaming. Kenapa tidak membawakan lagu yang bernuansa ceria seperti itu saja, Yoon?" 

"Itu laguku" 

Setelah semua yang Jimin lakukan, dia tetap mendapatkan sikap acuh dan dingin dari saudara sepupunya sendiri. 

"Aku harap kau juga benar-benar menemukan jalanmu tanpa memaksakan diri, Jimin" 

Jimin yang sedang menyendok nasi seketika mengangkat kepalanya dan menatap Yoongi dengan tatapan terkejut. Jimin mengerti maksud dari kalimat Yoongi kali ini namun dia hanya belum yakin dengan maksud yang coba Yoongi utarakan. 

"Aku melihat kau sangat menikmati museum tadi. Lebih dari pada menikmati, ku rasa. Tidak sama seperti saat aku melihat kau belajar dengan ayahku. Kau mengatakan kau ingin meneruskan impian ayahku dan paman tetapi saat itu kau tidak mengatakan bahwa itu adalah impianmu atau hal yang ingin kau lakukan" 

Jimin terdiam. 

"Lihat? Kita punya kesalahan yang sama. Jangan lagi coba meluruskan kesalahanku kalau kau sendiri masih seperti sekarang" 

Yoongi melanjutkan makan siangnya yang tertunda dengan tenang tanpa memperdulikan Jimin yang sedang tersenyum tipis padanya. Terlihat, Yoongi sedang kesal dan marah pada yang Jimin ucapkan tadi. Tetapi Yoongi adalah Yoongi yang selalu memperlakukan orang yang dia sayangi dengan caranya sendiri. []

Alone || FinDär berättelser lever. Upptäck nu