LIM!

884 92 2
                                    


Sesampainya di pintu masuk, kami segera diarahkan memasuki lorong-lorong dek Platform ini. Aku tidak lagi melihat penumpang-penumpang lainya yang berhamburan tadi, sepertinya kami tertinggal jauh. Sambil berjalan, aku menjelaskan pada Lelaki Eropa tua itu bahwa Pria disebelahku ini sedang tidak enak badan. Beberapa kali ia mengatakan 'Yes-yes-yes' tetapi wajahnya sama sekali tidak menoleh kearah kami. Lelaki tua itu terus menatap lurus, dengan sangat acuh. Aku merasa sangat tidak nyaman dengan sikapnya, terlebih ia memanggil kami 'Kid' (Anak kecil). Entah aku yang belum terbiasa atau bagaimana, aku merasa panggilan itu terasa begitu menghina.

Platform ini cukup luas sebenarnya, hanya lorong-lorongnya saja yang sempit tetapi jumlahnya banyak dan cukup berliku. Membutuhkan waktu yang cukup lama hingga kami sampai di sebuah persimpangan tangga besi yang menuju kearah atas dan kebawah.

"Down there there is a room for you two. Be prepared quickly, because the meeting is going to begin soon" (Dibawah sana ada kamar untuk kalian berdua. Cepat bersiap-siap, karena pertemuan akan segera dimulai)

Aku dan Pria China itu saling menatap satu sama lain. Sepertinya kami baru saja menjadi teman sekamar.

Setelah menuruni beberapa anak tangga pendek, kami disuguhkan pemandangan laut dari jendela kaca di dinding lorong. Bingkai jendela itu terbuat dari besi. Di sebelah kirinya ada sebuah lorong kecil pendek, dan di sisi kanan lorong itu terdapat sebuah pintu besi, satu-satunya pintu yang aku yakini adalah pintu kamar kami. Pria China itu segera bergegas menuju pintu itu dan masuk kedalam, sementara aku masih menatap kosong lautan dari jendela. I am ready for this! Ucapku meneguhkan hati berkali-kali, menguatkan pikiranku sendiri. Pah, Mah, doakan Dimas selalu ....

Pintu kamarku begitu berat, aku bahkan membutuhkan kekuatan kedua tanganku untuk menarik daunnya. Begitu terbuka, aku disuguhkan pemandangan kamar yang cukup sempit dan pengap. Meski begitu, sepertinya perabotannya cukup lengkap. Ada kasur tumpuk, kamar mandi, sebuah kulkas, TV, AC, beberapa stop kontak listrik, dan bahkan sebuah kipas penghangat, Wow. Seketika aku mengabaikan sempitnya kamarku itu dan masuk kedalam. Selamat datang, kamarku selama setahun kedepan.

Pria China itu sudah langsung merebahkan badan di kasur atas, sambil memejamkan matanya. Aku ingin menanyakan bagaimana keadaannya, namun aku ragu dia akan mengeluarkan kata-kata. Aku bahkan ragu dia bisa berbahasa Inggris.

"Hey ... thanks before!" (Hey ... terimakasih sebelumnya!)

Aku terbelalak kaget, ia akhirnya berbicara setelah sekian lama diam, dengan logat khas orang China yang aku kenal betul (mirip seperti logat orang China Indonesia).

"Ah! Don't mention it!" (Ah! Nggak papa)

Pria China itu lalu bangun, dan menatapku dengan ramah. "Lim from China ... and you?" (Lim dari China... kamu?) Ucapnya sambil mengulurkan tangannya.

"Dimas! I'm from Indonesia" (Dimas! Aku dari Indonesia) aku menjabat tangannya dengan begitu semangat.

"Oh Dima ... nice to meet you" (Oh Dima... Senang berekenalan denganmu)

"Dimassss! with S" (Dimasss ... pakai S)

"Dima ... Z?"

Kami berdua tertawa begitu lepas. Lim sepertinya tidak bisa mengucapkan namaku dengan baik. Kami pun mulai bercakap-cakap akrab. Lim memiiki badan kurus dan kecil, dengan kepala yang berbentuk kotak lonjong. Rambutnya yang spike mengikuti bentuk kepalanya. Dari postur, tingginya sekitar 160-165cm, ia lebih pendek dariku yang 170cm. Matanya sipit seperti layaknya ras Chinese dan bibirnya juga kecil. Lim benar-benar mengingatkanku pada orang China yang ada di Indonesia. Cara berbicaranya dengan bahasa Inggris begitu lugas dan 'medok'. Kukira ia orangnya pendiam, namun setelah mabuk lautnya hilang, ternyata ia benar-benar Talkative.

Iblis Kaki TerbalikWhere stories live. Discover now